26 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini
Sumber foto: youtube/video Tuak adalah Nyawa

Sumber foto: youtube/video Tuak adalah Nyawa

Demokrasi, Korupsi, dan Filsafat “Sekeha Tuak”

Juli Sastrawan by Juli Sastrawan
February 2, 2018
in Opini
369
SHARES

BELAKANGAN ini ketenaran tuak atau dalam versi dan varian lain biasa disebut lau mencapai puncaknya. Dari anak baru gede (abege), remaja agak wayah, pemuda, hingga orang tua setengah abad dan orang tua 70-an, sedang larut dalam trend minuman ini.

Lihatlah, kelompok-kelompok remaja membuat t-shirt sekeha tuak atau perkumpulan peminum tuak.  Tulisan dalam t-sirt atau kaos oblong macam-macam. Ada yang menyebut diri mereka dengan tulisan “Lauyer” atau “Lauyer Bali” pada kaos yang mereka pakai, terutama dipamerkan pada hari-hari raya semacam Tahun Baru atau Galungan. “Lauyer Bali” tentu saja maksudnya Pecinta Lau dari Bali.

Di sejumlah daerah pernah ada sekelompok remaja menggunakan baju dengan tulisan “Jaka Juice”. Kita bisa menduga maksudnya adalah Jus Jaka. Jaka itu pohon enau alias nira, salah satu pohon penghasil tuak. Tak pedulilah mereka dengan pertanyaan orang-orang, apakah jus jaka itu maksudnya sagu yang digunakan untuk bahan jus, apakah buah jaka (bluluk) yang diblender untuk jus, atau empol jaka digiling untuk jus. Kita diminta paham dengan ikhlas bahwa Jaka Juice itu maksudnya tuak jaka.

Kesadaran untuk berkumpul ternyata bukan hanya saat minum tuak di penggak, atau minum lau di poskamling, atau minum arak di pondok pekak di tengah kebun. Lucu memang, mereka juga punya kesadaran berorganisasi dan guyub dalam lembaga yang mereka buat sendiri dengan pengurus siapa saja.

Mereka seakan menunjukkan bahwa hak berorganisasi bukan melulu hak kaum professional semacam IDI, HIPMI, atau PSSI. Bukan juga melulu hak kaum intelektual, pemuda dan cendekiawan keagamaan, semacam KMHDI, KNPI, atau Peradah. Dan, bukan pula melulu hak kaum politikus yang tergabung dalam partai politik serta oraganisasi sayap-sayapnya, baik sayap lebar, sayap panjang maupun sayap kecil seperti burung kepecit.

Jika organisasi formal itu memiliki forum-forum diskusi yang serius atau sekadar hobi-hobian, peminum juga bisa membuat forumnya sendiri. Apalagi dengan munculnya wabah lagu sejuta umat dengan judul “Tuak adalah Nyawa” yang diperkenalkan kelompok “Masekepung” dari Sukawati Gianyar.

Lagu itu semakin mengukuhkan posisi tuak sebagai minuman yang digandrungi generasi saat ini. Dalam beberapa minggu saja setelah diunggah di youtube, video lagu itu sudah ditonton hampir 1 juta orang. Video itu juga terus berkembang-biak karena banyak orang kemudian membuat varian-variannya. Ada yang menambahkan video dengan lirik, bahkan ada yang menambahkan dengan chord gitar secara lengkap.

Upaya-upaya semacam itu dilakukan karena mereka sadar bahwa mereka kelompok marginal (meski jumlahnya banyak) yang tak mungkin menjadi formal. Dengan kesadaran penuh mereka menyebarkan lagu “Tuak adalah Nyawa”  seakan lagu itu lagu wajib yang wajib dilapalkan oleh kelompok-kelompok mereka.

Semua dilakukan tanpa paksaan. Yang berminat silakan ikut, yang tak suka jangan mencerca. Kesadaran semacam itu juga diperlihatkan dalam gambaran video klip lagu “Masekepung”yang beredar di youtube. Video itu seolah mengatakan: “Ikut? Ayo!”, “Tak ikut? Diamlah!”

Terlepas dari hal itu semua ternyata sekeha  tuak juga mempunyai filsafatnya tersendiri, misalnya kesadaran demokrasi, politik dan bagaimana bersikap jujur dan sportif.

Demokrasi

Demokrasi sudah dari dulu diterapkan di Indonesia. Bahkan banyak negara sudah menerapkan sistem ini, ya meskipun seiring perkembangannya demokrasi tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Suara rakyat hanya diperlukan saat pemilu saja. Setelah itu? Rakyat tetaplah rakyat yang mencari pengupa jiwa sendiri untuk menafkahi sanak keluarganya.

Yang tukang bangunan tetap jadi tukang bangunan, yang berdagang tetaplah berdagang. Jarang dan bahkan tidak pernah rakyat dilibatkan langsung saat pengambilan kebijakan di pemerintahan. Ah terlalu serius artikel ini jika kita bicarakan demokrasi yang sudah stagnan ini. Bagaimana dengan demokrasi dalam Sekeha  tuak?

Wah disini bisa dilihat demokrasinya. Tak pernah ada sekeha  tuak yang berbeda pendapat untuk minum apa dan minum-minuman berbeda beda di suatu tempat. Dalam sekeha  tuak demokrasi sudah barang tentu harga mati. Sekarang minum apa? Kalau tuak, tuaklah kita minum bersama-sama. Kalau arak, araklah bersama-sama.

Jika ada perbedaan pendapat dalam hal jenis minuman yang akan diminum, memang biasa terjadi perdebatan dengan suara agak keras semacam orang bertengkar, namun setelah itu, jenis minuman apa pun yang datang, mereka akan minum bersama-sama. Jarang terjadi, seseorang walk out hanya gara-gara ia kalah suara dalam memilih jenis minuman.

Ah, memang, indahnya kebersamaan dalam sekeha  tuak ini, he he he. Dari kita, oleh kita dan untuk kita. Bukankah demokrasi seperti itu? Demokrasi dalam sekeha  tuak memang benar nyata.

Tak ada Korupsi 

Di negara Indonesia yang kita cintai ini, he he he, korupsi sudah sangat dikenal dan bahkan sebagian masyarakat sudah mual mendengarnya. Dari DPR sampai kader partai sangat sering diberitakan punya urusan dengan yang namanya korupsi. Ya, meskipun tidak semua, tapi banyaklah, ya. Dari korupsi daging sapi hingga korupsi e-KTP.

Nah, sekeha  tuak itu bisa dikata nol korupsi. Jika wakil rakyat membuat anggaran membeli barang yang harganya murah bisa jadi mahal, sedangkan barang yang kecil bisa jadi besar, sekeha  tuak malah kerap menunjukkan hal sebaliknya.

Jika sekeha  tuak ingin membeli tuak 3 botol, bukan tidak mungkin yang datang 4 botol. Bagaimana bisa? Jika sekeha  tuak ditanya, “ngujang adi liu meli tuak?” (Kenapa banyak beli tuak?). Jawabannya santai saja, “nahhh pang mekeloan minum” (yaa biar lebih lama minumnya). Jadi, tak mungkin terjadi anggota sekeha diminta beli tuak 3 botol, lalu yang datang 2 botol, dan uang untuk 1 botol disalahgunakan, misalnya membeli rokok untuk diri sendiri. Itu tak mungkin terjadi.

Maka sudah disimpul sekeha  tuak nol korupsi. Memang sekeha  tuak bisa menjadi inspirasi untuk wakil rakyat, meskipun sifatnya hanya mewakili he he he.

Mungkin saja filsafat lain ataupun ada ide lain yang banyak bisa dipelajari dari sekeha  tuak. Terlepas dari itu semua, sekeha  tuak tidak sekedar minum-minum dan mabuk, ada sesuatu yang bisa dilihat maupun dipelajari dari sekeha  tuak ini. Mengutip lagu “Tuak adalah Nyawa”: “yening awai sing maan tuak, hidupe serasa kuangan“.

Ya betul, satu hari tanpa minum dan berkumpul memang hidup ada yang kurang. Sangat setuju dengan slogan “Makan nggak makan asal kumpul”. Selama kita bersama, semua pasti bahagia. Bahagia.  (T)

Tags: baligaya hiduplaguorganisasituak
Juli Sastrawan

Juli Sastrawan

Pengajar, penggiat literasi, sastrawan kw 5, pustakawan di komunitas Literasi Anak Bangsa

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Catatan Dua Tahun Pernikahan - Candra Puspita Dewi
Esai

“Nyerod” ke Desa dan “Culture Shock” yang Menyenangkan || Catatan 2 Tahun Pernikahan

Ini kisah suka-cinta dan suka-cita. Dua tahun lalu aku menjatuhkan pilihanku pada seorang lelaki baik. Dia berasal dari sebuah desa ...

December 21, 2020
Esai

Surat untuk Pak Gubernur – “Bisakah Proses Balik Nama Kendaraan Bermotor Disederhanakan?”

YANG terhormat Bapak Gubernur Bali Wayan Koster. Pertama-tama, izinkan saya mengenalkan diri. Saya hanya salah satu warga yang berdomisili di ...

June 11, 2019
Puri Ubud
Esai

Buku Tamu 13 Juli 1949 || Catatan Kecil dari Ubud

Pagi 13 Juli 2020, Kami (saya dan istri) melaksanakan rutinitas awal minggu seperti biasanya. Senin itu terasa lebih spesial karena ...

July 16, 2020
Kunjungan Presiden Jokowi ke Singaraja, 22 September 2017. /Foto: FB/Putu Swastika
Opini

“Ke Mana Mahasiswa?” – Catatan Tercecer Kunjungan Presiden Jokowi ke Singaraja

  SELASA, 22 September 2017, sejumlah ruas  jalan kota Singaraja tumpah ruah dengan bocah SD. Bendera merah putih di tangan ...

February 2, 2018
Lukisan candi karya Asehou Jayakatowan
Ulasan

Lukisan Asehou Jayakatowan: Terpesona Peradaban Lama

  SIAPA yang tak tahu keberadaan Candi Borubudur dan Prambanan dengan kemegahan arsitekturnya yang disajikan luar biasa? Tak ada yang ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Sayang Kukiss/Diah Cintya
Esai

7 Jurus Memperbaiki Diri untuk Melangkah pada Rencana Panjang | tatkalamuda

by Sayang Kukiss
January 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1360) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (329)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In