17 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Pementasan monolog Julio Saputra dengan naskah Merdeka/ Foto: Mursal Buyung

Pementasan monolog Julio Saputra dengan naskah Merdeka/ Foto: Mursal Buyung

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kompromi (3), Taktik dan Strategi

Putu Wijaya by Putu Wijaya
February 2, 2018
in Esai
13
SHARES

TEATER Mandiri lebih dari dua dekade menekuni teater visual. Sejak 1991 kami tidak lagi tampil dengan naskah lakon. Cerita, plot, tokoh, kami tinggalkan.

Kami tampil dengan layar ukuran 15 X 9 meter. Tanpa dialog, kami memakai bayangan, musik dan gerak tubuh sebagai bahasa untuk melukiskan kondisi, situasi, emosi serta opini.

Dengan teater rupa itu kami bermain di Amerika Serikat, Brunei, Jepang, Hong Kong, Singapura, Mesir, Jerman, Ceko, Bratislava, Taiwan, Korea Selatan. Serta beberapa kota di Indonesia: Jakarta Bandung, Yogya, Surabaya, Semarang, Singaraja. Denpasar

Tapi sukses yang kami hasilkan di mancanegara harus dibayar mahal dalam kandang. Kami lalai merawat penonton. Buat penonton mancanegara yang baru sekali melihat penampilan kami. mereka terkesima. Tapi penonton di rumah sendiri jemu hanya disuguhi gambar-gambar. Penonton perlu cerita dan tuturan.

Ketika kata “drama” (Yunani) diterjemahkan dengan “sandiwara” (sandi-rahasia, wara-kabar : kabar rahasia/plot) sebetulnya secara implisit sudah tersimpul, cerita itu menu pokok.

Senirupa tradisi, adalah bukti betapa pentingnya cerita. Lukisan, pahatan, patung, relief, hampir semuanya berbasis cerita baik diambil dari mitos, legenda, dongeng, upacara, epos Mahabharata, Ramayana.

Dalam seni pertunjukan tradisi, jumlah cerita memang terbatas. Tapi masyarakat tetap bersemangat nonton cerita yang sudah mereka ketahui plotnya. Karena mereka menikmati bagaimana para pelaku menuturkan cerita itu. Jadi di samping cerita, tuturan lakon, kepiawaian pelaku pun adalah menu pokok.

Dengan begitu ada 3 pokok yang merupakan menu utama dalam tontonan tradisi: cerita, tuturan dan para pelaku.

Itu kunci yang pasti akan membuat pintu hati masyarakat terbuka. Seni pertunjukan kontemporer yang cenderung visual. memang ada juga penggemarnya. Umumnya kelas menengah ke atas. Tapi mereka juga pada peduli 3 faktor utama tadi. Mengabaikan itu hampir dua dekade akibatnya fatal.

Penonton kami terus menipis karena saya tak ingin kompromi. Kenapa? Sebab saya merasa sudah melakukannya dalam membuat film dan sinetron. Di layar kaca dan layar putih saya sudah berusaha untuk selalu komunikatif. Saya tidak sulit melakukan itu, dengan menganggap itu ujian kreativitas saya. Hasilnya bagus. Hanya saja saya tidak melakukannya dalam membuat teater dan karya fiksi.

Pada 2013, setelah keluar dari Siloam Hospital, Salihara mengundang Teater Mandiri main. Saya memilih naskah Bila Malam Bertambah Malam. Dan menyuguhkan pertunjukan realis. Meski hanya dengan set minimalis tapi 3 unsur itu terpenuhi. Pertunjukan kami mengejutkan penonton yang semula menyangka saya anti atau tak mampu tampil realis.

Keterbatasan mobilitas saya, menyebabkan saya tak sempurna lagi menggarap teater rupa. Lalu saya kompromi dengan diri saya, untuk terus menggarap tontonan berbasis realisme.

Lakon yang henti saya tulis sejak 1987, mulai lagi saya garap. Maka jadilah: HAH, JPRET, KOK, JGERR, JRENG, AUT dan HOAX. Empat judul sudah dipentaskan di Bentara Budaya, Salihara dan TIM dengan penonton membludak. Saat esai ini ditulis saya sedang memulai latihan JRENG.

Desa-kala-patra (DKP) yang sering saya pakai sebagai “bingkai” dalam sepak-terjang kreatif, memberikan pesan baru. Bahwa DKP itu tidak bisa hanya dari sisi kita sendiri, tapi harus paket. Kita orang teater dan penonton termasuk masyarakat tempat peritiwa tontonan itu berlangsung adalah satu paket. Jadi DKP mesti mencakup ketiganya. Bila ada yang kelewatan diperhitungkan, pesan moral yang kita usung tak akan tertumpah tepat ke target dengan maksimal.

Satu langkah lebih jauh: ukuran maksimal itu dalam “desiplin” DKP bukan phisikal. Menyentil atau menyindir yang sukses itu, bukan ketika yang disentil jadi marah, apalagi dendam. Sentilan yang berhasil dan hebat adalah kalau sampai mampu menggerakkan yang disentil berterima kasih karena sudah diingatkan.

Kompromi dengan demikian bukan kekalahan yang terpaksa untuk menghindarkan kehancuran atau kegagalan, tetapi taktik dan strategi. Membedakan kompromi yang taktik-strategi dengan kompromi yang adalah kekalahan terpaksa, dapat dilihat dari kondisi yang bersangkutan. Santai atau gelisah. Kompromi yang santai itu kekalahan yang menang. Kompromi yang gelisah itu kemenangan yang kalah. (T)

Jakarta, 2 April ’17

BACA JUGA:

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kompromi (1), Bukan Kekalahan

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kompromi (2), Hakekatnya Memang Batasan

 

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu Wijayaseni pertunjukanTeater
Putu Wijaya

Putu Wijaya

Lahir di Tabanan, Bali. Ia sastrawan dan dramawan. Sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, ribuan cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron. Sebagai seorang dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri, beberapa diantaranya yaitu mementaskan naskah Gerr (Geez), dan Aum (Roar) di Madison, Connecticut dan di LaMaMa, New York City, dan pada tahun 1991 membawa Teater Mandiri dengan pertunjukkan Yel keliling Amerika. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Sumber ilustrasi: print screen google
Opini

Jika Film Horor Indonesia Seperti “Bokep” – Bukan Salah Setan!

APA yang terbayang di pikiran anda ketika mendengar kata “horor”? Hmm, hantu atau setan? Ya, bisa jadi. Kepanikan, ketakutan, atau ...

February 2, 2018
rOrAs Ensemble membawakan komposisi Word in Iron di Bentara Budaya Bali (Foto Bentara Budaya Bali)
Ulasan

Menonton Konser New Gamelan: Melompat Bangun atau Lelap Menuju Potongan Pengalaman Bunyi

Seseorang masih setengah bangun dari mimpinya yang lelap. Tiba-tiba aroma masakan ibu membuat perutnya lapar dan ingin sekali melompat dari ...

September 23, 2019
Foto-foto Riki Dhamparan Putra
Khas

Seribu Tahun Warisan Budaya Pali (2): Kebon Undang, “Negare” Islam Pertama di Sumatra Selatan

SEBUAH salinan naskah gelumpai (lontar kuno Sumatra Selatan) yang telah dialihaksarakan ke dalam huruf latin, telah diberikan kepada saya oleh ...

February 2, 2018
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha
Esai

Mengelola Kemarahan di Masa Pandemi Nyaris Resesi

Kemarahan merupakan suatu ekspresi emosi yang kompleks. Kemarahan bisa datang dari perasaan apapun yang terjadi dalam diri kita. Apakah itu ...

August 7, 2020
Diskusi antara dosen dan mahasiswa di sebuah kantin kampus
Khas

Membicarakan “Kenapa Memilih Hukum” di Sudut Kantin Kampus

GENDUWIRASA, begitulah nama acara ngobrol bulanan yang dicetuskan oleh salah satu rekan kuliah saya di Universitas Panji Sakti Singaraja. Acara ...

November 26, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan di atas kardus. Karya ini diberi judul “Pariwisata Macet Jalan Raya Lancar”.
Esai

Pariwisata Macet, Jalan Raya Lancar

by Doni Sugiarto Wijaya
January 16, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1347) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In