5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Semur Jengkol | Cerpen Khairul A. El Maliky

Khairul A. El MalikybyKhairul A. El Maliky
July 13, 2024
inCerpen
Semur Jengkol | Cerpen Khairul A. El Maliky

Ilustrasi tatkala.co

MENJELANG Maghrib Pak Karyamin telah rapi. Pria itu mengenakan baju terbaiknya kemeja safari empat saku yang telah disetika rapi dan disemprot dengan air rendaman daun suji yang dibiarkan semalaman. Tidak lupa ia juga mengenakan sarung kesayangannya yang hanya ia pakai pada bulan puasa saja. Setelah berpakaian rapi ia pergi mematut-matutkan dirinya di depan kaca lemari pakaian di dalam kamarnya. Rambut dan kumisnya sama-sama klimis. Ia sedang melihat orang lain di dalam dirinya sendiri.

Tidak lupa ia pamit kepada istrinya, Bu Bariyah, yang selama tiga hari ini cuti tidak berjualan rujak cingur karena demi menghormati umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Kepada perempuan asli Madura itu, Pak Karyamin hendak berpamitan untuk menghadiri acara buka puasa bersama di rumah dua orang teman lamanya, Pak Mustajab dan Pak Sabari. Istrinya merelakan suaminya pergi meskipun dengan setengah merepet-repet karena tak diajak serta. Bu Bariyah baru diam setelah Pak Karyamin membujuknya nanti akan membawakannya sebungkus semur jengkol. Lalu, Bu Bariyah melanjutkan aktivitasnya, memasak untuk keluarganya yang sebentar lagi akan berbuka puasa.

Di tengah jalan. Orang-orang kampung yang lagi ‘Ngabuburit’ atau habis mencari kerang di laut menyapa Pak Karyamin yang berjalan macam Pak Carik.

“Hendak pergi kemana, Pak?” tanya salah seorang warga.

“Kondangan buka puasa,” jawab Pak Karyamin.

“Ngurangi jatah di rumah Pak?” celetuk salah seorang warga.

“Ya ndaklah. Kalau perutku diisi, burungku juga harus makan dong.”

Warga tergelak menahan sakit perut.

Di hadapan warga kampung, Pak Karyamin dikenal sebagai orang yang humoris. Bahkan di usianya yang menginjak kepala tujuh, ubannya masih sedikit. Selain itu, ia juga masih kuat menebang pohon kelapa atau mangga. Pria itu jarang mengeluhkan sakit tulang karena nyeri. Kalau berjalan masih tegap dan cepat. Tidak ada pantangan makanan tertentu. Padahal, teman masa kecilnya dulu kini cuma tinggal namanya di batu nisan.

“Mau kondangan, ya Pak?”

“Bukan mau memancing. Kalau pakai baju ini yam au kondangan dong.”

“Romantis nih Pak Karyamin.”

“Kondangan kok romantis?”

“Iyalah, Pak, rokok, makan gratis.”

“Ah, kalian ini ada-ada saja.”

“Kalau boleh disisain, Pak.”

“Boleh, tapi piringnya ya?”

“Sekalian sama kulkasnya.”

***

Kalau boleh dibilang di antara teman-temannya, Pak Karyamin paling tidak beruntung nasibnya. Sejak kecil, Pak Karyamin sudah terbiasa hidup susah. Ayahnya bekerja sebagai penjual tapai singkong keliling. Jadi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari, ayahnya Pak Karyamin menjajakan tapai singkong dari pagi sampai sore dengan berkeliling ke kampung-kampung. Adalah yang paling menyedihkan saat tapai itu kalau hanya laku sampai lima bungkus. Apalagi hidup di zaman itu masih sulit meskipun harga beras hanya lima ratus perak. Dan itu pun bukan beras premium yang saat ini bahkan orang miskin pun mampu membelinya. Dengan pendapatan yang tak seberapa, Pak Karyamin dan keluarganya rela dengan memakan nasi jagung atau beras dari Bulog yang kadang masih banyak kutunya. Biasalah, pada zaman itu beras sering ditimbun oleh pemerintah. Jika dagangan ayahnya Pak Karyamin banyak yang laku, maka mereka sekeluarga bisa makan enak. Makan enak menurut ukuran ekonomi keluarga rakyat jelata seperti keluarga Pak Karyamin bukanlah makan enak macam orang-orang gedongan yang tinggal di kota-kota, melainkan makan yang jarang dimakan, yaitu ikan asin dan kuah kelor.

Pernah suatu ketika Pak Karyamin ikut keliling menjajakan tapai singkong dagangan ayahnya, di kampung sebelah ada sebuah acara pernikahan dua keluarga kaya. Kata ayahnya kalau yang lagi menikah itu adalah anak dari seorang pejabat daerah dari partai bergambar pohon angker yang ada di kuburan. Dia menikahi seorang putri konglomerat yang sudah puluhan tahun mengkorup uang rakyat. Meskipun sudah jelas-jelas mengembat uang rakyat, namun tak seorang polisi pun yang berani menyentuhnya apalagi menjebloskannya ke dalam penjara.

“Kita sangat beruntung dijadikan sebagai orang miskin,” kata ayahnya Pak Karyamin.

“Kenapa bisa begitu, Pak?” protes Pak Karyamin yang kala itu masih duduk di bangku kelas lima Sekolah Rakyat.

“Apakah kamu tahu, darimana asal kekayaan orang kaya itu?”

Pak Karyamin menggeleng. Jelas ia tidak habis pikir, kenapa ayahnya berkata seperti itu. Bukankah dengan menjadi orang miskin mereka selalu dremehkan oleh orang-orang? Tiap ada yang kecolongan mereka pasti akan dicurigai. Dan bukankah dengan menjadi orang yang serba ada, tinggal di rumah gedong, punya mobil, makan enak, dan bergelimang harta, orang-orang akan tunduk hormat?

“Semua harta yang dimilikinya berasal dari mengkorup uang rakyat. Pejabat yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru memakan uang rakyat,” jawab ayahnya Pak Karyamin.

“Uang rakyat?”

“Ya, semua uang bantuan yang semestinya disalurkan dan diberikan kepada rakyat miskin dikorupnya untuk memperkaya diri. Dan apakah kamu tahu semur jengkol yang mereka makan? Makan itu juga berasal dari uang rakyat. Haram apabila dimakan karena berasal dari perbuatan tidak benar.”

“Semur jengkol?”

***

Selama di dalam perjalanan, yang muncul di dalam otak Pak Karyamin adalah semur jengkol dan semur rending yang akan menjadi menu utama dalam buka puasa bersama nanti. Sambil mendayung sampannya, Pak Karyamin membayangkan bagaimana rasanya semur jengkol. Jika membayangkannya saja bisa bikin ngiler, apalagi sampai memakannya. Petai jengkol yang kata orang makruh jika dimakan, dimasak sampai empuk, lalu ditumbuk, lalu dimasukkan ke dalam kuali bersama bumbu semur. Aromanya menggoda selera. Setelah itu dimakan dengan nasi panas dan lauk bebek goreng. Pak Karyamin semakin bersemangat ketika membayangkan makanan itu. Ia makin mempercepat laju sampannya agar segera sampai di tempat tujuan yang berada di Hulu. Rumah Pak Mustajab ada di Hulu Sungai. Ia akan menjadi orang pertama yang sampai dalam acara itu.

Tapi, ketika sampai di pertengahan jalan, bayangan semur daging rending segera menyita otak kepala orang itu. Ia pernah melihat makana itu di etalase sebuah rumah makan ampera. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana rasanya daging sapi yang direbus sampai empuk, lalu daging itu dilumuri dengan bumbu rempah-rempah pilihan yang diracik oleh tangan perempuan-perempuan asli Bukit Tinggi, lalu dimasak sampai bumbu-bumbu tadi meresap ke dalam daging. Apalagi kalau dimakan dengan nasi panas. Semur jengkol dan semur rending, sebuah kombinasi makanan yang sama-sama lezatnya bukan?

Akhirnya Pak Karyamin dilema. Manakah tempat yang harus ia datangi terlebih dulu? Rumah Pak Mustajab dengan masakan semur jengkolnya, atau rumah Pak Sabari yang terkenal dengan semur rendangnya? Ia tidak bisa memilih salah satunya sebab ia sama-sama menginginkan kedua masakan itu.

“Yang mana ya?” Pak Karyamin menggaruk kepalanya.

“Di Hilir semur rendang, di Hulu semur jengkol.”

“Apa aku harus pergi ke Hulu dulu ya? Siapa tahu aku bisa makan semur jengkol? Lalu, aku akan pergi ke Hilir untuk mencicipi semur rendang.”

“Ah, tidak, tidak, aku harus mencicipi semur rendang dulu, baru semur jengkol.”

Sampai matahari tumbang di kaki barat, Pak Karyamin masih bergeming di tempatnya. Pria itu masih bingung dengan pilihannya. Tak lama kemudian azan Magrib berkumandang, tanda buka puasa. Lalu Pak Karyamin pergi ke Hulu, namun sesampai di sana orang-orang sudah pulang dalam keadaan perut kenyang. Lalu, Pak Karyamin berbalik ke Hilir, ia mendayung sampannya dengan sekuat tenaga. Namun ketika sampai, acara buka puasa bersama telah usai. Orang-orang pulang sambil mencangking berkat kenduri.

Pak Karyamin pulang dengan tangan kosong. Ia tidak sempat mencicipi semur jengkol apalagi semur rendang. Ia sangat kecewa dan marah. Ia pun pulang ke rumahnya dan makan bersama keluarganya. Karena diduga telah berbuka puasa dengan semur jengkol, istrinya hanya menyisakan tempe dan tahu penyet sisa anaknya. Sungguh malang nian nasib Pak Karyamin. [T[

Probolinggo, Maret 2024

  • BACAcerpen laindi tatkala.co
Arus Pelayaran | Cerpen Karisma Nur Fitria
Sejak Itu Samsu Berubah | Cerpen Khairul A. El Maliky
Sumbi Tak Mengandung Anak Tumang | Cerpen Amina Gaylene
Semalam Bersama Alien | Cerpen Putu Arya Nugraha
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Farras Pradana | Bukan Hukuman

Next Post

Night Market Chiang Mai: Surganya Makanan, Minuman, dan Souvenir di Thailand

Khairul A. El Maliky

Khairul A. El Maliky

Pengarang novel yang lahir di Kota Probolinggo. Buku terbarunya yang sudah terbit antara lain, Akad, Pintu Tauhid, Kalam, Kalam Cinta (Penerbit MNC, 2024) dan Pernikahan & Prasangka Cinta (Segera). Di sela-sela mengajar Sastra Indonesia, pengarang juga menulis dan mengirimkan cerpennya ke berbagai media massa.

Next Post
Night Market Chiang Mai: Surganya Makanan, Minuman, dan Souvenir di Thailand

Night Market Chiang Mai: Surganya Makanan, Minuman, dan Souvenir di Thailand

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara
Panggung

Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara

ADA enam flm pendek produksi devisi film Mahima Institute Indonesia (Komunitas Mahima) diputar di Kedai Kopi Dekakiang dengan tema “BERTUMBUH”,...

by Sonhaji Abdullah
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co