INDONESIA merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan ini menghasilkan stratifikasi dalam berbagai dimensi kehidupan, mulai dari yang bercorak tradisional hingga modern.
Stratifikasi tercermin dalam pola komunikasi masyarakat yang ditandai dengan cara dan gaya berkomunikasi sesuai strata orang di masyarakatnya. Dengan demikian, struktur sosial ikut membentuk pola komunikasi.
Secara tradisional, struktur sosial di suatu masyarakat antara lain ditandai dengan adanya kasta, marga, atau pelapisan sosial lain. Ketika orang berada di lapisan sosial atas, maka kesantunan berkomunikasi menjadi lebih penting. Eufemisme lebih menonjol ketimbang substani.
Sedangkan masyarakat yang ada pada lapisan sosial bawah mengabaikan kesantunan dalam berkomunikasi. Gaya komunikasi lebih bersifat egaliter. Substansi pesan lebih penting ketimbang kesantunan memilih kosa-kata berkomunikasi.
Masyarakat modern ditandai dengan stratifikasi atas dasar pekerjaan, pangkat, dan jabatan. Komunikasi yang terbentuk akan menyesuaikan posisi seseorang dalam lapisan itu. Orang dengan pangkat bintara dalam kepolisian misalnya, akan berkomunikasi secara struktural kepada perwira atasannya. Sang polisi yang berpangkat bintara akan menyampaikan laporan itu dengan embel-embel “Siap Salah”.
Struktur sosial masyarakat modern juga ditandai dengan lapisan ekonomi yang memiliki gaya komunikasi berbeda. Kaum sosialita merupakan lapisan ekonomi atas yang ditandai oleh kehidupan wanita yang glamour dan memiliki pola komunikasi terbatas pada komunitas mereka saja. Hanya untuk mengobrol yang remeh-temeh, mereka akan berkumpul di sebuah resort mewah atau berbincang di atas pesawat jet pribadi.
Kampus sebagai entitas komunitas akademis tak luput dari adanya kasta. Stratifikasi bisa berdasarkan pangkat, golongan, maupun jabatan akademis. Guru besar atau profesor adalah “kasta” tertinggi di komunitas akademis.
Gambaran kampus sebagai rumah besar yang bebas bagi penghuninya untuk berkomunikasi tidak selamanya benar, khususnya di Indonesia. Kampus juga memiliki tradisi tak tertulis untuk berkomunikasi dengan kasta yang lebih tinggi. Tidak heran jika seorang dosen biasa menyapa profesor dengan sebutan”Prof”; tidak cukup hanya menyebut nama.
Ruang Personal
Keragaman pola maupun gaya berkomunikasi memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor personal, terutama pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi etiket komunikasi, seperti Indonesia. Selain ucapan verbal, ekspresi nonverbal turut pula mewarnai pola komunikasi.
Kesantunan dalam ruang personal sangat perlu ketika berkomunikasi. Tatkala berbicara di hadapan keluarga ningrat atau bangsawan, rakyat biasa akan menjaga adab bicara dan membatasi gerakan anggota tubuh. Menghadap pimpinan di ruangan, seorang bawahan tidak akan duduk dengan posisi kaki disilang.
Ruang personal ini sangat menyita energi dalam berkomunikasi. Terutama bagi mereka yang berada pada lapisan sosial bawah. Mereka beranggapan ada ketidakadilan dalam berkomunikasi. Namun secara kultural mereka tak mampu mendobrak ruang personal itu.
Begitulah memang komunikasi interpersonal. Ketundukan pada adab, kepatuhan pada kesantunan komunikasi menjadi penting. Maka, ketika dalam debat televisi seorang calon wakil presiden muda mengolok-olok calon wakil presiden yang jauh lebih senior, masyarakat pun menilainya sebagai tidak beretika.
Ruang Digital
Berbeda dengan komunikasi interpersonal tatap muka yang tunduk pada hierarkhi struktural, komunikasi di ruang digital bersifat manipulatif. Kalau pun masih ada kesopanan dan kepatuhan, itu lantaran orang secara formal berada dalam struktur sosial yang lebih rendah dari orang lain.
Komunikasi struktural di ruang digital bersifat ekspresif. Kesantunan tetap dijaga, tetapi dibarengi dengan simbol komunikasi visual yang ekspresif. Apalagi media sosial menyediakan berbagai fitur yang memungkinkan seorang bawahan misalnya, menambahkan emoticon dalam chat kepada atasan.
Berkomunikasi di era digital meniadakan kendala keengganan orang untuk berinteraksi secara struktural. Jarak, tempat, dan waktu komunikasi lebih mudah secara digital ketimbang tatap muka interpersonal. Seorang bawahan dapat berkomunikasi secara digital dengan atasan di setiap tempat dan waktu.
Pegawai yang merasa sungkan untuk berkomunikasi tatap muka di rumah pimpinan dapat melakukannya secara digital di mana saja. Begitu pula seorang pimpinan bisa mengirim pesan terkait pekerjaan esok hari kepada bawahannya dari rumah saat malam telah tiba.
Keuntungan lain dari komunikasi di ruang digital adalah proses komunikasi yang tidak termonitor. Orang tidak dapat memantau ekspresi nonverbal orang lain; kecuali komunikasi melalui panggilan video.
Berkomunikasi dengan orang lain yang secara struktural lebih tinggi dapat dilakukan sambil melakukan aktivitas apa saja. Bahkan mengirim pesan chat, SMS, DM, maupun inbox dapat dilakukan sambil makan, tiduran, atau saat di toilet. Kesantunan yang harus dilakukan saat komunikasi tatap muka terabaikan dalam komunikasi di ruang digital.
Era digital memang telah menciptakan banyak pilihan bagi orang untuk berkomunikasi secara struktural. Namun tetap saja, itu tak mampu melenyapkan struktur sosial yang dinikmati banyak orang. [T]
- BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU