PADA tulisan sebelumnya saya mengulas tentang Pahlawan Sepanjang Jalan di tautan link https://tatkala.co/2024/03/25/cerita-dari-jalan-raya-sisi-hutan-bali-barat-hiburan-monyet-dan-pahlawan-jalanan/. Kurang lebih isinya terkait pemandangan dan suasana yang menakjubkan ditawarkan oleh Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sepanjang jalan, namun banyak pengendara yang terlena untuk memberi pakan satwa liar sehingga mengakibatkan sampah kemasan berserakan sepanjang jalan yang menimbulkan keresahan..
Kali ini saya mengulas masalah selanjutnya yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Sebagai hewan primata yang cerdas namun tidak brilian, mereka memanfaatkan sisi humanis manusia, secara tidak sadar manusia akan memberi pakan mereka apabila monyet-monyet tersebut berada di pinggir jalan menyapa (dibaca mengemis) dari para pengendara.
Hal ini dilakukan setiap hari, setiap bulan dan bahkan sepanjang tahun. Dengan berbekal kecerdasan yang dangkal, para monyet memanfaatkan momen tersebut untuk bermalas-malasan mencari pakan di habitat aslinya. Karena mereka semua sudah terlatih dan terbiasa menyapa (dibaca mengemis) untuk mengais rejeki pakan dari iba manusia.
Setiap hari sudah dapat dipastikan banyak pengendara yang akan memberi makan mereka dengan hanya modal berkumpul dan kongkow-kongkow di pinggir jalan.
Apalagi makanan yang mereka dapatkan sejatinya cukup fantastis harganya dan sangat beragam menunya. Mulai dari yang paling lumrah yaitu buah-buahan sampai makanan mewah bagi mereka seperti ciki-ciki dan roti yang diproduksi oleh perusahaan terkenal. Bahkan hewan di kebun binatang pun kalah bersaing untuk urusan makan mewah dengan monyet-monyet itu.
Akibatnya para monyet menjadi malas mencari makanan pada habibatnya karena sudah tersedia di jalanan yang mengakibatkan aktivitas keseharian mereka menjadi monoton. Hanya mengemis meminta makanan sepanjang hari. Belum lagi resiko yang ditanggung para monyet liar ini sangat tinggi, yakni ditabrak lari oleh para pengendara yang melintas, minimal yang dialami adalah cedera patah tulang dan seringkali meninggal secara tragis di tengah jalan.
Jika demikian, siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah pengendara, atau petugas Taman Nasional Bali Barat atau Pimpinan Kelompok Monyet yang tak becus mengarahkan massa anggotanya?
Kenyataannya, tak satu pun dari mereka dapat disalahkan, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan kinerja petugas Taman Nasional Bali Barat dengan cara mengabaikan monyet liar di sisi jalan, apapun yang terjadi.
Jika mereka tak diberi makan, selain tidak akan ada sampah, para monyet pun sadar dengan sendirinya dan akan comeback mencari makan ke habitat aslinya di dalam kawasan Taman Nasional. Resiko tabrak lari pun dapat dihindarkan sehingga tidak membuang nyawa monyet liar di Taman Nasional Bali Barat secara sia-sia.
Sebagai gambaran, pernahkah para pembaca memikirkan apabila para monyet yang mengemis ini tidak mendapatkan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan hariannya? Kemanakah dia akan mencari? Apakah akan kembali ke habitatnya? Rasanya hanya sedikit yang kembali karena butuh waktu dan effort yang tidak isntan untuk mencari makan di alam liar.
Monyet di tepi jalan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) | Foto: Ananta Kurnia
Solusi terbaik dan tercerdas yang monyet lakukan adalah menjajah rumah-rumah, ruko-ruko dan toko-toko para penduduk sekitar. Selain waktu untuk mendapatkan makanan dengan cukup singkat, mata mereka pun terbiasa dengan tampilan makanan kemasan yang menggoda lidah. Dengan cara sat set sat set seperti ninja, banyak jajan maupun makanan lainnya yang berhasil dicuri oleh monyet akibat lengahnya pengawasan pemilik atau penjaga toko.
Hal ini dapat dibuktikan secara survei versi saya pribadi bahwa semua toko/ruko yang menjajakan makanan ringan di pinggir jalan di Kelurahan Gilimanuk, 99% di toko/ruko tersebut terdapat sebuah senjata ampuh untuk mengusir monyet. Senjata pamungkas itu adalah ketapel, suara pentalan karet yang keras dengan bunyi “tepot” akan mengagetkan monyet yang sedang menyamar sebagai maling. Jika monyet sering merasakan seperti ini maka akan muncul trauma mendalam yang akan menakutkan para monyet untuk kembali beraksi.
Primata tersebut cukup cerdas, maka dari itu, menanggulanginya juga dengan cara yang cerdas dan bijaksana. Jangan memberi mereka makan, apalagi yang mewah, untuk membuat mereka jadi malas dan manja. Karena, lama-lama mereka juga akan malas mencari makan sendiri di habitatnya, sehingga mereka mengemis terus di pinggir jalan, atau kalau tak ada yang memberi makan, mereka akan mencuri ke rumah-rumah dan warung.
Jika monyet itu kembali terbiasa mencari makan di habitatnya, maka ia tak perlu lagi untuk bergerombol-gerombol di tepi jalan. Atau kalau pun mereka nongkrong di tepi jalan, mereka tak akan mengemis lagi, atau meminta-minta lagi. Dengan demikian, para pengendara yang ingin beristirahat di bahu jalan taman nasional pun dapat beristirahat dengan tenang tanpa gangguan pencurian atau perebutan makanan dari kawanan monyet.
Perjalanan menjadi lancar dengan lantunan nyanyian dari Burung Jalak Bali yang menghiasi telinga kita. Mari jaga keindahan alam kita dengan cara yang alami dan bijaksana.
Salam konservasi. [T]