DI Bali, mahluk jadi-jadian—halus, sedang, kasar, dan sebagainya—yang “diciptakan” oleh manusia, disebut leak. Orang melakukan proses “penciptaan” itu disebut “ngaleak”.
Para spiritual Bali mengatakan leak adalah ngalingga aksara atau mendudukkan aksara dalam tubuh. Keren kan?
Saudara-saudara saya di satu halaman rumah, ada kakak, adik, ipar, sepupu mindon, ponakan, mantu bahkan cucu, yang kebanyakan perempuan, kini sedang getol-getolnya ngeleak, menjadi leak.
“Hihihi serem…!” kata Sonia, penggiat seni yang juga dosen.
“Biasa aja tuh,” komentar Muluk yang konon berdarah panas sehingga tak menpan ditakut-takuti leak.
Bentir hanya senyum-senyum saja, nampaknya ia ingin berada di tengah, tidak takut dan juga tidak meremehkan.
“Ternyata asyik lho, kalau ngeleak itu sama dengan ngalingga aksara, itu artinya banyak orang-orang Bali, khususnya perempuan Bali yang belajar aksara, belajar menulisi tubuhnya sendiri. Pasti akan banyak lahir pengarang-pengarang wanita Bali,” kataku.
Sonia diam, sepertinya dia sedang berpikir, berpikir banyak. Hihihihi
“Belajar menulisi tubuh perlu ketekunan, niat yang kuat, dan proses. Terakhir perlu pengujian-pengujian….”
“Maksudnya..? ” Sonia penasaran.
“Ya, diuji apakah pelajarannya berhasil atau gagal, kalau penulis penulis apakah lolos kurasi koran, kalau teater, apakah menjiwai peran, kalau…”
“Kalau leak?”
“Bisa menjadi api atau endihan, makanya di rumah perlu ada kebun, tempat gelap, agar para leak-leak itu bisa menunjukkan kemampuannya. Kalau ada pohon pepaya lebih bagus lagi, ” kataku.
Sonia mengerutkan dahi.
“Kalau mau lihat permainan api, ayoo ke rumahku, biasanya rame sehari sebelum kajeng kliwon, atau Kamis malam, jelang pukul sebelasan. Seru deh, ” ajakku.
Sonia menoleh suaminya.
“Ayoook, ” kata Muluk, suami Sonia. Tapi Sonia merasa sedikit takut.
“Leak itu hanya untuk menakut-nakuti, kalau kamu takut, kegelapan akan membuat ilusi macam-macam,” jelas Muluk..
“Sebenarnya belajar ngeleak itu bukan sekedar untuk menakut-nakuti, itu pelajaran sungguhan yang bagus. Mungkin karena semangat belajarnya diawali dengan rasa iri, balas dendam, sakit hati, dan sejenisnya, jadinya bisa mengganggu dan mencelakai orang lain.
Bentir senyum-senyum.
“Nah itu, membuat udara panas, tak bisa tidur, sehingga sakit, membuat pohon-pohon mati, membuat pohon pepaya tak berbuah.. “
“Juga bisa membuat sakit perut, maag, dan berbagai penyakit turunan karena kanker alias kantong kering karena tak bisa fokus kerja. Hehehe,” aku tertawa.
Bentir tertawa, Muluk juga ikut tertawa, hanya Sonia yang tersenyum tipis, menahan berbahan ide yang berkecamuk dalam pikirannya.
Tiba-tiba dari kejauhan ada yang berteriak.
“Leaaaakkkkk ente ternyata di sini, bingung ana nyariin…!” [T]
Penulis: Mas Ruscitadewi
Editor: Adnyana Ole