MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa yang telah dicapai selama masa berlalu atau tepatnya 80 tahun yang lalu (1-06-1945- 1-06-2025). Hidup oleh siapa, saat mana, dan di mana saja pun harus diterima sesuai kodrat Ilahi, selama mengalami perubahan. Justru adanya perubahan itulah, manusia diajak menempa diri mampu menerima dan menghadapi tantangan.
Hidup adalah tantangan. Sebutlah pernah melakukan kesalahan, disesali! Menyesal terpuji, berbuat salah namun enggan bertobat dan bahkan tetap melanjutkan kesalahan, akibatnya cobaan akan ditimpakan Tuhan; sebaliknya rahmat dan berkat ditahan-Nya. Itulah mungkin cermin kehidupan umat dan bangsa saat ini.
Berebut melakukan perubahan, mengajak pejabat negara, pejabat publik, politisi sadar akan kondrat Ilahi, untuk itulah peringatan Hari Lahirnya Pancasila memasuki usia ke -80 tahun, sekaligus mengadakan perhitungan sejauh mana negara yang berasaskan Pancasila sebagai ideologi tunggal keberhasilannya dicapai, baik esensniya maupun urgensinya. Sebaliknya, jelas ada kegagalan, tanpa mencari sebab terjadi yang demikian.
Jangan ragu bersikap, jujurlah mengakui apa adanya, jangan ragu bersikap para pejabat negara apa adanya, jangan berpura-pura dan membohongi rakyat dan menutupi diri, berhasil disyukuri, gagal istighfar, jangan sekali-kali menuding penyebabnya pada orang lain. Sebabnya, adanya negara, karena ada wilayah, rakyat, dan adanya pemerintahan, sangat terpuji dan kesatria, mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi dan istighfar memperbaiki diri.
Pancasila Masa Depan dan Perubahan!
Berikut ini saya mengajak pembaca yang budiman untuk menyimak pesan luhur ini : “ Sungguh Allah, tiadakan mengubah keadaan suatu kaum jika tiada mereka mengubah kedaannya sendiri”. (QS: Ar-Rad 13:11). Siapa pun tidak akan meragukan. Esensi Pancasila adalah landasan filofosi dan konstitusional bagi penyelenggaraan negara di Indomesia, bukan di negara Konoha.
Pancasila mempunyai nilai yang dapat mempersatukan berbagai suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia, bukan di negara Konoha. Juga Pancasila memiliki nilai-nilai luhur, seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadialan. Urgensinya, memberikan dasar bagi stabilitas politik dan sosial, serta mempersatukan bangsa dalam menghadapi tantangan internal dan eksternal.
Pancasila juga menjadi landasan pembangunan nasional seperti ekonomi, sosial dan budaya, serta memperkuat wawasan kebangsaan, di mana anak bangsa memiliki wawasan kebangsaan yang kuat dan cinta tanah air atau ungkapan yang populer dalam ajaran Islam terutama di Indoneia adalah Hubbul wathon minal iman. Dan tidak kalah penting dengan memahami Pancasila, bangsa Indonesia dapat menghindari berbagai bentuk ideologi tertentu yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan (mencegah arah kesesatan)
Hadapi kenyaan, tempatkan iman dan taqwa sebagai landasan perjuangan. Harapan kepada anak bangsa pada umumnya, kalau menerima rahmat, jangan lupa bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sebaliknya bila negara kita ditimpa musibah seperti korupsi korporasi dan uang negara dirampok oleh pejabat negara, apa pun bentuknya dan wujudnya, jangan lupa mawas diri, bertanya apa penyebab semua terjadi di negeri ini. Mawas diri itu sekarang dituntut oleh anak bangsa. Ia Maha Adil dalam segala kejadian, “ Dan ingatlah, ketika Tuhanmu memaklumi : akan kuberi kamu karunia lebih banyak lagi. Tapi jika kamu tiada besyukur, sungguh,siksaan-Ku amatlah dahsyat: (QS: Ibrahim 14:7).
Mungkin yang demikian itu terlupakan di waktu lalu ( Orba dan Era Reformasi), penyebabnya nikmat dan rahmat ditahan-Nya, dan bukankah kenyataan sekarang ini adalah akibat sikap bangsa demikian? Mari diakui dengan jujur, terjadi di seluruh badan, lembaga, institusi dalam bidang kegiatan masyarakat tak terkecuali Ormas dan pejabat negara serta politisi lupa bersyukur atas karunia kemerdekaan.
Bukan hal yang tidak pernah diperingatkan. Langsung atau bahkan berulang kali telah ada kejadian, hanya manusianya yang juga lupa memperhatikan. Semoga pikiran penulis tersebut keliru, bangsa Indonesia tidak tergolong demikian, cukup di negara Konoha. Peringatan itu antara lain, “sekiranya penduduk Kota beriman dan bertaqwa,tentulah Kami bukakan baginya pintu rahmat dari langit dan bumi. Tapi mereka mendustakan kebenaran lalu kami siksa mereka karena perbuatan mereka (QS: Al-Araf 96).
Tak seorang pun, sekira ia seorang Pancasilais sejati yang tidak ikut prihatin atas nasib bangsa dan negara sekarang ini. Ancaman bertimpa ancaman, bahaya beruntun bahaya, perpecahan sudah bukan hal yang diragukan. Mari diakui kenyataan sudah diambang pintu. Masalahnya, masih ada orang dan golongan (pejabat negara) yang demikian itu kok direpotkan!
Tangan-tangan jahil berhasil menggerogoti semangat persatuan. Apa yang disebut “NKRI Harga Mati”, seolah-olah belum selesai dan memilukan, bahwa sungguh benar apa yang disebut Bhineka Tunggal Ika tak bermakna bagi sementara pihak. Rasanya kebencian, dendam akibat kekecewaan di masa lalu disebarluaskan. Seakan sebutlah, secara jujur segala yang dikakukan Era Refomasi perbuatan haram yang harus disingkirkan. Apa benar demikian sikap seorang Pancasilais? Jelas bukan. Firman Allah SWT “ “Dan janganlah kamu memaafkan kebaikan di antara kamu “ (QS Al Baqarah : 237). Dan Pesan Rasulullah SAW: “ Ingatlah selalu kebaikan seseorang dan lupakan kesalahan”, ( HR. Tirmidzi).
Kini kesalahan yang diungkapkan, kebaikan sengaja dilupakan. Tidak bolehkah kita memperingakatkan yang bersangkutan? Berbuat demikian itu akhlak setan, sungguh bertentangan dengan watak seorang Pancasilais. Mari jangan ragu, ada pesan kewajiban : “Saling ingat-mengingatkan tentang kebenaran, Dan saling ingat-mengingtkan tentang kesabaran (QS Asl Ashr 103:3).
Sungguh ironis, apa yang menjadi gejala sekarang, luapan ketidakpuasan dibesar-besarkan. Rasa permusuhan antara etnis disulut dan membara di mana-mana. Permusuhan antar sesama iman pernah terjadi dan masih terjadi dan akan masih terjadi. Pertentangan antaragama dan sesama agama belum terhentikan, dan kalau berlama-lama akan menjadi dendam tidak berkesudahan. Pancasila adalah ideologi persatuan, bukan? Dan kita harus sadar, tampillah menyelamatkan bangsa yang lahir dan ada atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Jangan diam, karena diam itu penghianatan; kalau menyampaikan, sampaikanlah dengan kata-kata yang baik dan hikmat. Jangan memaksakan.
Tampillah, bulatkan tekad, bina diri yang pertama menentang segala upaya, sengaja atau bukan, sadar atau tidak, langsung atau berjarak, jelas ada pihak ketiga sebagai provokator, siapakah dia itu? Setan-setan berbaju manusia sudah merasuki sebagian bangsa. Mari dengan merendah diri dihadapan-Nya mengakui apa yang disebut atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa tercantum dalam alinea ketiga Pembukaan UUD RI 1945 dianggap baru hanya sekedar ucap-ucap (omon-omon) dan belum terwujud amal kenyataan.
Mari dengan penuh dengan kesadaran hati terhadap sesama tanpa ada yang dikecualikan, mulai dari presiden beserta kabinetnya, anggota DPR RI, MPR RI, DPD RI, gubernur se Indonesia, bupati dan walikota se Indonesia, termasuk Ketum Parpol tingkat pusat menyadari hal demikian. Mawas diri dalam situasi dan kondisi sekarang perlu digalakkan. Presiden dan DPR RI, MPR RI serta DPD RI wajib berperan menyelamatkan nasib anak bangsa dari ancaman bahaya perpecahan.
Apa pun alasan yang dikemukakan mari diterima dengan hati yang terbuka. Benar di waktu lalu kesalahan itu ada (10 tahun terakhir), masalahnya seakan dibiarkan lupa. Percaya sepenuhnya Presiden Prabowo menyadari akan makna tanggungjawab dan untuk yang akan datang tidak terulang yang demikian. Mari tingkatkan kewaspadaan serta berupaya sebatas kemampuan Presiden Prabowo telah ditimpa sejarah mengalami manis-pahitnya perjuangan sebagai seorang prajurit, jadikan modal untuk tidak ragu dan bimbang menghadapi tantangan. Percaya diri, wajib ditempa dan kepercayaan itu hanyalah kalau berbuat tiada lain sesuai Pancasila ; “ Lillahi Rabbil ‘alamiin”.
Di dalam negara yang ber-Pancasila kita tidak akan khawatir, asal anak bangsanya melaksanakan Pancasila secara konsekuen. Pancasila tidak bertentangan dengan agama apa pun juga, justru Islam telah mengabadikan dan mengabdikannya dengan syariat agamanya. Hanya kaum Pancasilais gadungan yang akan membahayakan Pancasila dan kehidupan beragama. Orang-orang serupa ini harus kita bersihkan dari persada Tanah Air dalam bentuk apa pun juga dan memakai baju apa pun juga.
Sebagai penutup dari seorang yang mencintai Pancasila sebagai wadah tunggal persatuan bangsa: Pancasila azas perilaku hidup setiap warga, disemangati sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila sumber dari segala sumber hukum atas nama Tuhan Yang Maha Esa, hukum dan keadilan ditegakkan. Semua itu di waktu sepuluh tahun lalu telah diabaikan.
Mari istighfar kepada Allah Ghafurur Rahim! Ia Maha Pengasih, di atas segala kasih. Ia Maha Penyayang di atas segala sayang. Ia Maha Pemaaf dan Pengampun di atas segala maaf dan ampunan. Tidak ada dosa yang tidak diampuni-Nya. Mari dengan sepenuh hati! Tulisan ini resensi pemikiran dari Bismar Siregar, mantan Hakim Agung (1984-2000) dimuat pada buku “Pemuda Pancasila di Mata Publik” (2001). Wallahu ‘alam bi-shawab. [T]
Penulis: Suradi Al Karim,
Editor:Adnyana Ole
- BACA JUGA: