2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Merajut Keberagaman, Belajar Buddhisme Hingga ke Negeri Gajah Putih Bersama Para Bikkhu

Made Wahyu MahendrabyMade Wahyu Mahendra
November 5, 2024
inTualang
Merajut Keberagaman, Belajar Buddhisme Hingga ke Negeri Gajah Putih Bersama Para Bikkhu

Foto-foto by Made Wahyu Mahendra

14 Oktober 2024, sudah keempat kalinya saya menginjakkan kaki di negeri Gajah Putih. Berbeda dengan saat saya pertama ke tempat ini. Saat itu, sebagai seorang yang saat itu lebih muda, gemerlap kota, riuhnya suasana, nikmat perjamuan merupakan sesuatu yang saya cari. Bangkok dan area sekitarnya selalu menjadi tujuan.

Herannya, baru pada kedatangan ketiga dan keempat kali ini saya merasakan damai hati. Entah memang karena saya saat ini lebih berumur ataukah memang jalannya yang baru ketemu. Adalah Kota Khonkaen yang nun jauh di Tenggara yang menjadi jodoh tempat saya untuk belajar.

Saya tahu sejak lama bahwa lebih dari 90% warga Thailand penganut Buddha yang taat. Kondisi ini memancing rasa ingin tahu saya akan perspektif hidup dari agama Buddha.

Sebagai pribadi, saya selalu senang mempelajari perspektif agama lain dengan berinteraksi dan melebur di komunitasnya, dan karenanya saya cukup diterima oleh masyarakat yang saya tuju.

Saya pernah melebur diri dalam komunitas Muslim. Itu ketika saya kuliah di Kota Malang dan merasakan indahnya makna puasa. Begitupula ketika dua tahun saya habiskan untuk berada di dalam komunitas mayoritas beragama Katolik yang senandung bhineka-nya pernah saya tulis di platform tatkala.co ini.

Bukannya apa-apa, kendati ada beberapa tempat ibadahnya di sekitar tempat saya tinggal, namun saya belum pernah benar-benar berbaur dengan komunitasnya, bertemu pemuka agamanya, dan menggali esensi esensi ajarannya dari komunitasnya langsung.

Kembali ke Kota KhonKaen, Saya berkesempatan menemui para Bikkhu yang dihormati yang mau berbagi prinsip-prinsip Buddhisme kepada saya. Salah satunya adalah ajaran untuk hidup dalam saat ini.

Dalam Buddhisme, diajarkan bahwa masa kini adalah satu-satunya waktu yang benar-benar kita miliki. Kita diminta untuk tidak membiarkan pikiran terus berlarian ke masa depan atau terjebak dalam penyesalan masa lalu.

Awalnya, ini terasa seperti konsep yang sederhana, tetapi saat saya benar-benar mencobanya, baru saya sadari betapa sulitnya melepaskan kecemasan tentang apa yang akan terjadi esok hari atau rasa bersalah yang terkadang hinggap dari kejadian-kejadian di masa lalu.

Selain itu, sebuah pengalaman yang mengubah perspektif saya terjadi ketika saya diajak menuju sebuah provinsi bernama Loei, distrik terakhir perbatasan Thailand dengan Laos.

Di sana, di tengah gunung yang terselimuti kabut, saya tinggal di sebuah asrama Bikkhu, tempat yang seolah jauh dari hiruk-pikuk dunia luar. Hidup di lingkungan yang tenang dan dikelilingi oleh alam, tidak ada ponsel atau gangguan modern lainnya, dan setiap aktivitas sangat sederhana, mulai dari melayani para Bikkhu muda saat makan, meditasi, belajar, begitu seterusnya.

Momen itu tiba ketika seusai saya memberi pelayanan untuk persiapan sarapan pagi Bikkhu muda, saya pertama kali diajak berdoa sebelum makan. Di dalam doa Buddhis sebelum makan, saya menemukan sesuatu yang begitu berbeda, begitu jauh dari apa yang biasa saya lakukan.

Doa ini mengajak kita merenungkan alasan dan tujuan mengapa kita makan. Kita diingatkan untuk tidak makan hanya untuk kesenangan atau kepuasan semata, bukan untuk memabukkan diri atau memperindah tubuh, melainkan untuk menopang kehidupan secara sederhana.

Begitu dalamnya makna doa ini mengejutkan saya. Saya diingatkan untuk makan secukupnya, tidak berlebihan, hanya untuk menjaga tubuh ini tetap sehat dan kuat.

Doa ini mendorong kesadaran bahwa makan bukanlah semata-mata pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga bagian dari latihan spiritual, agar tubuh bisa bebas dari gangguan dan pikiran bisa tetap jernih.

Sungguh, pengalaman ini membuka mata saya akan bagaimana kita sering kali lupa pada esensi dari tindakan yang kita lakukan setiap hari.

Perjalanan saya di Thailand juga memperkenalkan saya pada norma kesopanan yang dalam dan sarat makna. Budaya Thailand memiliki etika yang begitu halus, terutama saat berada di tempat-tempat suci seperti kuil dan dalam interaksi dengan para Bikkhu.

Setiap gerakan, termasuk cara duduk, diatur dengan penuh rasa hormat dan ketenangan. Duduk di lantai kuil, misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati, lutut sedikit menekuk, dan kaki tidak menghadap langsung ke arah altar atau patung Buddha, karena dianggap kurang sopan.

Saat bercengkerama dengan Bikkhu, saya diajarkan untuk menjaga sikap, menundukkan pandangan sebagai bentuk penghormatan. Gestur-gestur kecil ini ternyata menyimpan arti mendalam tentang rasa hormat yang tidak sekadar ditunjukkan lewat kata-kata, tetapi juga lewat tindakan yang mencerminkan kesadaran dan penghargaan.

Salah satu momen yang menguatkan rasa kagum saya pada budaya Thailand adalah saat saya diundang mengikuti candlelight ceremony. Upacara ini, yang dilakukan pada malam hari di kuil, begitu syahdu dan menggetarkan hati.

Setiap peserta membawa lilin yang dinyalakan dan berjalan perlahan dalam diam mengelilingi kuil. Di bawah cahaya lilin yang temaram, langkah-langkah kami terasa seperti simbol penghormatan, bukan hanya kepada ajaran Buddha, tetapi juga kepada nilai-nilai kehidupan.

Malam itu, dalam kebersamaan yang penuh makna, saya merasa bagian dari sesuatu yang lebih besar, sebuah kesatuan rasa yang membawa kedamaian.

Melalui pengalaman-pengalaman ini, saya belajar bahwa kesopanan bukan hanya norma sosial, tetapi juga cermin dari rasa hormat yang mendalam terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Semua ini memperkaya pandangan saya akan kehidupan dan membuat saya semakin menghargai keberagaman yang ada di dunia. [T]

BACA artikel lain dari penulis MADE WAHYU MAHENDRA

Pandemi, Hukum Rta, dan Keimanan Saya
Kabar dari Flores# Tentang Saya, Godoh & Muku Ego
Kabar dari Flores# “Bersembunyi & Relaksasi” di Air Panas Alami Ae Sale
Tags: BuddhismeBudhacatatan perjalananThailand
Previous Post

Serunya Lomba Ngibing PSB Buleleng: Dari Gaya Merayu Cewek, Odong-odong, hingga Macan Tutul

Next Post

Tenun Tebusalah, Mengenang Sejarah Desa Ringdikit Lewat Motif Kain Tenun

Made Wahyu Mahendra

Made Wahyu Mahendra

Lahir di Negara, Bali. Alumni S1 Bahasa Inggris di Undiksha dan S2 Universitas Negeri Malang. Beberapa kali memenangkan lomba penulisan esai tingkat nasional

Next Post
Tenun Tebusalah, Mengenang Sejarah Desa Ringdikit Lewat Motif Kain Tenun

Tenun Tebusalah, Mengenang Sejarah Desa Ringdikit Lewat Motif Kain Tenun

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co