NI PUTU APRIANI dengan nama pena April Artison dikenal sebagai seorang monolog melahirkan sebuah kumpulan puisi berjudul Renjana yang diterbitkan oeh Pustaka Ekspresi, April 2023.
Secara tersirat, dalam puisi-puisi Artison mengungkapkan gemuruh hatinya tentang dirinya, tentang kehidupan sesama, tentang cinta pada seorang ibu, tentang Museum Gunarsa, tentang alam, tentang pencarian dirinya pada hakikat yang sejati, tentang jalan kematian, ada juga kritik pada kehidupan dalam puisi-puisinya. Kegelisahan kreatif terungkap dalam puisi-puisi April Artison.
Ada 65 puisi dalam kumpulan Renjana ini. Puisi-puisi April Artison kaya dengan metafora-metafora yang memperkuat puisinya hingga enak dirasakan dan memberikan ruang penghayatan yang lebih beragam.
Pertanyaan awal pada diri penulis, mengapa April Artison membuka kumpulan puisinya dengan Getir dan mengakhirinya dengan puisi Sebuah Nama. Apakah hidup mesti meninggalkan sebuah nama?
Apakah memang hidup ini dirasakan oleh April teramat getir? Dan mengakhirinya dengan sebuah nama? Atau April mengalami kegetiran atau melihat kegetiran dalam kehidupan?
Jika dicermati bait pertama dalam puisi Getir, tampaknya kegetiran jiwa dan hati April sudah teramat mendalam:
kususuri getir yang kekal dalam ingatan
marapalkan syair pilu
menutup bait silam
yang mengendap di sudut hati…
Perhatikan pilihan kata (diksi) yang digunakan April Artison: getir yang kekal, syair pilu, mengendap sudut hati, mengungkapkan kegetiran dalam hati seorang April Artison. Apakah Artison menyerah pada kegetiran?
Tentu saja tidak. Jawaban itu ada pada puisi kedua, Ketika Melihatmu dengan Mata Terpejam. April menemukan sebuah sinar yang menyinari hatinya. Ada tersirat kebahagiaan dalam pusi ini:
di taman surga
puisi adalah desahan menghanyutkan
suara alam menjelma kidung rindu
yang menenggelamkan
jauh ke dasar jiwa tak terbatas
sampai kaulupa segala…
Laut Pemberi Kebebasan Sejati
Bagaimana pandangan April tentang laut? Mari kita nikmati puisi Segara Beach (hlm. 5). Laut bagi April adalah tawa bahagia. Laut adalah kebebasan abadi. Laut adalah kemahakuasaan. Kita nikmati bait pertama, April merasakan kebahagiaan bersama laut karena ada saling sapa, berbagi cerita menyemai rindu, menyisir jejak.
Laut baginya adalah tempat berbagi berbagai rasa. Ini juga melukiskan betapa cintanya April pada laut: laut adalah tawa bahagia/di tengah gemuruh ombak saling menyapa/bertukar kabar dan berbagi cerita/menyisir jejak yang datang silih berganti…
Laut yang maha luas bagi April adalah kebebasan abadi. Kebebasan abadi ini boleh dikatakan harapan setiap yang hidup di semesta. Kebebasan abadi mendekatkan hati, jiwa dan pikiran pada pemilik ruh: laut adalah kebebasan abadi/selaksa jingga bukanlah langka/untuk jiwa mendampa rupawan semesta/apalagi dahaga mengenang masa lalu/di sana biru tak bertepi…
Di dalam perjalan ruh, ada segara tan patepi yang bisa dimaknai tidak ada batas, tidak ada sekat atau belenggu kehidupan sudah bisa dientaskan.
Laut dijaga Dewa Baruna, patutlah dijaga dan dirawat hingga bisa mengobati kegelapan hati. Laut memberikan obat bagi kehidupan: laut adalah kemahakuasaan/ketika Sang Baruna menjaga dengan setia/sesiapa bertelut ada-Nya/ia adalah tamba menyembuhkan/sungguh, laut dan senja/belenggu paling memabukkan…
Hadirnya larik terakhir menjadikan puisi ini kuat dan menarik /sungguh, laut dan senja/belenggu paling memabukkan/ dalam larik ini ada gambaran kehidupan menuju dan akan berakhir di laut.
Laut patut dirawat karena tubuh ini juga laut yang penuh dengan debur ombak dan gelumbang yang tidak bisa diterka datangnya. Laut juga menubuhkan rindu—baca puisi Batas Rindu (hlm. 7): Senja menggugurkan rindu pada gigil malam/tapi laut senantiasa menumbuhkan rindu… dalam puisi Rindu ini ada larik yang menarik. /aku mencarimu dari sepi ke sepi/…// ada kegelisahan seorang April untuk mencari yang Mahasepi.
Perempuan Perkasa-Perempuan Pengubah Nasib
April memuliakan perempuan dalam beberapa puisinya. Misalnya puisi Kepada Perempuan yang menggambarkan betapa mulianya seorang perempuan. Akan tetapi, puisi ini terasa kurang kuat. Terutama pada awal-awal larik pada setiap bait.
April menuliskan seperti ini:
wahai perempuan perkasa
wahai perempuan tangguh
wahai perempuan hebat
wahai perempuan kuat
Kata perkasa, tangguh, hebat maupun kuat bisa dihilangkan. Daya imaji pembaca akan lebih masuk. Padahal, dalam larik-larik di bawahnya sudah kuat dan membuka ruang imaji bagi pembaca.
Coba bandingkan jika diubah sedikit seperti ini:
wahai perempuan tetirah
pertiwi itu engkau
tak mengeluh seperti pilar
setia walau badai menerjang
Bait kedua misalnya seperti ini:
wahai perempuan
yang menjelma dari rimbunan sajak
mengaliri resah segala
bermuara di jantung harapan
takdir tajam menusuk waktu
meski mimpi-mimpi terserak di pelupuk mata
tapi kesetian itu purusha berdiri tegak
sang pradana menurut pada titah
Bait ketiga misalnya disulih sedikit:
wahai perempuan
pada mendung matamu
semburat keteduhan hati
ego tak keluar dari sarangnya
meski kata-kata menghujam jantung hati
kau bersewaka di jalan dharma/sebagai pradana sejati
Bait keempat coba seperti ini:
wahai perempuan
di batas waktu
yang diperas tangis
peluh di tubuh rebah di panggung gelisah
yang dititahkan
tanpa perlu segan
tanpa perlu enggan
bila waktu letih
tentu terbayarkan
Puisi Perempuan dan Seekor Anjing Kesayangannya (hlm.77) mengungkapkan kesertiaan seekor anjing kepada tuannya. Dua wujud yang berbeda, tetapi memiliki kesetiaan dalam tugasnya masing-masing.
Anjing setia pada tuannya. Tuannya sayang kepada anjing peliharaannya. Jalinan kasih sayang tidak dibatasi oleh wujud fisik dan kesetiaan lebih utama daripada wujud luarnya….dua wujud kita berbeda/aku menjadi kawan setia/berjalan memeluk hangat/ cahaya matahari….
Seorang perempuan yang sudah menjadi seorang ibu diungkapkan secara apik oleh Arpil Artison pada puisi Kelahiran (hlm.95). Ada pengulangan-pengulangan metafora sepotong siang di setiap awal baitnya. Bisa ditafsirkan bahwa peristiwa kelahiran si jabang bayi itu pada siang hari.
Jabang bayi lahir lebih cepat tujuh bulan dibandingkan dengan biasanya sembilan bulan: sepotong siang menghapus segala penantian/tujuh bulan saja cukup/ia ingin melihat dunia lebih cepat/ menuntaskan segala karma yang tersedat…
Ada beragam nama yang ingin disematkan, tetapi di balik itu ada kegundahan si ibu bayi yang merasakan kepiluan telah dipikulnya: segala pilu dunia telah dipikulnya/kurasakan api pertama/menyala pada kedua matanya…
Puisi perempuan yang sudah menjadi ibu diungkapkan dalam puisi Ibu Malaikat (hlm. 43) yang mengungkapkan pertemuan si aku lirik dengan seorang perempuan dengan sebutan Ibu Malaikat.
Puisi ini enak dibaca karena ada semacam dialog yang bisa dipentaskan atau dimonologkan hingga bisa dinikmati secara dramatik. Ada renungan diberikan oleh April Artison pada bait terakhir: menghadapi dunia yang penuh ilusi/cukup hanya dengan senyum/maka kau akan tahu cara melepaskan/menemui kebahagiaan murni…
Sajak untuk Ibu (hlm.50) mengungkapkan kekaguman pada seorang perempuan yang bernama ibu: Bu kau menanam benih tabah dan sabar/aku ingin memetiknya untuk kujadikan teladan/kaulah surga tempat segala kemuliaan/kaulah perempuan yang kupanggil IBU…
April memberikan penekanan pada kata IBU dengan menggunakan huruf kapital pada kata itu, bisa dimaknai ibu itu besar dan mulia. Jika puisi ini dipadatkan akan menjadi lebih kuat. Misalnya: Bu, kautanam benih ketabahan dan kesabaran/aku ingin memetiknya/kaulah surga segala kemuliaan/kaulah perempuan yang kupanggil IBU
Jika dibandingkan dengan puisi Medusa (hlm.67), puisi Medusa lebih berjiwa, beruh dibandingkan dengan puisi Kepada Perempuan. Puisi Medusa mengungkapkan seorang perempuan yang bisa mengubah jalan hidup seseorang.
Sajak ini terinspirasi dari kisah Yunani tentang perempuan cantik yang berambut ular. Setiap yang menatapnya berubah menjadi batu. April mengubahnya menjadi cukup kuat untuk mengisahkan bahwa seorang perempuan itu mestinya memiliki kekuatan yang bisa mengubah jalan hidup sesorang.
Larik terakhir menjadi menarik: mengubah pendeta menjadi pendosa berwajah iblis… tergambar kekuatan perempuan (Medusa) yang bisa mengubah orang suci menjadi berlumuran dosa dengan wajah yang menyeramkan.
April Artison dalam Renjana ini mengungkapkan gelora hatinya tentang kehidupan. Kehidupan itu membentangkan beragam problematika yang disikapinya secara puitis. Setiap perasaan yang membara di hati Artison diwujudkannya dalam larik-larik puisi.
Puisi-puisi Artison perlu dinikmati agar bisa merasakan bertapa kehidupan itu memberi ruang untuk merenungi kehidupan itu sendiri. Puisi Artison memperkaya ruang dialog di hati dan merasakan kehidupan dengan cara puisi.
Kumpulan puisi Renjana sebagai pencarian baru bagi seorang April Artison yang sebelumnya berkreativitas dalam monolog. Semoga anak kreatif ini melahirkan karya-karya kreatif lainnya.[T]