6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Monolog “Emak Gugat”: Sebuah Ekspresi Patologi Sosial

Yudi SetiawanbyYudi Setiawan
March 16, 2023
inUlas Pentas
Monolog “Emak Gugat”: Sebuah Ekspresi Patologi Sosial

Dody Yan Masfa saat mementaskan monolog "Emak Gugat" di Rumah Belajar Komunitas Mahima

MISTERIUS. Ia duduk diam menghadap ke barat di kursi itu tanpa memedulikan orang-orang yang datang. Sikapnya sunyi dan serius. Ia mengenakan pakaian perempuan (semacam daster) berwarna kuning dengan motif bunga-bunga dan sebuah senter elektrik besar yang digendongnya seperti bayi. Dan di kakinya itu, terpasang gelang kerincing yang mengingatkan saya dengan penari remong.

Malam itu, Dody Yan Masfa, lelaki sepuh itu, duduk mematung (bersikap misterius) sebelum mengawali pentas monolognya: Emak Gugat, di Rumah Belajar Komunitas Mahima di Jl. Pantai Indah III No.46 Singaraja, Bali, pada 15 Maret 2023.

Monolog Emak Gugat yang sudah dipentaskan sejak tahun 2015 itu, memilih Singaraja sebagai kota ke-29. Kata Dody, setelah dari Singaraja ia akan melanjutkan pementasan di Surabaya dan Solo.

Sebelum pementasan dimulai, penonton, termasuk saya, sempat bingung dan bertanya satu sama lain. “Apakah sudah mulai?” atau “Kapan mulainya?” —karena hampir setengah jam aktor sekaligus sutradara dari Teater Tobong Surabaya itu, masih belum beranjak dari tempat duduknya. Ia tetap diam seribu bahasa, mematung dan sunyi.

Setelah hampir 40 menit, akhirnya ia beranjak dari tempat duduk dan memulai pentasnya dengan terlebih dulu mematikan lampu depan Rumah Belajar Komunitas Mahima.

Ia menyalakan senter elektrik itu—yang disentrongkan ke wajahnya. Hening. Hanya terdengar gemerincing dari gelang kerincing kakinya saat ia mulai melangkah dan tiba-tiba…ia bersuara seperti orang meracau:

Orang-orang tidak pernah serius dengan kebaikan…

Tidak pernah serius dengan kebenaran…

Kita cuman main-main…

Memperolok zaman…

Memperburuknya dengan kemalasan dan kesombongan…

Ya, saya yakin, setelah Dody mengucapkan kata-kata di atas (kadang sayup-sayup seperti membaca mantra; kadang keras menghentak seperti orator di atas podium), artinya pertunjukan benar-benar sudah di mulai. Penonton tak lagi bingung.

Dody seperti orang keranjingan, menghampiri para penonton dengan tatapan yang aneh. Dan ia kembali bersuara (sekali lagi seperti orang meracau):

Jangan ketawa, Mak…

Jangan menagis, Mak…

Itu kesadaran fakultas…

Kesadaran faktur…

Kesadaran faksimili…

Kesadaran fuck you…

Hening. Ia berjalan menghampiri penonton. Berpindah-pindah. Ia kembali mengulang kata-katanya: Orang-orang tidak pernah serius dengan kebaikan// Tidak pernah serius dengan kebenaran//Kita cuman main-main//Memperolok zaman//Memperburuknya dengan kemalasan dan kesombongan…sambil terisak ia melanjutkan: Jangan ketawa, Mak//Jangan menagis, Mak//Itu kesadaran fakultas//Kesadaran faktur//Kesadaran faksimili//Kesadaran fuck you…

Narasi “orang-orang tidak pernah serius” sampai “kesadaran fuck you” terus diulang sampai pertunjukan selesai—karena memang hanya itu narasi monolognya. Orang-orang tidak pernah serius dengan kebaikan// Tidak pernah serius dengan kebenaran//Kita cuman main-main//Memperolok zaman//Memperburuknya dengan kemalasan dan kesombongan…

Pertunjukan yang berlangsung hampir limabelas menit itu cukup membuat saya tegang. Sebab, apa yang dipentaskan Dody memang benar-benar baru bagi saya.

(Di Singaraja saya pernah beberapa kali menonton teater. Misalnya, untuk menyebut beberapa, pementasan teater Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dari Komunitas Mahima dan Teater Bale Agung (yang dipentaskan di Taman Bung Karno) dan pementasan Orang Asing dari Teater Orok Udayana (yang dipentaskan di Rumah Belajar Komunitas Mahima).) Saya baru kali ini menonton pertunjukan monolog.

Sebuah Ekspresi Patologi Sosial

Setelah pementasan selesai, Kadek Sonia Piscayanti, tuan rumah sekaligus Founder Komunitas Mahima, mendadak menjadi pemandu diskusi. Penulis nahkah sekaligus sutradara “Otonan” itu menyampaikan bahwa pada tahun 1998, Dody pernah pentas di Singaraja, tepatnya di STKIP Singaraja.

“Jadi, Mas Dody ke Mahima juga karena ada ikatan sejarah. Dan penampilannya tadi  membawa warna baru di Komunitas Mahima,” katanya, sebelum meminta Dody Yan Masfa untuk membedah pementasan monolognya.

Dody menjelaskan, monolog Emak Gugat merupakan ruang kehadiran. Katanya, ruang kehadiran emak adalah lingkungan natural yang dikemas seminim mungkin dari kesan artifisial. Ia mengungkapkan bahwa naskah monolog Emak Gugat lahir dari masyarakat Indonesia yang mengalami patologi sosial.

“Emak Gugat lahir dari kegelisahan saya atas budaya meracau, manipulatif, kelainan seksual, dan sadisme yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Emak Gugat memang bercerita tentang seorang ‘emak’ yang sedang meracau atas segala masalah yang menimpa hidupnya seperti misalnya mahalnya pendidikan, dll,” jelas penulis naskah yang aktif berteater sejak tahun 1987 itu sambil terkekeh.

Menurut Dody, emak merupakan analogi dari batin yang gelisah, hadir buat mempertanyakan tentang banyaknya kesadaran yang hilang: kesadaran intelektual, berbudaya, bermasyarakat, kesadaran membangun peradaban. Emak merupakan personilitas yang gagap, namum memiliki hak jawab atas di mana keseriusan kebaikan, kesungguhan kebenaran, orang-orang kebanyakan dimanipulasi oleh kesadaran fakultatif, faktur, faksimili.

“Emak akan hadir dalam ruang dan waktu dengan tiba-tiba. Suaranya, gemerincing kakinya, unpatan dan amarah, tak jarang ratapan oleh sebab himpitan kepahitan terus menerus sepanjang zaman,” katanya.

Narasi dan Daya Ungkap Artistik Tubuh

Monolog yang dibawakan Dody semalam, juga membuat saya berpikir, bahwa untuk melakukan pementasan ternyata tidak harus mempersulit diri dengan biaya, panggung, dan tetek-bengeknya.

Saya memang tidak terlalu paham dunia teater. Tetapi, saya merasa bahwa naskah Emak Gugat, selain sebagai ekspresi patologi sosial, sepertinya juga menegaskan konsep teater Dody sendiri yang anti plot, anti alur, bahkan anti tokoh. Maka dalam pertunjukannya saya hanya melihat rangkaian situasi.

“Saya menganggap bahwa seni teater itu sama dengan melukis—yang bisa dilakukan sendiri,” kata Dody.

Seperti kata R Giryadi dalam Masalah Naskah Teater di Jawa Timur, pilihan penulisan naskah seperti ini memang cukup beralasan. Hal ini terkait dengan konsep teater Dody yang lebih mengedepankan narasi dan daya ungkap artistik tubuh, daripada mengatur plot, alur, dan perwatakan yang terstruktur sesuai dengan dramaturgi. Hal serupa bisa kita lihat pada naskah-naskah karya Brewok AS (Sanggar Suroboyo), Meimura (Teater Ragil), dan Julfikar M Yunus (Teater Jaguar).

Lebih lanjut Giryadi menjelaskan, fenomena tubuh dalam dunia teater di Jawa Timur sudah menggejala sejak tahun 1990-an. Teater telah mengubah teks naskah yang diperankan dari teks yang dibaca, menjadi teks yang dinyatakan. Teater mengubah pembaca, menjadi penonton, perubahan ini sangat radikal.

Menurut Giryadi, di Surabaya, Teater Api Indonesia (Bambang Ginting, alm) menjadi pintu masuk aliran teater tubuh, yang sebelumnya banyak dikenalkan oleh Teater SAE (Jakarta) dengan tokohnya Afrizal Malna dan Budi S Otong.

Dan terakhir, secara umum, banyak pelajaran yang bisa diambil dari monolog Emak Gugat. Misalnya, sebuah refleksi realita kehidupan yang tak selalu berjalan mulus. Atau, dari sebuah perjalanan hidup yang panjang ini, disadari atau tidak, sosok emak-lah yang benar-benar merasakan kegetiran. Ia harus survive sepanjang zaman di tengah persoalan-persoalan kehidupan—yang tidak pasti seperti ini.[T]

Jejak Teater Orok di Singaraja, Larut dalam Peran dan Kesan
Dunia Tak Selalu Hitam-Putih, Bisa Juga Hijau-Pink | Ulasan Pertunjukan Maas Theater en Dans di Indonesia
Monolog “Aku, Istri Munir”: Dari Ingatan Keluarga ke Ingatan Kolektif Bangsa
Teater Sebagai Produksi Memori | Dari Pertunjukan “Semalam Masa Silam Mengunjungiku” Teater Satu Lampung
Tags: aktor teatermemotret pentas teaterMonologTeater
Previous Post

Ibu-ibu di Buleleng Kini Bisa Masak Pakai Cabai dari Banyuwangi

Next Post

Shibiru dari Temanggung Siap Birukan Dunia

Yudi Setiawan

Yudi Setiawan

Kontributor tatkala.co

Next Post
Shibiru dari Temanggung Siap Birukan Dunia

Shibiru dari Temanggung Siap Birukan Dunia

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co