26 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Cerpen
Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]

Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]

Kutu-Kutu di Kepala Putu | Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati by Wulan Dewi Saraswati
February 13, 2021
in Cerpen

Hampir pukul empat dini hari, Putu belum bisa pulas. Jikalau matanya terpejam, rasa geli menyengat di beberapa bagian kulit kepala. Jemarinya terbiasa mengendalikan perasaan dan mencari-cari penyebab kegelisahan itu. Beberapa kali digaruk persis di bagian belakang telinga kanannya, bergesar ke bagian atas, kemudian menuju pusar rambut. Setelahnya, ibu jari dan telunjuk bekerjasama menarik helai rambut dari pangkal hingga ujung. Alhasil di telunjuknya terdampar telur kutu yang siap dipencet.

Muncul suara ‘kliiik’ tanda telur mengandung calon pengisap darah kulit kepala.

Bagi Putu menemukan telur kutu di setiap helai rambutnya adalah suatu prestasi. Bagaimana tidak? Ia merasa menjadi orang paling bersih, dan paling intuitif karena mengetahui letak persis telur kutu itu berada. Kadang jika tak tahan, sisir serit diambil untuk merontokkan kutu-kutu atau bakal kutu. Usai ritual itu, Putu merasa ringan bagai meluruhkan segala kecemasan. Kutu-kutu itu berjalan di helai rambutnya seperti persimpangan atau jalan tol. Mereka hilir mudik, pulang pergi dari kutub kepala utara hingga kutub pangkal. Mereka seperti sibuk menggiring Putu merasakan kecemasan.

Saat kutu-kutu bergerak dari sudut kulit kepala yang kanan ke rumpun rambut yang lebih gelap, mereka menyedot darah Putu. Sebelum tiga jemari mendarat di kulit kepalanya, Putu merasa geli menyengat. Rasa ini persis saat Ia bingung dan bimbang menanti kabar ayahnya yang merantau ke bukit timur menggali pasir. Saat itu Gunung Agung tengah erupsi. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya di kaki gunung harus mengungsi.  Ayah Putu tentu sempat mengungsi, namun tidak lama. Seminggu kemudian, ayahnya meninggal gagal jantung akibat syok. Pendapatan keluarga merosot sebab tak diperbolehkan bekerja di galian sampai erupsi mereda.

Selintas kenangan itu diingatnya kembali usai memencet telur kutu ‘kliiik’.

Sudah lewat dini hari, Putu masih menggaruk kulit pelipis dengan kukunya. Ia merasa ada beberapa kutu kecil sedang mengenal belantara kepala. Setiap perpindahan muncul rasa ngilu dan gatal berlebihan. Rasa ini mirip ketika dia gelisah dan merasa seluruh tubuhnya kaku ingin memberontak. Saat ibunya harus bersedia pensiun dini dengan kehendak sendiri. Pensiun dini di umur 50 adalah hal tanggung. Perusahaan tidak ingin memecatnya. Tidak ingin ada pesangon yang diturunkan. Perusahaan yang akan bangkrut itu, menjatuhkan harga diri karyawan di depan umum. Contoh, memasang berbagai peraturan yang tidak manusiawi, dan memaksa karyawan pensiun dini. Hal inilah yang membuat Putu merasa keadilan memang tidak tercipta untuk para buruh.

‘Kliik’ suara pencetan kesekian.

Keramaian-keramaian dan bising terdengar lalu-lalang. Putu berpikir, dirinya sudah tidak bisa lagi tidur nyenyak. Kutu-kutu di kepalanya sudah menyita waktu tidurnya. Beberapa kali Putu coba menjemur kasur, bantal, dan membersihkan ruang tidurnya. Tidak hanya itu, helm juga selalu dibersihkannya, namun tak membaik. Putu berpikir bahwa hal ini karena metode perawatan rambutnya. Pernah Putu mencoba berbagai obat rambut, hingga keramas biji cabai. Tetap tak membawa hasil. Putu pun pernah memangkas rambutnya, tak ada perubahan apa pun setelah tiga bulan memanjang.

Putu masih terbayang-bayang saat di bangku sekolah dasar. Teman-temannya tak ingin di dekatnya karena selalu melihat kutu-kutu yang berseliweran. Terlebih telur kutu yang ranum bagai bulir emas, siap menetas. Rasa dicemooh dan diasingkan itu terasa hingga kini. Ia berkesimpulan bahwa tidak ada yang mencintainya dan menerima keadaannya. Putu telah mengakali dengan banyak cara. Meski pernah mereda, kutu-kutu itu masih saja kembali. Sepertinya rambut Putu adalah magnet bagi para kutu.

‘Kliiik..kliik’ telur kembar dipencet lagi.

Rasa ketidakpercayaan ini dipendam dan diperam hingga berujung dentuman di dada. Gejolak-gejolak itu tidak bisa dibendung. Ia hanya melatih mulutnya agar tidak mengatakan atau memaki orang yang menjelekkannya. Namun di beberapa hal, Putu perlu bersuara. Saat itu, sekelompok pengurus desa mencari-cari kesalahan pada bangunan rumahnya. Putu dan ibunya disidang di hadapan bapak-bapak pengurus desa dan dipaksa membayar sejumlah denda.

Sebuah hal yang merendahkan juga memojokkan. Hanya karena membangun saluran air yang katanya tidak sesuai ketentuan lingkungan. Oh, tidak! Putu memutuskan untuk mengambil kelewang, arit, dan senapan. Ia kehilangan sikap melihat ketidakadilan yang berulang-ulang hadir.

Satu per satu didatangi, satu per satu Putu menjambak rambut dan memotong kepala mereka dengan senapan dan arit. Kumis, jenggot, dan jamban mereka pun terpotong.

Putu mendelik! Alisnya terangkat, bola matanya membelalak. Putu bangkit lekas.  Dengan terengah-engah di tempat tidurnya, “Ah, hanya mimpi!” gerutunya sambil menggaruk kepala dan muncul suara ‘kliiik’ memecah keheningan.

Tak sekadar bunga tidur rupanya. Esok hari, berita tersebar bahwa bapak-bapak pengemis pajak desa itu tidak memiliki rambut. Mereka kehilangan kumis, jengot, dan jamban. Hanya sinar lapang di kepala tanpa helai rambut yang tak mampu tumbuh di kemaluan sekalipun. Kini, tak ada lagi kewibawaan yang disombongkan. Pembalasan dendam yang sunyata. Dalam tidurnya, kutu-kutu di kepala Putu ternyata telah melancarkan pembalasan paling menggelikan.

Suatu ketika Putu mengeringkan rambutnya. Ia melihat kutu tersangkut di handuk. Kutu itu seperti ingin berkata bahwa Ia akan melindungi Putu. Namun Putu masih bingung pasca kejadian aneh di mimpinya. Setiap dalam mimpi, Ia bertarung, membunuh, atau dikejar pembenci. Kutu-kutu itu membentuk suatu barisan di sela-sela benang handuk. Barisan itu membentuk suatu aksara bali A yang berarti arah utara. “Apa yang perlu aku lakukan di utara?” gumamnya.

Tepat malam purnama, Putu memutuskan untuk melakukan pembersihan di pantai paling utara. Kelapa hijau dan bunga wangi dibawanya. “Akan aku lebur segala kegatalan kepala. Aku tanggalkan kekutu ini agar lepaslah kenangan yang cemas. Mohon, tunjukkan berkatmu, Hyang Baruna,” katanya sembari menenggelamkan diri di tengah pantai. Putu timbul-tenggelam di antara lekukan ombak. Di bawah bayang purnama, kutu-kutunya luruh bersama memori dendam, pedih, kecewa, dan trauma.

Usai putaran ketiga, Putu menepi ke bibir pantai mengeringkan badan dan meniriskan rambutnya. Ia tersenyum. Kepalanya sudah sepi dari kekutu. Tak berselang lama, seketika Putu membelalak. Rambutnya tak bisa disibak-sibak. Rambut Putu melengket. Dengan sekuat tenaga, Ia mencoba membuka ruas-ruas rambutnya. Nihil. Pisau dan benda tajam lain diambilnya segera. Namun, tak lantas mengurai rambut-rambut yang terlanjut mengusut dan saling menempel.

Putu melemas, tertunduk, bersimpuh “Hyang Baruna, inikah jawaban?” [T]

BACA CERPEN LAIN

Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]

Tags: Cerpen
Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Suka menulis, suka berteman. Kini sedang menikmati masa pacaran. Setelah tamat dari Undiksha Singaraja, kini magang jadi guru bahasa Indonesia untuk turis di Ubud

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Dewa Komang Yudi || Foto diolah dari sumber Facebook
Esai

Dewa Komang Yudi || Mengubah Lilin Menjadi Obor

Henry James, dalam buku Sungai yang Mengalir tulisan Paulo Coelho, mengibaratkan pengalaman sebagai semacam jaring laba-laba raksasa yang tergantung-gantung di ...

January 3, 2021
Esai

Ayo Beranak Empat

Selain diramaikan oleh kontroversi sistem zonasi pendidikan, satu hal lagi yang hangat menjadi bahan diskusi di ruang publik belakangan ini ...

July 2, 2019
Esai

Menyerap Bahasa Daerah, Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia

“Kami pemuda pemudi  Indonesia                 Menjunjung tinggi bahasa persatuan                 Bahasa Indonesia..”                 ( bait ketiga teks Sumpah Pemuda ) ...

November 15, 2019
Tanaman di pekarangan frumah
Esai

Kultur Menanam, Kultur Siapa?

Masa pandemi banyak memunculkan kesadaran baru bagi pemuda. Misalnya bagaimana berbagai sistem yang tadinya tampak digdaya ternyata begitu rapuh dan ...

February 21, 2021
Esai

Bulan, Menelitinya atau Mengaguminya, Keduanya adalah Ibadah

Gadis manis berkulit bersih itu, mengulangi ikatan rambutnya yang kecoklatan sebahu sebelum menghanturkan sembah. Kedua tangannya dicakupkan, terselip sepotong bunga ...

May 1, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Dedek Surya Mahadipa
Esai

Cerita-Cerita Biasa dan Tak Biasa Semasa Pandemi

by Dedek Surya Mahadipa
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1412) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In