22 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Warga Banjar Gelulung Sukawati Gianyar di Tukad Bembeng [Foto=foto Sukaya Sukawati]

Warga Banjar Gelulung Sukawati Gianyar di Tukad Bembeng [Foto=foto Sukaya Sukawati]

BEMBENG YANG NGEMBENG || Bagian pertama dari tiga tulisan

Nyoman Sukaya Sukawati by Nyoman Sukaya Sukawati
December 15, 2020
in Khas

PENGANTAR:

Tukad Bembeng di kawasan Banjar Gelulung, Sukawati, Gianyar, Bali merupakan salah satu sungai yang sudah puluhan tahun terlupakan. Sejak masuknya air PDAM ke desa tersebut pada tahun 1980 sungai ini seperti tidak lagi dibutuhkan, terkucil di halaman belakang  desa, tak tersentuh.  Hal itu membuat kondisinya sangat menyedihkan, kumuh, liar, rusak dan dangkal karena ditunggangi sampah yang meruah.  Namun, sejak beberapa bulan lalu muncul antusiasme dalam jiwa anak muda banjar ini.  Merasa sedih melihat kondisi sungai, mereka memutuskan untuk memperbaiki keadaan.  Di bawah koordinator I Putu Dwipayana yang juga Ketua Sekaa Taruna Dharma Sentana Banjar Gelulung, para pemuda yang tergabung dalam organisasi Gepala atau Gelulung Pecinta Alam mulai bergotong royong setiap hari Minggu, sekaligus mengisi waktu di tengah pandemi, untuk memulihkan kelestarian Tukad Bembeng (Redaksi).

Warga Banjar Gelulung, Sukawati Gianyar, gotong royong memulihkan kelestarian Tukad Bembeng

_____


INI sungai datang dari masa silam yang jauh dan jadi cerita abadi di hati orang-orang Gelulung, Sukawati. Tukad Bembeng. Nama yang indah meski seperti ada gema tenget menggaung di baliknya. Sebagaimana Gangga yang dianggap sakral oleh India, Bembeng itu tenget bagi orang Gelulung.

Bembeng adalah air kehidupan yang berhulu di Ubud, mengalir mengikuti kemiringan topografi dengan bentang sungai berliku sejauh beberapa kilometer, melewati desa-desa hingga berakhir di batas selatan Desa Sukawati.

Namun apa arti Bembeng dan dari mana pula nama unik ini?

Menurut kisah tak tenget, Bembeng berasal dari kata bengbeng. Bengbeng adalah verba yang maknanya menarik paksa dua sisi permukaan lubang sehingga lubang tersebut terbuka memanjang dan menganga. Gambarannya kira-kira seperti anda nguwegin mulut dengan menarik ke samping kedua ujung bibir secara bersamaan menggunakan jari. Anda bisa coba praktikkan ini sekarang sambil ngaca dan lihat bagaimana bentuk mulut anda yang weg karena dibengbeng.

Pada masa kuno, sungai ini konon hanya berupa daerah aliran sungai berupa celah alami semacam parit kecil yang memanjang dari ketinggian sebagai bagian hidrologi air hujan dan tidak bernama. Suatu ketika, parit ini berubah jadi sungai lantaran banjir hebat yang menerjang dari hulu.

Alkisah, suatu hari terjadi hujan hebat tak henti-henti di kawasan Ubud dan sekitar Kintamani. Dalam legenda, hujan blabar ini merupakan pertanda ada ratu ular yang berhasil menyelesaikan hibernasi tapanya berpuluh tahun dalam hutan di hulu sungai. Karena tapanya, konon ular tersebut naik tingkat jadi semacam makhluk halus yang akan baurekso sungai ini.

Hujan badai yang bertahan berhari-hari itu mendatangkan bencana banjir besar dan tanah longsor. Banjir tersebut membuat lapisan tanah, lumpur, pasir, babatuan di dasar kali tergerus dan tersapu air secara besar-besaran.

Tebing-tebing di kanan kirinya juga meledak, ambruk, ambrol secara serentak dan memanjang.

Peristiwa alam itu mengubah kali yang awalnya sempit menjadi sungai yang dalam, curam, berpalung-palung. Perubahan bentuk kali secara cepat itu diibaratkan seperti dibengbeng atau bahkan dicabik secara paksa oleh alam sehingga jadi alur sungai yang dalam dan panjang.

Inilah yg kemudian membuat orang menjulukinya dengan Tukad Bengbeng.

Karena mulut orang-orang merasa lebih nyaman mengucapkan bembeng daripada bengbeng, lama kelamaan nama Bengbeng pun berubah menjadi Bembeng sampai sekarang.

Ada juga yang menduga nama Tukad Bembeng itu berasal dari kata blembengan atau blengbengan. Blembengan adalah nama tempat ayam mengerami telur.

Tukad Bembeng yang asri


Tukad Bembeng yang sebagian besar terdiri  ceruk-ceruk pangkung yang bersembunyi di antara tebing, terkurung dalam bayangan rerimbunan pohon-pohon, diasosiasikan seperti blembengan.

Bagi masyarakat lokal, blembengan, tempat bertelur ayam itu adalah simbol harta atau kemakmuran karena terkait dengan perkembangbiakan hewan ternak (ayam) yang memiliki nilai ekonomi serta ketersediaan bahan pangan bagi keluarga yaitu telur ayam. Sementara sungai ini yang bentuknya berpangkung-pangkung diibaratkan blembengan penyedia kemakmuran. Itulah membuat masyarakat secara gugon tuwon menamainya Tukad Blembengan yang kemudian menjadi Bembeng.

Tapi ada yang meyakini Tukad Bembeng ini terbentuk karena letusan hebat Gunung Batur purba sekitar 29 ribu tahun lalu, dan letusan besar berikutnya 10 ribu tahun lalu, dimana kedua letusan tersebut sampai membuat sebagian besar tubuh gunung ini terpangkas hingga jadi kaldera seperti kita kenal saat ini. Jejak aliran lava dari letusan gunung itulah kemudian menjadi sungai Bembeng.

Palingsir Banjar Gelulung, Made Sarjana, menuturkan pada Prasasti Sukawati dari Abad 11, sungai ini disebut dengan nama Tukad Brembeng.

Apa itu Brembeng dan dari mana asal kata tersebut?  Made Sarjana menduga Brembeng berasal dari kata ngembeng. Ngembeng artinya genangan atau air menggenang. Karena sungai ini tidak berarus deras, terdiri banyak lubuk dan pangkung dengan kondisi air yang ngembeng atau menggenang maka disebut tukad ngembeng. Kata ngembeng itu jadi brembeng. Seiring waktu, brembeng berubah jadi bembeng seperti saat ini.

“Bahkan generasi sekarang mulai suka menyebut Bembeng dengan Mbeng saja. Kalau kebiasaan ini terus berlanjut, bisa jadi di masa datang sungai ini namanya jadi Tukad Mbeng,” kata Made Sarjana saat menemani anak-anak muda bergotong royong membersihkan Tukad Bembeng hari Minggu lalu.

Sedangkan seorang warga, Nyoman Wiastra mengatakan saat ini masih terus menggali ihwal Tukad Bembeng yang berkaitan dengan sejarah, nama, usia, dan lainnya dari berbagai cerita rakyat atau sumber lain untuk memperkaya pengetahuan tentang keberadaan sungai ini.

Menurut Wiastra, tiap desa kadang memiliki nama lokal untuk sungai ini. Ada yg menyebutnya Grubugan,  Empelan Bebek, Tukad Bisil, atau lainnya.

“Sampai saat ini Bembeng masih menyimpan sendiri misterinya. Banyak hal yang belum kita ketahui. Kami sedang mencoba melakukan sesuatu agar bisa mengenalnya dengan lebih lengkap.” ujar Wiastra.

Dalam waktu dekat, kata Wiastra, pihaknya bersama warga berencana mengadakan giat menyusuri tukad ini sampai ke hulu. Ini bagian dari program organisasi Gepala atau Gelulung Pecinta Alam untuk mengenal dan mengakrabi Bembeng secara lebih utuh, mulai dari hilir hingga hulu.

“Kami ingin melihat lingkungan alami dan kondisi Tukad Bembeng saat ini dengan mata kepala sendiri. Mungkin dari sana timbul inspirasi untuk konservasi dan pengembangan Bembeng ke depan.” kata Wiastra yang juga Ketua Koperasi Banjar Gelulung. [T]

SELANJUTNYA BACA:

  • BEMBENG, TAKSU YANG TENGET || Bagian kedua dari tiga tulisan
  • BEMBENG, DARI SIGAR KE TUKAD BANGKA || Bagian terakhir dari tiga tulisan

Nyoman Sukaya Sukawati

Nyoman Sukaya Sukawati

lahir 9 Februari 1960. Ia mulai aktif menulis puisi sejak 1980-an di rubrik sastra surat kabar Bali Post Minggu asuhan Umbu Landu Paranggi. Dia pernah bergiat di dunia kewartawanan. Pada 2007 bukunya berjudul Mencari Surga di Bom Bali diterbitkan berkat bantuan program Widya Pataka Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Bali bekerja sama dengan Arti Foundation, Denpasar.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Lukisan cerita rakyat Manik Angkeran. /Foto: Google
Opini

Menyintas Ganas Korupsi di Tahta Dewata

  LONTAR Pura Botoh merupakan salah satu nawalapatra yang memuat mitologi terbentuknya pulau Bali dan memendarkan pelita semangat antikorupsi di ...

February 2, 2018
Foto: Eka
Ulasan

Pameran TRIP – Jejak Perupa Muda di Medan Seni Rupa

PINTU besi itu terlihat mencolok. Pintu besi berkarat itu benar-benar menonjol. Saat memasuki galeri pameran Bentara Budaya Bali, pintu besi ...

February 2, 2018
Suamba (Śivamba) kuno dari tembaga. Tergolong unik dengan kakinya berjari empat, jari cicak, lambang Pengetahuan Suci, Hyang Saraswati, yang dimuliakan para pandita, bhujangga, rsi dan empu. (Foto: Sugi Lanus)
Esai

Śivamba – Catatan Harian Sugi Lanus

Śivamba (Foto: Sugi Lanus) Istilah Śivamba (lidah masyarakat umum menyebutnya 'Suamba'), wadah air suci di kalangan Pedanda di Bali untuk ...

September 3, 2019
Film Dua Garis Biru (dok. Starvision Plus)
Ulasan

Film “Dua Garis Biru”, Edukasi dalam Adaptasi

Ketika pertama kali menyaksikan trailer yang dibalut dengan lagu menyentuh berjudul Growing Up dari Daramuda, banyak orang yang mungkin akan ...

September 14, 2019
A.A.Panji Tisna [Foto: Ist]
Essay

A Tour to The Tomb of A.A. Panji Tisna

If you are Balinese people especially lives in Buleleng, I believe you know who is A.A.Panji Tisna. A. A. Pandji ...

March 7, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Foto : Dok. Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan
Acara

Lomba Tari Bali dan Lomba Busana | Festival Budaya XI Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan

by tatkala
January 20, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In