17 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini

Pemilihan Langsung Dari Perspektif Konflik

Made Gunawan by Made Gunawan
November 25, 2020
in Opini

“Piye Kabare, Penak Zamanku To….”, tulisan seperti ini biasa kita jumpai jika melintas di jalur protokol nasional, seperti jalur pantura atau jalur jawa – bali. Tulisan seperti ini biasanya terpampang besar-besar di pantat truk, atau tertempel kecil disudut mobil pribadi, menjadi hiburan tersendiri bagi pengendara baik mobil maupun motor. Biasanya disamping tulisan ini terpampang gambar presiden kedua RI, yakni presiden soeharto, yang tampak tersenyum sumringah, sambil melambaikan tangannya.

Salah satu penanda beda antara zaman “ dulu “ dengan zaman “ sekarang “ adalah rutinnya pemilihan langsung, dari pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah, anggota dewan perwakilan rakyat, hingga pemilihan presiden. Hajatan ini seperti serimonial rutin layaknya hari raya, penuh hiruk pikuk, pesta, namun juga diselingi konflik dan keributan.

Masyarakat sebagai institusi sosial tak pernah sepi dari konflik, layaknya bagian yang melekat dan tak terpisah. Jika zaman Soeharto konflik diminimalisir dan diredam, maka yang tampak dipermukaan hanya stabilitas dan ketenangan. Namun potensi konflik ketika itu tetap ada bersifat laten, yang akhirnya meledak, yang bukan saja menjungkalkan dirinya dari kekuasaanya, namun juga membangkitkan perubahan sosial yakni reformasi. Pada periode awal reformasi segala konflik yang dulunya bersifat laten, muncul kepermukaan. Maka masa lalu digugat, perombakan terjadi disegala bidang.

Dari sudut pandang sosiologi konflik tidak saja bermakna negatif yang bersifat merusak, namun juga bisa bermakna positif, yakni dapat memicu perubahan sosial dan konformitas yang baru. Konflik pada dasarnya berawal dari tidak meratanya distribusi kekuasaan, sumber materi atau kekayaan, dan status sosial atau prestise. Beberapa kelompok terlalu dominan dalam penguasaan sumber kekuasaan, sehingga memiliki kesempatan membentuk tatanan sosial yang diperlukan untuk mempertahan “status quo “ dan mengelaminir pihak-pihak yang menentang mereka.

Mengapa kita menyelenggarakan ritual konflik dan melembagakan konflik ini melelui institusi yang bernama pemilihan langsung?

Sebenarnya tujuan pelembagaan ini bagaimana kita bisa memanfaatkan potensi konflik yang bersifat positif, yakni bagaimana konflik bisa dijadikan sebagai sarana mekanisme perubahan sosial dan melakukan penyesuaian melalui berbagai konformitas, pendistribusian kembali kekuasaan dan wewenang.

Pihak-pihak yang bertarung dalam pemilihan umum akan mempertarungkan ide dan gagasan, mereka akan saling bantah dan saling tuding, lalu dari sana akan ditemukan suatu formula untuk perbaikan bersama. Seharusnya hanya kandidat yang mampu menemukan masalah sekaligus solusi yang memenangkan kontestasi itu. Pemenang diharapkan juga mampu meredam dan mendamaikan berbagai pihak yang berbeda dengan sebuah konformitas baru.

Namun hal seperti itu tak tampak menonjol saat ini, yang terjadi malah akumulasi sumber-sumber kekuasaan, melalui money politik, mobilitas aparatus Negara, dan politisasi undang-undang, termasuk penyebaran hoak dan penggiringan opini melalui akun-akun buzzer. Dengan kata lain, kekayaan digunakan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar, kekuasaan digunakan untuk kekuasaan yang lebih besar lagi atau bersifat akumulatif.

Sasaran dan tujuan pemilihan yang memicu konflik belum sepenuhnya terjadi, konflik masih terlihat bersifat negatif, belum menumbuhkan konflik yang bersifat positif dan membangun. Untuk mengatasi gap ini, pendidikan demokrasi sebaiknya sejak dini diperkenalkan pada generasi muda. Pelatihan kemampuan berorganisasi juga sudah selayaknya dikembangkan, bahkan di tingkat pendidikan dasar, bagaimana sebuah organisasi dikelola, bagaiman sebuah ide dikemukakan dan dikembangkan, dan bagaimana konformitas dilakukan terhadap pihak-pihak yang berbeda.

Demokrasi sejatinya adalah pengorganisasian, baik orang maupun ide dan gagasan. Tanpa kemampuan berorganisasi tampaknya perubahan sosial akan sulit terjadi. Dalam sejarah bangsa kekuatan rakyat dapat tumbuh melalui pengorganisasian elemen rakyat, melalui serikat-serikat, baik serikat buruh, petani maupun serikat yang bersifat modern seperti partai politik. Hal itu dapat dibentuk karena adanya kesadaran yang kuat dikalangan elemen bangsa, meskipun saat itu dalam suasana penuh tekanan akibat penjajahan yang membelenggu kebebasan rakyat.

Saat ini, di era kemerdekaan ini,  seharusnya elemen masyarakat lebih mampu dan bisa dibandingkan pendahulu kita dimasa penjajahan itu, apalagi didukung teknologi dan informasi yang nyaris tanpa batas. Menjadi menarik mengapa hal itu tak terjadi? Apakah ada kekuatan status quo yang beroperasi layaknya penjajah kolonial dulu? Mengapa keinginan kembali ke dalam suasana penuh tekanan bisa ada dan muncul, seperti kemunculan gambar dan kata-kata pak harto diatas? Apakah ini pertanda masyarakat tak mampu memanfaatkan kebebasanya, atau malah kebebasan yang didapat sekarang dirasa menyiksa hingga harus perlu kembali hidup dalam kendali dan pengawasan?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa menjadi panjang dan berlanjut, namun satu yang pasti; ada yang salah dengan kita.

Made Gunawan

Made Gunawan

Orang Negaroa, Jembrana Bali, aktivis jurnalisme warga yang menulis di berbagai media. Bisa ditemui di akun facebook bernama Gunawan Golokadas

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Ida Bagus Sena [lukisan by Vincent Chandra]
Esai

Gurat Memoar | “Aon” dan Kesemestaan Ida Ketut Bagus Sena

Salah satu di antara sedikitnya seniman muda Bali yang masih memegang erat pakem tradisi seni lukis itu adalah Ida Bagus ...

February 20, 2021
Foto koleksi penulis
Esai

Sakit Mata Obatnya Bunga Bintang – Pesan Alam untuk Cintai Lingkungan

SETIAP orang pasti pernah sakit, misalnya sakit mata (mata merah). Wabah sakit mata mudah menular ke orang-orang berbagai usia. Untuk ...

February 2, 2018
Ulasan

Kebudayaan Keluarga Bali dalam “Antologi Cerpen Belog” Menurut Kacamata Pendatang

Judul Buku                  : BELOGPenulis                         : TudekamatraPenerbit                       : Pustaka EkspresiISBN                           : 978-602-7610-26-2Jumlah Halaman         : iv + 80 ...

November 2, 2019
Secangkir teh dan pepes jaje leburan (foto: penulis)
Esai

“Jaja Leburan” dan Kenangan Yang Tak Lesap

Bahan-bahan  utama, masing-masing bercitarasa enak. Campur apa adanya,  aduk saja. Bungkus dengan daun kenangan masa lalu. Tersajilah senyum mereka yang ...

June 8, 2019
Ilustrasi diolah dari foto Mursal Buyung dan sumber Google
Puisi

Muhammad Husein Heikal# Don Quixote

. DON QUIXOTE don quixote de la macha, kestaria yang dilahirkan cawan-cawan imajinasi, tak menghindar dan dengan sepenuh hati ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In