DI Singaraja, Bali, pada hari-hari di ulan Ramadan—ketika umat Muslim menjalankan ibadah puasa—banyak orang membicarakan satu kue dengan nama yang unik. Janda Berhias.
Kue itu diicarakan, memang, tersebab oleh namanya. Bukan karena enak, atau gurih, atau lezat.
Padahal, sesungguhnya, kue itu kue biasa. Bahan utamanya tepung beras, dicampur santan. Lalu diolah dan dibentuk dengan pola gelas mini atau sebentuk ember minil. Di tengahnya juga diisi daging sapi atau ayam yang dipotong kecil-kecil—mirip seperti daging dalaem lemper.
Adonan tepung beras dan santan yang sudah diisi daging di dalamnya itu kemudian dikukus atau dibakar. Setelah matang, di atas kue itu ditaburi bawang goreng, seledri dan irisan lombok besar merah—barangkali untuk menambah keindahan pada kue untuk pembangkit selera sekaligus penambah rasa.
Harganya Rp 3.000 per biji. Atau sekitar-sekitar harga itu. Yang lebih kecil barangkali harganya Rp 2.000.
Kue ini memang langka. Tak banyak yang menjualnya pada hari-hari biasa. Kue ini dibicarakan pada hari-hari puasa, karena memang agak banyak yang menjualnya pada bulan Ramadan. Biasanya kue janda berhias ini berjejer dengan kue-kue lain yang dijual untuk buka puasa.
Pada bulan Ramadhan, pasar kaget bermunculan di kota tua Singaraja. Baik di Jalan Jeruk, Jalan Pattimura, Jalan Manggis, Jalan Salak, Jalan Hasanuddin dan di beberapa ruas jalan lainnya. Namun, pasar kaget di Jalan Jeruk biasanya tempat yang paling ramai dikunjungi orang, termasuk warga Bali yang ingin mencicipi kuliner-kuliner yang khas Ramadhan.
Di pasar kaget itulah ditemukan kue bernama janda berhias.
Salah seorang pembuat kue janda berhias, Abdur Razak alias Jajak, warga Kampung Kajanan Singaraja, menuturkan, sudah sejak lama membuat kue janda berhias.
Ia mengaku, di hari-hari biasa, sebenarnya ia juga membuat kue itu juga, yang biasanya ia titipkan di Warung Khodijah atau Warung Bik Juk, salah satu warung legendaris di kota Singaraja.
“Tapi (pada hari-hari biasanya) tidak sebanyak di bulan Ramadhan. Kalau di bulan Ramadhan, saya titip di beberapa warung atau stand penjual takjil,” katanya.
Menurut Jajak, di bulan Ramadhan ia biasanya menerima banyak pesanan atau orderan untuk pelengkap menu buka puasa bersama. “Alhamdulillah, rezeki Allah SWT yang ngatur,” paparnya.
Selain dijual untuk umum dititipkan di pasar kaget Ramadhan, ia juga banyak menerima orderan. Kalau yang dititipkan biasanya kalau ada sisa dikembalikan. “Alhamdulillah selama ini tidak pernah ada sisa atau dikembalikan,” tambah Jajak.
Ia mengatakan, dalam membuat kue ia selalu ingat pesan orangnya, yakni yang penting ada kejujuran. Bahan-bahannya atau proses pembuatannya. Jajak juga mengatakan, Laranta Bakery miliknya sudah memiliki sertifikat halal.
Kenapa dinamakan kue janda berhias? Jajak mengaku tidak tahu persis sejarahnya mengapa kue itu dinamakan janda berhias.
Tapi, kata dia, kalau joke atau guyonannya, dulu orang-orang tua ketika ingin makan kue selalu minta ke anaknya untuk dibelikan kue pada seorang janda.
Dari sanalah akhirnya kue-kue yang dijual oleh janda tersebut popular atau disebut kue janda berhias. Kata ‘berhias’ bisa jadi diambil dari kebiasaan sang janda jika berjualan kue selalu berhias.
Tapi apalah artinya sebuah nama, kata William Shakespeare. Apa pun namanya, jika kue itu enak, ya, pasti disukai. Jika tidak enak, meski namanya putri perawan atau perjaka tulen, pasti tak bakal disukai, meski namanya tetap diingat sebagai nama yang unik.
Ngomong-ngomong, apakah kue janda berhias ini enak? Ah, beli sendiri di Singaraja. Lalu, rasakan! [T]
Sumber Data: Balisharing.com
Repoter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: