TERDAPAT dua festival yang masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) 2025 yang diumumkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenkraf RI). Yakni, Lovina Festival dan Pemuteran Bay Festival. Pemuteran Bay Festival bahkan sudah empat kali masuk daftar KEN.
Lovina Festival sudah dibahas dalam artikel sebelumnya. (Baca: Fakta-fakta Unik tentang Lovina Festival yang Masuk dalam Karisma Event Nusantara 2025)
Mari kita bahas Pemuteran Bay Festival (PBF), dan apa-apa yang membuat festival itu masuk dalam daftar KEN 2025.
Meningkatkan Citra Pariwisata Desa Pemuteran di Bali Utara
PEMUTERAN Bay Festival (PBF)—juga dikenal sebagai Festival Teluk Pemuteran—merupakan acara tahunan yang diselenggarakan di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang memadukan kegiatan konservasi lingkungan di kawasan Teluk Pemuteran dengan pelestarian seni budaya setempat. Festival ini digelar sejak 2015 oleh Pregina Art & Showbiz dan segenap masyarakat Pemuteran. Sebagai festival yang dibuat untuk mempromosikan destinasi wisata, PBF bisa dibilang telah sukses karena sudah diakui oleh Wonderful Indonesia dan masuk agenda 7 Calendar of Event Charisma Nusantara.
Pengakuan tersebut merupakan salah satu parameter kesuksesan Pemuteran Bay Festival. Atas dasar transformasi (perubahan lingkungan dan daerahnya), keterlibatan masyarakat setempat, serta unsur kebudayaan yang terlibat di dalamnya, PBF memang layak mendapat penghargaan tersebut. Selain itu, parameter kesuksesan PBF juga bisa dilihat dari lancarnya aktivitas festival, banyaknya pengunjung (mencapai 5000 pengunjung per harinya), serta komentar baik yang datang dari pengunjung maupun semua pihak yang terlibat.

Pemuteran Bay Festival | Foto: Istimewa
Pemuteran Bay Festival digelar atas dasar dan kesadaran untuk mempercepat laju perekonomian dan menghidupkan potensi pariwisata Desa Pemuteran. Belakangan, disadari bahwa teluk mulai rusak akibat aktivitas warga yang belum bisa merawat terumbu karang atau ekosistem teluk secara umum. Oleh karena itu, festival ini bertujuan untuk meningkatkan citra, pariwisata, budaya, ekonomi, serta memperkenalkan potensi Desa Pemuteran sebagai salah satu objek wisata dengan skema pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan—ecotourism, kegiatan pariwisata yang mengutamakan aspek konservasi alam.
Dikutip dari Strategi Pregina Art & Showbiz Dibalik Kesuksesan Acara Pemuteran Bay Festival Tahun 2022 yang terbit di Melodious Journal Of Music, PBF memiliki visi “festival yang dapat mempromosikan pariwisata dan budaya (musik, kuliner, wisata alam) Desa Pemuteran”. Oleh sebab itu, misi dari Pemuteran Bay Festival ini adalah (1) memanfaatkan, mengembangkan, dan melestarikan tempat wisata juga wilayah Desa Pemuteran seperti teluk dan area terumbu karangnya; (2) memasarkan hasil kreasi seni dan budaya, juga seniman Bali terutama di sekitar Kabupaten Buleleng melalui festival; (3) memasarkan dan mengembangkan usaha-usaha yang ada di sekitar Desa Pemuteran dengan mengandalkan festival; (4) mengapresiasi tokoh serta pihak-pihak yang terlibat dalam pelestarian dan pengembangan Desa Pemuteran.
Konsep dan tema Pemuteran Bay Festival berbeda-beda setiap tahun. Pada tahun 2022, misalnya, PBF memacam tema “Empowering Bayu Sabda Idep” yang berarti membangkitkan tiga unsur di dalam tubuh manusia, yaitu tenaga, suara, napas, serta pikiran. Jadi, filosofinya adalah apa yang ada di dalam tubuh manusia, juga ada di alam semesta—dan manusia akan membangkitkatnya. Berdasarkan tema tersebut, lahirlah konsep (1) live performance yang mewakilkan suara; (2) kegiatan aktif salah satunya konservasi terumbu karang yang mewakilkan tenaga; (3) olahraga, juga workshop yang mewakilkan napas dan pikiran.
Pemuteran Bay Festival biasanya digelar di kawasan Tanjung Budaya Dalem, Desa Pemuteran. Lahan khusus ini disumbangkan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia kepada Pregina Art & Showbiz sebagai hibah karena sudah berhasil mengembangkan pariwisata Desa Pemuteran melalui PBF.
Melestarikan Lingkungan dan Kebudayaan
Sebagaimana telah disinggung di atas, Pemuteran Bay Festival menaungi segala bentuk seni budaya dan pelestarian lingkungan seperti pelestarian terumbu karang berbasis masyarakat dengan technology biorock; heritage culture Gebug Ende; beach art parade; lomba-lomba seni dan budaya; pameran produksi seni dan kerajinan dalam rangka meningkatkan kualitas pariwisata berbasis masyarakat, budaya, berwawasan lingkungan. Pemuteran Bay Festival mempersembahkan selebrasi budaya dengan semangat komunitas dengan berlandaskan ecotourism.
Pemuteran yang berlokasi di Buleleng bagian barat memang dikenal memiliki pesona wisata bahari dengan kawasan pantai dan sekaligus berdekatan dengan perbukitan—seperti Bukit Kursi, Beratan, dan Ser. Di Teluk Pemuteran terdapat kawasan terumbu karang dan menjadi lokasi transplantasi terumbu karang dengan teknologi aliran listrik arus searah metode biorock.
Koordinator Nasional Biorock Indonesia Prawita Tasya Karissa mengatakan, metode biorock sudah diterapkan di belasan lokasi di Indonesia, di antaranya di Kepulauan Seribu Jakarta, Maluku, dan Bali.
Upaya pelestarian terumbu karang di Desa Pemuteran dikelola masyarakat melalui Yayasan Karang Lestari Bali dan menjadi model rehabilitasi terumbu karang di Indonesia. Pelestarian terumbu karang di Teluk Pemuteran sudah diakui kalangan dunia dan mendapatkan sejumlah penghargaan, baik berskala nasional maupun internasional, di antaranya Equator Prize 2012 dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
- BACA JUGA:
Pelestarian terumbu karang—pun lingkungan secara umum—di Pemuteran terhubung dengan penyelenggaraan Pemuteran Bay Festival. Biasanya, pada momen ini sejumlah penyelam setempat akan melakukan kegiatan penyelaman dalam rangka perawatan atau memang kerangka besi tampat bertumbuhnya terumbu karang. Bahkan, pada PBF 2017, vokalis Slank Akhadi Wira Satriaji alias Kaka, turut menyelam dalam pemasangan kerangka fondasi dan patung Garuda. Kaka menyatakan kagum setelah melihat terumbu karang yang ada di Teluk Pemuteran.
Pada tahun 2023 Festival Teluk Pemuteran mengangkat tema “Bhakti Baruna”, memadukan keindahan alam—khususnya laut di kawasan Bali Utara—dengan upaya-upaya konservasi lingkungan dan pelestarian seni dan budaya. “Pemuteran Bay Festival ini bukan hanya festival, melainkan pengalaman tak terlupakan yang memadukan keindahan alam, kearifan lokal, dan semangat konservasi,” ujar Ketua Komite Pemuteran Bay Festival Agung Bagus Mantra, sebagaimana dilansir dari Antara.
Festival tersebut juga menampilkan berbagai garapan seni budaya dan potensi UMKM masyarakat setempat sebagai wujud keterlibatan dan pemberdayaan dalam pertumbuhan destinasi wisata yang berkelanjutan. Menurut Bagus Mantra, Pemuteran tidak hanya sekadar destinasi pariwisata, tetapi menjadi cermin komitmen masyarakat dalam menjaga lingkungan dan kebudayaan.
Kesenian seperti Gebug Ende nyaris tak pernah absen dalam setiap gelaran Festival Teluk Pemuteran. Gebug Ende berasal dari kata Gebug yang artinya menggebuk atau memukul (lawan) dan Ende yang berarti perisai atau tameng. Kesenian ini bisa kita sebut perang rotan. Sebuah warisan budaya leluhur yang bertahan sampai saat ini, di mana tradisi ini, dulu, digelar untuk memohon hujan pada musim kemarau. Gebug Ende biasanya digelar pada sasih kapat (kalender Hindu Bali) atau pada bulan Oktober-November.

Gebug Ende yang dipentaskan dalam Pemuteran Bay Festival | Foto: Istimewa
Gebug Ende diawali dengan sembahyang dengan berbagai banten atau sesaji, baru kemudian dilanjutkan dengan adu ketangkasan antara dua laki-laki. Kedua laki-laki tersebut akan saling serang menggunakan sebatang rotan dengan panjang 1,5 hingga 2 meter yang digunakan untuk memukul lawan dan perisai rotan bundar untuk menangkis serangan lawan. Selama Gebug Ende berlangsung, petarung akan diiringi dengan gamelan sehingga menambah ketegangan dan memacu adrenalin.
Pemuteran: Model Desa Wisata
Pemuteran merupakan sebuah model desa wisata di Bali yang dikembangkan dengan menerapkan konsep keberlanjutan ekowisata berbasis pada lokalitas. Selain itu, juga merupakan destinasi wisata dengan minat khusus. Tidak hanya mendongkrak kesejahteraan rakyat melalui pariwisata, desa ini juga aktif menerapkan upaya pelestarian lingkungan laut yang merupakan kekayaan mereka.
Pemuteran menjadi salah satu desa yang dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata melalui program Desa Wisata pada tahun 2009. Dukungan dari program itu, menurut Wawan Ode (panggilan akrab I Ketut Sutrawan Selamet), Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Pemuteran, antara lain digunakan untuk membangun fasilitas diving serta wisata air di sekitar desa tersebut.
Alam Pemuteran juga diakui sebagai salah satu dari 10 destinasi terbaik dunia. Atas dasar itu masyarakat memperoleh lapangan pekerjaan dan peluang usaha dengan swakelola sebagai sumber utama pemasukan masyarakat. Pemuteran menjadi Desa Wisata berbasis masyarakat dengan menggunakan role model social entrepreneur. Dan sampai hari ini, kawasan Desa Wisata Pemuteran sudah menerima 38 penghargaan, baik nasional maupun internasional.
Pemuteran hari ini jauh berbeda dengan Pemuteran 40 tahun lalu. Bahkan, pada tahun 2016, United Nation World Tourism Organization (UNWTO—Organisasi Pariwisata Dunia PBB—memberikan predikat juara kedua kepada Desa Pemuteran untuk kategori “Innovation in Non Govermental Organizations” dengan program “Coral Reef Reborn Pemuteran, Bali”. Suatu kemajuan yang patut diapresiasi.
Sementara itu, dalam membangun pariwisata Desa Pemuteran, Wan Ode menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan pendekatan budaya dan spiritual berdasarkan konsep Tri Hita Karana. Dari konsep inilah masyarakat Pemuteran bahu-membahu menjadikan Pemuteran seperti hari ini. “Tri Hita Karana itu kan perpaduan interaksi antara Tuhan, manusia, dan alam. Jadi, dalam pembangunan pariwisata, peran agama dan budaya juga sangat penting,” jelas Ode.
Atas dasar filosofi tersebut, dalam rangka menyelamatkan lingkungan di Desa Pemuteran masyarakat melakukan berbagai hal, seperti menjaga lingkungan dengan melakukan pembersihan dan penghijauan; menjaga dan melestarikan penyu serta adopsi baby coral; menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan; menjaga destinasi yang sudah ada dan merencanakan atau membuat destinasi baru; dan terus melakukan promosi agar pariwisata Pemuteran semakin dikenal, sehingga mampu mendatangkan wisatawan.
“Khusus untuk menjaga ekosistem laut tetap lestari, Desa Pemuteran membentuk Pecalang Laut Pemuteran—traditional marine patrol. Pada 2015, kami mulai membuat even tahunan yang dinamakan Pemuteran Bay Fest. Ini juga salah satu bentuk promosi kami,” beber Wan Ode suatu kali di restoran sederhana miliknya.
Wan Ode mengatakan, dalam membangun pariwisata, setidaknya ada empat pihak yang harus bekerja sama. Pertama, masyarakat; kedua, pemerintah; ketiga, penguasa sosial dan bisnis; dan keempat, ilmuan atau ahli. Keempat pihak tersebut jika bisa berkolaborasi dengan baik, maka kemajuan pariwisata tidak mustahil untuk diraih.
Dengan gerakan-gerakan yang telah dijelaskan di atas, kunjungan wisatawan ke Pemuteran mengalamai kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2019, sebelum Covid-19, menurut data yang dihimpun oleh Pokdarwis Pemuteran, terdapat 13.532 wisatawan yang berkunjung ke Desa Pemuteran. Dari data tersebut, wisatawan yang datang ke Pemuteran kebanyakan melakukan aktivitas seperti snorkeling-diving, temple tour, cooking class, hiking, yoga, purification, cycling, fishing, dance class, Balinese life’s experience, conservation, education, sampai menikmati sunset di Bukit Batu Kursi dan Bukit Ser.
Wan Ode bersama Pokdarwis Pemuteran selalu berusaha untuk terus mempromosikan tempat wisata yang ada di Desa Pemuteran. Salah satu hal yang dilakukannya adalah dengan membuat paket-paket trip pariwisata di Pemuteran. Selama ini, paket trip dinilai efektif dalam mengembangkan pariwisara di Pemuteran.
Dari semua pencapaian tersebut, menurut Ode, selain atas komitemen masyarakat Pemuteran, juga dikarenakan adanya teknologi digital seperti media sosial atau platform-platform digital lainnya. Pada saat Pandemi Covid-19 menjadi mimpi buruk bagi seluruh sektor industri, terutama pariwisata, perkembangan teknologi menjadi angin segar bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk bisa bertahan dan berkembang di tengah bencana tersebut.
“Kunci utama para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif bertahan di tengah pandemi adalah memiliki kemampuan adaptasi, inovasi, dan kolaborasi yang baik,” ucap Wan Ode sesaat setelah menyedot jus semangkanya. Ketiga kemampuan itu, sambungnya, sebenarnya sudah mulai diterapkan di Pemuteran melalui digital tourism.
- BACA JUGA:
Benar. Dalam hal distribusi, marketing, dan membangun citra pariwisata, peran media sosial menjadi sangat penting. Sejak adanya media sosial, proses distribusi pariwisata di Pemuteran menjadi lebih cepat dan efisien. Selain lebih mudah dalam menyebarkan informasi terkait potensi wisata, postingan-postingan positif dari wisatawan juga sangat berpengaruh dalam membangun citra di mata calon wisatawan. “Tapi juga sebaliknya, postingan-postingan negatif juga berpengaruh. Misalnya, ada tamu yang memosting sampah di pantai, itu juga memengaruhi citra,” jelas Ode.
Melalui akun media sosial pribadinya dan akun Pokdarwis Pemuteran, Wawan Ode tak pernah surut mempublikasikan, mendokumentasikan, dan menyebarkan potensi-potensi pariwisata Desa Pemuteran. “Selain menggunakan media sosial, setiap kali kami memiliki kesempatan untuk menghadiri undangan-undangan di kota maupun di luar kota, kami selalu mempromosikan Pemuteran,” imbuhnya.
Pada saat ditanya mengenai harapan terkait masa depan pariwisata di Desa Pemuteran, Wawan Ode menjawab, “Saya ingin Desa Pemuteran menjadi desa mandiri. Selama ini, kami tidak berani menarik tiket kepada wisatawan karena takut dianggap pungli. Akhirnya, desa tidak dapat PAD. Nah, dalam hal ini, saya berharap pemerintah hadir untuk membuat payung hukumnya, supaya kami memiliki pegangan kuat dalam membangun Pemuteran ke depan.” [T]
Reporter/Pengumpul Data: Tim Tatkala (Jas, Son, Rus, Ado)
Penulis: Jaswanto
Editior: Adnyana Ole
- bACA JUGA: