7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Imam Santoso, Pengacara Rakyat, Pembela Orang-Orang Terpinggirkan

JaswantobyJaswanto
February 24, 2025
inPersona
Imam Santoso, Pengacara Rakyat, Pembela Orang-Orang Terpinggirkan

Imam Santoso saat pengambilan sumpah advokat | Foto: Dok. Imam

“KEMARIN aku baru saja mendampingi petani di Mander untuk menuntut hak-haknya, Jas,” ujarnya kepada saya sesaat setelah ia mengisap dalam-dalam rokok putihan yang terselip di jarinya. Siang itu kami nongkrong di warung ala kafe di pinggiran tambang pabrik semen di perbatasan Sumberarum, Kerek. Saya datang telat. “Kasus dugaan penggelapan pupuk subsidi,” sambungnya, dengan gayanya yang khas, blak-blakan—seingat saya tak berubah dari dulu.

Kami seumuran, memang, tapi soal jam terbang di dunia profesional dan keberanian, jelas saya tertinggal jauh darinya. Bukan saja karena dia sudah menikah—dia sudah memiliki keluarga kecilnya sendiri—tapi juga soal idealisme, keberpihakannya terhadap kaum mustadh’afin (kelompok orang yang lemah, tertindas) yang ia lakukan tanpa pamrih, membuat pemuda tanggung macam saya ini semakin tahu diri. Banyak omong (tanpa aksi) soal penindasan, ketidakadilan di depannya sama saja dengan menggarami lautan. Ahmad Imam Santoso, namanya, teman saya semasa SMA, kini telah menjelma menjadi pengacara muda pembela orang-orang terpinggirkan—walaupun ia tak mau dianggap si paling idealis.

Pengacara adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jasa advokat berupa konsultasi, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (jasa hukum). Dan Imam paham betul soal ini.

“Itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawabku sebagai pengacara [manusia],” Imam menegaskan bahwa apa yang ia lakukan merupakan sebuah kewajiban profesi, tak lebih. Meski saya menganggap dia berkata seperti itu supaya tidak dianggap sebagai aksi heroik (kepahlawanan) yang perlu diglorifikasi.

Tetapi, mendengar perkataannya mengingatkan saya pada guru kemanusiaan terbesar abad ini, Abdul Sattar Edhi, saat mengenang langkah-langkah awalnya membuka toko obat kecil di samping rumahnya di Pakistan, yang menawarkan obat-obatan sederhana, berapa pun bayarannya. Edhi berkata, “Saya kira itu kewajiban saya sebagai manusia. Saya dapat pastikan bahwa pemerintahan kami [Pakistan] tidak akan mengurusi layanan-layanan sosial seperti itu.”

Imam lahir di Tuban, 7 Juli 1996. Ia belajar ilmu hukum konsentrasi hukum ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan melanjutkan magister hukum ekonomi di Universitas Indonesia. Ia menyelesaikan studi S1-nya pada tahun 2019 dan S2 tahun 2022 dengan nilai yang baik.

Imam Santoso dengan gaya nyentriknya | Foto: Dok. Imam

Saya tahu betul, Imam merupakan tipikal pemuda yang lahap membaca buku dan berdiskusi. Dan saya memang nyaman ngobrol dengan mereka yang memiliki minat membaca yang tinggi—dan mereka hampir semuanya mempunyai kelebihan di atas rata-rata; lebih bijak, wawasan luas, toleransi tinggi, kaya diksi, dan tentu memiliki persediaan rokok dan bubuk kopi melimpah.

Selama menambang ilmu di Jakarta, Imam aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat dan sering duduk melingkar bersama intelektual-intelektual pilih tanding di lingkungan UIN. Sebut saja sosok intelektual semacam Fahmi Muhammad Ahmadi, misalnya. “Dia mentor saya,” ujar Imam. Dari dunia bacaan, Imam bahkan terinspirasi dari kisah Raskolnikov—sosok rekaan penulis Rusia, Fyodor Dostoyevsky, dalam novel Kejahatan dan Hukuman.

Awal mula berkiprah menjadi pengacara di Tuban, yang notabene, katakanlah, “organik”—tanpa adanya relasi, mentor, dan modal pendukung lainnya—ia mengaku berjuang cukup keras untuk bisa beradaptasi dengan dunia per-advokat-an di Tuban. “Aku berangkat dari nol, Jas. Modalku hanya pengetahuan dan keberanian—pun mental yang kuat,” akunya, percaya diri.

Imam tak takut apa pun selama ia bekerja sesuai dengan prosedur yang benar. Sebagai seorang pengacara yang lahir dari rahim intelektual, jelas, segala tindakan-keputusan yang ia tempuh-ambil selalu berdasar pada prosedur-aturan hukum yang berlaku. Bahkan, pada banyak kasus ia pernah dicap sebagai pengacara yang terlalu prosedural.

“Itu prinsipku. Aku bekerja sesuai aturan hukum; aku tidak bisa—dan tidak mau—disetir oleh siapa pun,” tegasnya. Ia mengatakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh.

Namun, meski bekerja sesuai prosedur, dalam situasi tertentu, ia tetap menggunakan nurani. Di situlah kadang ia merasa dilema. Di satu sisi ingin mengungkap kebenaran—dan memperjuangkannya; tapi di sisi lain tak jarang nuraninya mengarahkannya pada permakluman-permakluman. Tetapi, bukankah di situlah letak manusiawinya?

Imam, tentu saja, bukan seorang suci atau nabi atau pahlawan yang berdiri pada satu posisi, lalu fight secara total—seperti seniornya, Munir. Ia memilih menjadi manusia biasa, seperti kata budayawan Prie GS, “Kepada kita tak dibebankan kualitas seorang suci”, maka “mari kembali pada kewajaran hidup”. Dan dalam kasus tertentu, Imam melakukannya. Ia memilih menjadi pribadi “sehari-hari”.

Imam Santoso saat mendampingi petani di Desa Mander | Foto: Dok. Imam

Sampai di sini, kita tahu, selain banyak mengandung risiko, profesi advokat juga dekat dengan godaan yang menggoyahkan. Jual beli pasal (konstitusi), suap-menyuap, sogok-menyogok, manipulasi, konspirasi, bias kepentingan, dll, adalah keniscayaan yang harus Imam hadapi. Tak jarang ia dihadapkan dengan tawaran-tawaran menggiurkan. Tapi Imam tak meresponnya. Ia tak pernah mengambil apa yang tidak menjadi haknya. Ini prinsip yang langka di dunia yang semakin materialistik.

“Kaya itu ada waktunya, Jas—itu given,” katanya, bijak, seperti nasihat seorang santo kepada murid-muridnya. Oh, dalam namanya memang mengandung kata “santo”.

Pada era 50an-70an, hidup seorang advokat yang memiliki predikat sebagai minoritas tiga lapis: seorang Cina, seorang Kristen, dan seorang yang jujur sekaligus berani di Indonesia. Namanya Yap Thiam Hien (1913-1989), pengacara yang membenci penindasan dan kesewenang-wenangan. Meskipun keteguhan hati Yap adalah hal yang sulit diimitasi, tetap saja seorang advokat harus berusaha menunjukkan ketegasannya dalam memperjuangkan kebenaran, bahkan ketika berhadapan dengan oposisi besar dan risiko pribadi yang tinggi sekalipun. Dan Imam tahu itu.

Menjadi Pengacara Rakyat

Pada 2024, Imam resmi mendirikan lembaga bantuan hukum advokasi-nya sendiri di Tuban. Namanya Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Bintang Kejora. Dengan LBH ini, sudah banyak warga rentan yang ia bantu.

“Aku membuat LBH ini untuk membantu para petani, orang-orang kecil yang diperlakukan semena-menena di depan hukum dan aparat, dan orang-orang ‘lemah’ lainnya—dan semua itu gratis,” Imam menegaskan garis perjuangannya. Untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarga kecilnya di pelosok desa di Kecamatan Kerek sana, Imam dapat dari sebuah firma hukum di Jakarta—hasil dari pendampingan kasus-kasus besar macam pailit, dll. “Aku punya bos di Jakarta,” katanya, enteng saja.

Saya percaya ia tidak sedang membual. Ceritanya soal ketidakadilan jatah pupuk subsidi petani di Desa Mander, Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban, kemarin, misalnya, jelas bukan omong kosong.

Ia bercerita, di Mander ada seorang petani yang bertahun-tahun tak mendapat pupuk subsidi—yang sudah menjadi haknya. Maka melaporlah petani tersebut ke rumahnya. (Mengingat, profesinya sebagai “pengacara gratisan” (pro bono) telah menyebar ke seantero Tuban, khususnya di kawasan tempat tinggalnya di Desa Gemulung, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.)

Sebagai pengacara muda, mendapat laporan semacam itu membuatnya terpacu, segera ia menawarkan diri untuk mendampingi kasus tersebut. Bersama petani itu, menggugatlah ia ke polisi atas tuduhan penggelapan pupuk subsidi.

Syahdan, polemik petani versus kios pupuk subdisi di Mander mencuat ke publik. Banyak media memberitakannya. Distributor pupuk subsidi dari Surabaya sampai turun tangan. Bahkan, pada Selasa (18/2/2025) siang, distributor itu menggelar mediasi di Balai Desa Mander yang dihadiri Forkompimcam, PPL/pendamping desa, dan perwakilan petani setempat. Pada ending cerita, sebagai pengacara, ia puas sebab petani yang didampinginnya kembali mendapat haknya. “Korupsi, pungli, ada di mana-mana. Tak hanya di Jakarta, tapi juga di desa-desa di sekitar kita,” ujar Imam kemudian.

Ya, kita tahu, masalah Indonesia, termasuk dunia peradilan, sudah terlalu berurat akar. Ibarat kanker, sel-sel perusaknya sudah menjalar hingga ke setiap inci organ tubuh. Parahnya, banyak sinyalmen dalam masyarakat tentang dunia peradilan yang telah terjerat oleh jaringan penyimpangan dan manipulasi hukum yang terorganisasi—memimjam bahasa Nurcholis Madjid—“semacam organized crime”. Sehingga, seolah-olah, negara hukum (rechtsstaat) yang dicita-citakan para pendiri negara berubah menjadi negara kekuasaan (machtsstaat).

Siang itu, Imam tak hanya bercerita soal petani Mander. Ia juga mengisahkan kepada saya kasus tukang becak di Desa Sumurgung, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, yang diperlakukan semena-mena oleh polisi. Kisahnya, tukang becak itu tertangkap basah sedang mencuri besi penutup drainase milik Pemkab Tuban. Ia benar mencuri, memang, tapi hanya tiga besi. Sedangkan oknum polisi memaksanya mengakui pencurian besi yang jumlahnya ratusan. Imam pasang badan, membela tukang becak yang menjadi korban kebrutalan aparat. Sebuah ironi di Dunia Ketiga.

“Dia memang salah karena mencuri. Tapi dia tetap tak bisa dihukum melebihi apa yang ia perbuat,” Imam menjelaskan. Saya seperti mendapat penyuluhan peradilan. Dan saya paham, Imam membela tersangka, atau pencuri seperti ini, tidak berarti dia membela perbuatannya, tapi ikut dalam proses mengadili seseorang secara fair.

Pertengahan 2024, Imam mengajukan gugatan atas pengangkatan Kasatreskrim Polres Tuban. Ia menganggap pengangkatan tersebut tidak sah menurut hukum, sehingga segala kebijakan administratif, keuangan, dan tata kerja yang dilakukan oleh Kasatreskrim Polres Tuban dianggap batal. Tapi saya tak bertanya lebih dalam mengenai hal ini.

Mendengar cerita Imam yang heroik, mengingatkan saya pada tokoh dalam film-film Tamil di India Selatan. Dalam Jai Bhim (2021) karya T. J. Gnanavel, misalnya, Anda akan melihat bagaimana advokat macam Chandru adalah sosok idaman di tengah ketidakberdayaan rakyat kecil di depan hukum dan aparat. Sebagaimana Chandru, Imam tak merasa takut melawan ketidakadilan, kekerasan negara, bias kasta (kaya-miskin), dan kebrutalan polisi. Tak banyak advokat seperti Imam di Tuban, apalagi yang memilih hidup di desa terpencil seperti Gemulung.

Imam adalah angry young man (muda, menggambarkan perjuangan kelas/masyarakat tertindas) dalam film India tahun ‘70-an hingga pertengahan ‘90-an. Dia pemuda yang “muak” dengan ketidakbecusan birokrasi—dari tingkat desa sampai pusat—dan aparat-penegak hukum dalam menjalankan tanggung jawabnya. Dan ia merasa perlu menemani, menjadi pendamping—bahkan Sinterklas bagi petani di Mader dan tukang becak di Sumurgung yang kecil—rakyat akar rumput (kelompok yang rentan) sebagaimana yang pernah dilakukan para pendahulunya (advokat-advokat rakyat Indonesia yang tercatat dalam sejarah). Jika agak berlebihan, Imam bisa kita sebut sebagai “penyambung lidah rakyat”.

Bantuan Hukum Adalah Hak

Apa yang dilakukan Imam jelas memiliki kedudukan penting dalam setiap peradilan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bantuan hukum—seperti yang dilakukan Imam—mempunyai tujuan yang terarah pada bermacam-macam kategori sosial, yaitu (1) menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan; (2) mewujudkan hak konstitusional setiap warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di mata hukum; (3) menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata; dan (4) mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Imam Santoso berada di tengah-tengah forum mediasi kasus dugaan penggelapan pupuk bersubsidi di Desa Mander | Foto: Dok. Imam

Pemberian bantuan hukum sudah seharusnya diberikan kepada semua orang tanpa membedakan status sosialnya. Hal tersebut adalah keniscayaan negara hukum (rechtsstaat) di mana negara mengakui dan melindungi hak asasi setiap individu. Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”—walaupun pada kenyataannya masih banyak warga akar rumput (petani, nelayan, buruh) yang kelojotan setiap kali berurusan dengan hukum. Sampai istilah “hukum tajam ke bawah tumpul ke atas” sudah menjadi hal yang biasa.

Selama ini, kaum miskin selalu kesulitan mengakses keadilan (access to justice), terutama bagi mereka yang sedang berhadapan atau bermasalah dengan hukum. Padahal, sebagaimana telah disampaikan di atas, setiap orang berhak mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.

Secara umum, bantuan hukum bisa diartikan sebagai pemberian jasa hukum kepada orang yang tidak mampu, biasanya diukur secara ekonomi. Ini juga bisa diartikan, penyediaan bantuan pendanaan bagi orang yang tidak mampu membayar biaya proses hukum. Karena bantuan hukum itu melekat sebagai sebuah hak, maka ada dua esensi dari bantuan hukum, yakni rights to legal representation dan access to justice.

The rights to legal representation bermakna hak seseorang untuk diwakili atau didampingi oleh advokat selama peradilan. Access to justice berdimensi lebih luas lagi, tidak hanya diartikan sebagai pemenuhan akses seseorang terhadap pengadilan atau legal representation, pun harus memberikan jaminan bahwa hukum dan hasil akhirnya layak—dan berkeadilan.

Mengenai access to justice di Indonesia, nama Adnan Buyung Nasution adalah legenda. Pikiran-pikiran dan penghormatannya terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi fakir miskin dan orang tidak berdaya, selalu konsisten. Buyung Nasution pernah menyatakan bahwa keadilan erat kaitannya dengan hak asasi manusia. Dan keadilan itu hanya bisa diperoleh jika ada fair trial, yaitu hak untuk diadili oleh pengadilan yang kompeten, jujur, dan terbuka. Namun, kenyataanya, fair trial di Indonesia masih jauh panggang dari api, belum sepenuhnya bisa dijalankan, khususnya bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan terpinggirkan.

Sampai di sini, sebagai lembaga bantuan hukum advokasi, Bintang Kejora yang didirikan Imam jelas bukan sekadar untuk kepentingan social self. Lebih dari itu, sebagaimana pikiran Adnan Buyung Nasution, bahwa bantuan hukum tak lagi sekadar amal atau charity, melainkan tanggung jawab moral orang-orang yang mengerti hukum dan mesti diberikan sebaik-baiknya kepada setiap warga negara, terutama masyarakat miskin dan tak mampu—mereka yang jadi korban dari kepentingan ekonomi, sosial, politik, serta mereka yang hak asasinya direbut.

Ya, pada akhirnya, jika Anda di Tuban dan merasa tak mendapat keadilan sama sekali, telpon saja Imam! Bukan begitu, Mam?[T]

Reporter/Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA
Diki Wahyudi | Sarjana Hukum Undiksha Sukses dengan “Tiktok Sarjana Hukum” untuk Indonesia
Teguh Fatchur Rozi dan Belajar Sejarah di Luar Sekolah
Hikayat Kapas di Tuban dan Perempuan Tua yang Memintalnya
Haulu dan Kisah Pilu Para Perajin Perahu Kayu dari Pulau Poteran
Tags: advokatJawa TimurKabupaten TubanpengacaraTuban
Previous Post

Nadi Campuhan: Sebuah Tarpana Kelangon

Next Post

Dengan Rasa Haru, Kumiko Sensei Meninggalkan SMAN 2 Kuta

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Dengan Rasa Haru, Kumiko Sensei Meninggalkan SMAN 2 Kuta 

Dengan Rasa Haru, Kumiko Sensei Meninggalkan SMAN 2 Kuta

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Wayang Kulit Style Bebadungan, Dari Gaya Hingga Gema

by I Gusti Made Darma Putra
June 7, 2025
0
Ketiadaan Wayang Legendaris di Pesta Kesenian Bali: Sebuah Kekosongan dalam Pelestarian Budaya

JIKA kita hendak menelusuri jejak wayang kulit style Bebadungan, maka langkah pertama yang perlu ditempuh bukanlah dengan menanyakan kapan pertama...

Read more

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

by Asep Kurnia
June 7, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

PENJELASAN serta uraian yang penulis paparkan di beberapa tulisan terdahulu cukup untuk menarik beberapa kesimpulan bahwa sebenarnya di kesukuan Baduy...

Read more

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

by I Wayan Yudana
June 7, 2025
0
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025

AWALNYA, niat saya datang ke Ubud Food Festival 2025 sederhana saja, yaitu bertemu teman-teman lama yangsaya tahu akan ada di...

by Julio Saputra
June 7, 2025
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co