SEBUAH bus pariwisata berhenti di depan Klenteng Ling Gwan Kiong Singaraja, Bali. Klenteng itu ada di areal Pelabuhan Tua, di sudut kota Singaraja, Buleleng.
Itu Selasa, 28 Januari 2025, sehari menjelang Hari Raya Imlek. Seorang pemandu mengangkat nomor rombongan. Para pengunjung dari mancanegara itu keluar dari dalam mobil, dan bergegas mengikuti si pemandu yang mengacungkan nomor itu. Lampion-lampion berwarna merah bergantungan di klenteng itu menyambut mereka.
Selain warga lokal yang akan melakukan sembahyang dan sedang bekerja mempersiapkan Perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili padal malam harinya. Ada banyak pengunjung mancanegara masuk ke klenteng itu. Mereka melakukan swafoto, mengabadikan momen perayaan itu di sana.
“Perayaan untuk tahun ini tidak terlalu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terkecuali saat Covid-19,” kata Wibie Simulya, ketua panitia.
Melihat-lihat arsitektur dengan gaya Chinese itu, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung asing. Sementara di tempat yang lain, Dewi—atau biasa dipanggil Cece, bersama beberapa ibu lainnya tampak sibuk menyiapkan tempat makan tamu di sebuah meja. Sedang para bapak, memanjat tangga dan tembok pembatas para menyiapkan yang lain.
Cece Dewi | Foto: tatkala.co/Son
Perayaan Imlek digelar Selasa malam, kata Dewi. Siapa saja boleh datang untuk menonton barongsai, dan menantikan balon-balon diterbangkan bersamaan dengan kembang api. Menarik.
“Imlek di tahun ini, semoga rezeki, kesehatan, dan jodoh didekatkan,” kata Ce Dewi.
Seperti di tahun lalu, harapan dan doa masih disematkan sama oleh Ce Dewi. Di sela harapan, tampak ia masih setia dengan gelas kaca di tangannya tambah kinclong, juga piring dan sendok. Ia sudah biasa bantu-bantu setiap tahunnya. Dan setiap tahunnya, perayaan ini akan digelar sederhana, tapi bukan berarti tidak meriah.
“Setiap tahun rasanya meriah walaupun dengan pola yang sama dan sederhana. Umat masih banyak yang datang untuk sembahyang,” kata Ming Shan, pengurus Klenteng.
Persiapan Imlek di Klenteng Ling Gwan Kiong Singaraja, Bali | Foto: tatkala.co/Son
Klenteng itu sedang mengalami renovasi, terutama di ruang utama singgasana dewa, atau tempat sembahyang para jemaat Tionghoa. Sebab itulah ruang sembahyang digeser ke ruang tempat para pengurus biasa melakukan rapat.
Tampak ruang sementara itu sudah bersih, bau dupa menguar suci. Saat perayaan Imlek, pagi hari merupakan waktu sembahyang di rumah para jemaat untuk leluhurnya masing-masing. Kemudian bagaimana siang para keluarga melakukan sembahyang bersama, dan pada malam jam 18.00 dilaksanakan sembahyang bersama umat yang lain, bersamaan.
Koh Handi Sucita, di sela senggang hari libur sebagai seorang dokter gigi, ia memboyong keluarga melakukan persembahyangan di Klenteng itu menjelang sore. Berbicara harapan, katanya. Semoga baik rezeki dan diberikan kesehatan yang bagus untuk menghadapi hari.
Persiapan Imlek di Klenteng Ling Gwan Kiong Singaraja, Bali | Foto: tatkala.co/Son
Wisatawan swafoto di depan Klenteng | Foto: tatkala.co/Son
Dalam kalender Tionghoa 2576 Kongzili, Imlek tahun ini merupakan ramalan Ular Kayu. Menurut budayawan Tionghoa, Jeremi Huang Wijaya—ular melambangkan kelicikan yang beracun. Sementara Kayu melambangkan mudah rapuh atau mudah tumbang serta rentan terhadap air.
“Tahun ini berpotensi terjadi bencana seperti banjir, angin kencang, kemarau panjang, gempa dan wabah,” kata Jeremi, budayawan Tionghoa asal Cirebon seperti dinukil dari harian Kompas. Lantas ia berharap, semoga semua hal menjadi baik-baik saja.
Menanggapi hal itu—bagaimana kelicikan ular atau sebuah ramalan tidak baik—Koh Hadi penuh mawas diri menghadapi tahun ini dengan—akan meningkatkan etos kerjanya dan lebih merayakan Imlek ini dengan lebih intim bersama keluarga, salah satunya berlibur selain berbagi rezeki dengan sesama melalui budaya bagi angpao khas umat Tionghoa.
Koh Handi dan istri menancapkan dupa usai sembahyang | Foto: tatkala.co/Son
“Saya memaknai Imlek itu yang seperti kebanyakan orang, yah, yaitu berkumpul dengan keluarga. Terus, bagaimana meningkatkan semangat kerja, ya, kira-kira seprti itulah,” kata Koh Handi sebelum akan melakukan sembahyang.
Malam, sekitar jam 20.00 WITA di Klenteng itu ada pementasan barongsai, dan jam 00.00 ada pelepasan balon—yang disusul dengan penyalaan kembang api ke udara. Selamat merayakan Imlek. [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole