17 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Guyon dan Relasi Kuasa dalam Pergaulan: Antara Keakraban dan Penghinaan

Kim Al Ghozali AMbyKim Al Ghozali AM
December 4, 2024
inEsai
Guyon dan Relasi Kuasa dalam Pergaulan: Antara Keakraban dan Penghinaan

Ilustrasi tatkala.co | Rusdy | Diolah dari Canva

DALAM pergaulan sehari-hari, terutama di kalangan wong embongan, guyon dengan memakai kata-kata kasar sering kali menjadi ekspresi keakraban yang dianggap wajar. Memanggil teman dengan sebutan seperti “blok/goblok,” “asu,” “babi,” “cuk/jancuk,” atau bahkan “setan” (dan sederet nama turunannya) tidak dimaksudkan sebagai penghinaan. Sebaliknya, ia menjadi semacam kode sosial, tanda bahwa hubungan di antara mereka cukup dekat untuk berbagi guyon tanpa memicu sakit hati.

Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa, dalam konteks tertentu, memiliki fungsi yang fleksibel dan bergantung pada relasi sosial di baliknya. Sebagai contoh, ada seorang teman di tempat kerja yang dipanggil “Dajjal”. Panggilan itu bermula dari kelakar seorang teman yang lain, lalu diadopsi oleh semua orang sehingga nama asli si “Dajjal” terlupakan. Terdengarnya itu panggilan yang sangat kasar, tapi alih-alih sebagai bentuk penghinaan, justru ia menerima panggilan tersebut dengan senang-senang saja dan penuh suasana keakraban.

Namun, keakraban semacam ini memiliki batas yang jelas. Ia bergantung pada kesepahaman di antara pelaku interaksi. Guyon, dengan memakai kata-kata kasar, baik sebagai panggilan ataupun olok-olok di sela perbincangan tertentu, hanya bisa diterima jika semua pihak yang terlibat berada dalam relasi yang setara dan memahami konteksnya. Ketika guyon semacam ini diterapkan di luar lingkup kedekatan atau tanpa adanya kesepahaman, ia kehilangan makna awalnya sebagai ekspresi keakraban dan justru berubah menjadi tindakan ofensif.

Dalam ruang publik atau di hadapan orang asing, gaya guyon ini mustahil diterima tanpa risiko kesalahpahaman. Hal ini menunjukkan bahwa guyon adalah produk budaya yang sangat kontekstual dan tidak universal. Apa yang dianggap lucu di satu komunitas bisa menjadi penghinaan di komunitas lain. Dalam kata lain, guyon tidak hanya soal isi pesan, tetapi juga soal relasi sosial dan dinamika kuasa di antara pelakunya.

Fenomena ini menjadi lebih kompleks ketika dimasukkan ke dalam konteks relasi kuasa. Sebagaimana yang baru saja terjadi, kasus seorang tokoh bernama Miftah memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana guyon yang tidak mempertimbangkan konteks dapat menjadi alat penindasan. Dalam sebuah majelis atau forum terbuka, Miftah melontarkan kata “goblok” kepada seorang penjual es teh keliling. Sementara ia/pembelanya mengklaim bahwa itu adalah candaan, adalah guyon. Tapi di sini jelas memiliki konteks yang berbeda.

Posisi Miftah sebagai seorang pembicara di panggung dengan mikrofon di tangan dan publik-jamaah di depannya memberikan kekuasaan simbolis yang signifikan. Guyon yang seharusnya bersifat egaliter justru berubah menjadi alat untuk mempermalukan seseorang, penghinaan secara terang-terangan pada ia yang secara sosial dan ekonomi berada di posisi lemah.

Kasus ini memberi arti bagaimana relasi kuasa memengaruhi makna tindakan. Dalam lingkup guyon wong embongan, semua pihak memiliki kedudukan yang setara, sehingga lontaran kasar (yang mereka sebut guyon itu) diterima sebagai bagian dari keakraban. Sebaliknya, dalam konteks Miftah, ketimpangan kuasa menciptakan dinamika yang berbeda. Posisi Miftah yang dianggap sebagai tokoh agama sekaligus staf khusus pemerintahan menempatkannya pada posisi dominan, sementara seorang bapak penjual es teh berada pada posisi subordinat. Ketimpangan ini mengubah guyon dari alat keakraban menjadi instrumen dominasi dan penindasan.

Relasi kuasa tidak hanya memengaruhi makna guyon, tetapi juga mencerminkan hierarki sosial yang lebih luas. Dalam konteks masyarakat kita, tindakan mempermalukan seseorang yang berada di posisi ekonomi rendah di ruang publik bukanlah hal yang jarang terjadi. Ini adalah bentuk penguatan hierarki sosial yang mengakar. Bapak penjual es teh keliling dalam kasus Miftah tidak hanya menjadi korban penghinaan verbal, tetapi juga simbol dari ketidakadilan struktural yang dihadapi oleh kelas pekerja informal. Dalam banyak kasus, masyarakat kerap mengabaikan atau bahkan membenarkan tindakan semacam ini, yang menunjukkan minimnya kesadaran akan persoalan kelas dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih jauh, kasus ini mengungkap bagaimana ruang publik sering kali menjadi arena di mana kekuasaan bekerja secara eksplisit. Ruang publik yang semestinya menjadi tempat egaliter, tetapi dalam praktiknya, ia sering digunakan untuk mempertontonkan dominasi. Ketika Miftah berbicara di hadapan audiens, ia tidak hanya berbicara sebagai individu, tetapi juga sebagai representasi kelasnya. Penghinaan yang dilontarkan di ruang publik tidak lagi menjadi sekadar candaan pribadi; ia berubah menjadi tindakan simbolis yang mengukuhkan ketimpangan sosial.

Fenomena ini tidak lepas dari persoalan budaya komunikasi kita. Dalam banyak komunitas, guyon kasar sering kali dianggap sebagai hal yang wajar tanpa mempertimbangkan implikasinya terhadap pihak lain. Namun, dalam masyarakat yang semakin beragam dan kompleks, pendekatan semacam ini menjadi problematis. Guyon yang kasar membutuhkan kesadaran penuh akan konteks dan relasi sosial di mana ia dilakukan. Tanpa pemahaman ini, guyon bisa berubah menjadi alat penindasan, terutama jika pelakunya berada dalam posisi kekuasaan.

Lebih lanjut, guyon kasar sering kali mencerminkan norma budaya yang berakar pada hierarki dan relasi kuasa. Sebagai contoh, dalam banyak kasus, guyon semacam ini lebih sering diterima ketika dilakukan oleh orang yang dianggap setara atau lebih tinggi dalam hierarki sosial. Sebaliknya, jika dilakukan oleh orang dari kelas sosial bawah, ia sering dianggap sebagai tindakan tidak sopan, penghinaan, atau bahkan pemberontakan terhadap norma. Ini menunjukkan bahwa guyon bukan hanya soal tawa, tetapi juga soal kekuasaan dan kontrol sosial.

Untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, perlu ada kesadaran kolektif tentang bagaimana guyon digunakan dan diterima. Guyon harus menjadi alat untuk memperkuat hubungan sosial, bukan untuk menegaskan dominasi atau hierarki. Dalam kasus Miftah, tanggung jawab tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada masyarakat yang sering kali membiarkan relasi kuasa yang tidak adil berlangsung tanpa kritik. Kesadaran ini bisa dimulai dengan memahami bahwa ruang publik adalah milik semua orang, bukan arena eksklusif bagi mereka yang memiliki kekuasaan lebih.

Pada akhirnya, guyon yang sehat adalah guyon yang memperhatikan konteks, relasi kuasa, dan batas-batas empati. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, guyon harus digunakan sebagai alat untuk menciptakan kebersamaan, bukan untuk memisahkan atau merendahkan. Dengan memahami hal ini, kita bisa menciptakan ruang sosial yang lebih inklusif, di mana tawa tidak hanya menjadi ekspresi kebahagiaan, tetapi juga penghormatan terhadap martabat setiap individu. [T]

  • BACA ARTIKEL LAIN DARIKIM AL GHOZALI
Pantai Losari, Dangdut, dan Janji Setia
Oase di Tengah Hiruk Pikuk Kota Surabaya
Bertemu Kawan Lama: Menemukan Orang Baru
Para Pemburu Kembali ke Rumah
Kota yang Seringkali Disalahpahami…
Tags: Bahasaguyonkekuasaanrelasi kuasa
Previous Post

Tembang Puitik Ananda Sukarlan: Penerjemahan Intersemiotik

Next Post

Tangani Sampah, di Banjar Tunjung Sari, Denpasar, Bak Sampah Dilengkapi CCTV

Kim Al Ghozali AM

Kim Al Ghozali AM

Penulis puisi, prosa, dan esai. Ia memulai proses kreatifnya di Denpasar, dan kini mukim di Surabaya.

Next Post
Tangani Sampah, di Banjar Tunjung Sari, Denpasar, Bak Sampah Dilengkapi CCTV

Tangani Sampah, di Banjar Tunjung Sari, Denpasar, Bak Sampah Dilengkapi CCTV

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Manusia Tikus”, Gen Z yang Terjebak di Kolong Kasur

by Petrus Imam Prawoto Jati
June 17, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

ADA satu istilah yang lagi rame di China sana, shǔ rén alias “manusia tikus”. Bagi sidang pembaca yang belum tahu,...

Read more

Kriteria dan Syarat Sosok Pemimpin di Suku Baduy

by Asep Kurnia
June 17, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

KRISIS kualitas kepemimpinan nasional sedang terjadi dan melanda secara dahsyat, moralitas dan tingkat keamanahan seorang pemimpin yang terpilih menunjukan kurva...

Read more

Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

by Lintang Pramudia Swara
June 16, 2025
0
Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

BEGITU enigmatik dan diabolis, saya rasa Han Kang memberi tawaran segar di kancah sastra dunia. Sejak diumumkan sebagai pemenang Nobel...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan 

Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan

June 16, 2025
Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

June 15, 2025
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Bicara-bicara Atas Nama Air di Desa Panji Buleleng
Khas

Bicara-bicara Atas Nama Air di Desa Panji Buleleng

MENJAGA hutan desa, tidak cukup dengan hanya berkoar—atau mengajak sesama mari menjaga hutan dan air; untuk hidup yang sedang berlangsung,...

by Sonhaji Abdullah
June 17, 2025
Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025
Khas

Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025

TIDAK ada Petruk dalam Drama Gong Banyuning, Singaraja, yang bakal pentas di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Tentu saja. Yang...

by Komang Puja Savitri
June 16, 2025
Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja
Persona

Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja

SETIAP Minggu pagi, Taman Kota Singaraja menjelma menjadi panggung kecil bagi berbagai aktivitas. Ada anak-anak berlarian, ibu-ibu berbincang sambil menemani...

by Arix Wahyudhi Jana Putra
June 16, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

June 15, 2025
Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

June 15, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [19]: Mandi Kembang Malam Selasa Kliwon

June 12, 2025
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co