KETIKA diajak oleh Sonia—pendiri Komunitas Mahima—untuk membedah buku terbaru karya Dee Lestari, saya sangat bersemangat.
Buku yang dibedah adalah buku terbarunya, ”Tanpa Rencana”. Buku itu baru saja launching, 24 Oktober, di event Ubud Writers and Readers Festival (UWRF).
Tentu saya bersemangat. Karena saya bersama-sama Sonia mengulas tulisan terbaru dari penulis idola saya. Bedah buku itu pun berlangsung dengan suasana yang menyenangkan di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Rabu malam, 30 Oktober 2024.
Berikut ini kesan saya dari perspektif seorang fans berat Dee Lestari yang telah membaca karya-karyanya sejak Supernova sampai Rapijali.
Di buku terbarunya ini, yang merupakan sebuah kumpulan cerita, pada beberapa tulisan dapat dirasakan Dee begitu menunjukkan karakternya sendiri, bahkan menjadikan dirinya sebagai tokoh utama cerita. Belum pernah terjadi pada karya-karyanya sebelumnya.
Saya bersama Dee yang sedang tanda tangan buku Tanpa Rencana | Foto: Dok. Nova
Namun begitu, di cerita yang agak panjang, pada alur ceritanya pasti ada sesuatu yang terasa sangat riil karena barangkali Dee telah melakukan riset ataupun pengamatan pada sebuah momen sehingga hal itu bisa masuk ke dalam fiksinya dan mengalir seolah seperti kisah nyata.
Seperti pada cerpen “Asam Garam”, saya sangat terhanyut oleh kisah pembuatan garam untuk mengawetkan kenangan dengan cara menambahkan air mata pada mata air asin. Air mata untuk mata air.
Ada sebuah fakta yang diperoleh Dee tentang pembuatan garam hitam di sebuah mata air asin di pegunungan Papua. Dan lalu ia dengan lihai mengolah kisahnya sendiri dari fakta itu untuk menjadi sebuah fiksi yang menarik. Fakta yang masuk ke fiksi, begitulah ciri khas Dee.
Kesan perasaan terdalam dari seorang Dee Lestari saya tangkap pada tulisannya yang berjudul “Bapak, Aku Mencoba”. Disitu Dee menumpahkan segala kepedihannya ditinggal sang Ayah berpulang padaNya, yang saya tahu memang terjadi beberapa waktu sebelum buku ini terbit.
Dee menuliskannya dengan pilihan kata yang cantik dan disusun dengan sedemikian ritmis. Membuat haru biru dan mungkin tersedu sedan bagi siapapun yang membacanya. Saya jadi bisa merasa Dee adalah juga manusia biasa seperti layaknya seorang anak yang begitu sedih kehilangan sang Ayah.
Lalu ada kisah menarik tentang reuni para karakter Supernova di cerita “The Supernova Lounge”. Saya merasa sangat senang karena tokoh-tokoh favorit saya di tiap sekuel Supernova, berkumpul membicarakan perannya masing-masing dan dikejutkan dengan munculnya sang penulis, Dee Lestari, menjadi dirinya sendiri, tuan rumah Lounge tersebut.
Percakapan-percakapan yang isinya mungkin hanya dimengerti oleh mereka yang sudah pernah membaca sekuel-sekuel Supernova, membuat cerita ini menjadi eksklusif dan spesial bagi para fans Supernova seperti saya.
Pamer buku Tanpa Rencana | Foto: Dok. Nova
Ada 18 cerita pada buku Tanpa Rencana ini, yang semuanya ditulis memang tanpa rencana. Maksudnya, dimanapun Dee berada, apapun ide yang ia temui, langsung digarap jadi cerita.
Bahkan, kehilangan ide pun, mampu ia jadikan sebuah tulisan menarik, yakni pada cerita “Di Balik Papan Tik”. Dee yang saat itu mengalami ketersendatan menulis karena benar-benar tak menemukan ide cerita, membuat sebuah narasi bagaimana ia meminta ide agar datang padanya dan menyebutkan bahwa mereka berdua, Dee dan Ide lah, pencipta karya-karya Dee Lestari selama ini. Sebuah cerita yang unik bukan, cerita tentang kehilangan ide.
Lalu ditutup dengan kisah humor tentang buah hajat, yang diceritakan dengan elegan sejak dari judulnya. “Transendensi Ampas Insani”, yang bila disingkat adalah kata untuk kotoran itu sendiri. Jadi lucu dan tidak jorok ya. Begitu pula ceritanya yang sebenarnya sangat konyol tapi dibalut dengan bahasa penceritaan khas ala Dee, sehingga saya jadi terbahak-bahak saat membacanya.
Dari cerita terakhir ini pula, siapapun yang mengenal Dee akan bisa merasa bagaimana sesungguhnya karakter penulis cantik ini. Yang dibalik keseriusan dan keanggunannya, tersimpan jiwa humoris dan kekonyolan pula.
Jadi, bagi kalian yang sama sekali belum pernah membaca karya-karya Dee Lestari, menurut saya Tanpa Rencana ini bagus untuk awal perkenalan. Selamat membaca dan menemukan Dee Lestari di dalamnya. [T]