4 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Wanita yang Belum Mengerti Tentang Kepergian

Alif FebriyantorobyAlif Febriyantoro
February 2, 2018
inCerpen

Ilustrasi: Kabul Ketut Suasana

47
SHARES

 

Cerpen: Alif Febriyantoro

Ya. Saya tahu, bahwa saya adalah wanita yang belum mengerti tentang kepergian. Tapi pada akhirnya saya sudah berada di sebuah kereta menuju kota Yogyakarta. Pada akhirnya saya pun pergi. Meninggalkan kota Jember, meninggalkan rumah, meninggalkan suami dan anak. Ayah saya sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Disusul Ibu setahun yang lalu. Jadi saya tidak perlu lagi berdebat dengan mereka perihal kepergian ini.

Kereta Logawa sudah berangkat 30 menit yang lalu. Sekar pergi dari rumah secara diam-diam sebelum subuh. Suaminya pun tidak mengetahui perihal keberangkatannya. Sudah sekian lama ia merencanakan keberangkatan ini. Dan setiap kali ia ingin pergi, suaminya melarangnya. Sebagai seorang suami, wajar jika melarang istrinya yang ingin pergi dengan alasan yang tidak jelas. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh suami yang tidak bekerja? Hanya menasehati. Lain tidak.

“Kenapa kamu selalu ingin pergi?” tanya suaminya pada sebuah subuh yang lain.

Lengang.

“Karena saya tidak bekerja? Iya?”

“Itu bukan masalah, Mas.”

“Lalu?”

“Saya hanya ingin pergi, Mas. Itu saja.”

“Jangan selalu menutup diri.”

“Saya tidak bermaksud untuk menutup diri, Mas.”

“Maka dari itu, seharusnya kamu ceritakan dan jelaskan apa yang sedang terjadi dan menjadi masalah, sampai-sampai kamu ingin pergi begitu saja.”

“Justru ketika saya mulai bercerita dan menjelaskan, semuanya akan menjadi masalah, Mas.”

“Pikirkan anak gadis kita, ketika kamu berpikir untuk pergi.”

Sekar hanya diam.

Di bangku penumpang, Sekar duduk dekat jendela. Pukul 8 Pagi. Hari masih muda. Seperti orang-orang lain yang menyukai tempat duduk dekat jendela, mereka paham ketika sedang memandang keluar, mereka pasti akan mengingat sesuatu. Sesuatu yang mungkin sangat dikenangnya.

“Oh, saya telah berdosa. Maafkan saya, Mas. Saya tidak pernah mencintaimu. Semenjak pernikahan itu, tidak sedikit pun rasa yang saya berikan kepadamu, Mas. Saya hanya menggunakan logika. Sebab kita menikah karena dijodohkan oleh orangtua kita. Dan saya harus menuruti keinginan orangtua saya, karena pada saat itu, Ayah saya sedang sakit. Saya takut terjadi apa-apa dengannya. Saya mengerti tentang hakikat sebuah pernikahan. Ketika seorang wanita telah bersuami, maka haram baginya untuk mencintai orang lain. Tapi jodoh belum bisa diukur ketika seseorang sudah menikah. Sekali lagi saya minta maaf, Mas. Saya tidak bisa membohongi perasaan saya sendiri. Bahwa saya masih memiliki rasa kepada seseorang di masa lalu. Saya juga tidak begitu paham dengan sikap saya sendiri. 15 tahun sejak awal kita menikah, saya mencoba untuk melupakannya. Saya selalu berdoa agar ingatan saya tentangnya segera dihapuskan. Tapi sampai saat ini saya masih mengingat. Dan setiap kali saya mengingat, rasa itu selalu tumbuh. Besar dan lebih besar lagi.

Sempat saya minta cerai kepadamu, Mas. Tapi dengan berat hati kamu mengatakan tidak. Karena satu alasan, kita telah memiliki satu anak. Ya. Itu adalah sebuah logika yang cukup kuat untuk saya pikirkan kembali. Saya pun luluh dan kembali menenangkan diri. Sampai pada suatu saat, saya mendengar kabar darinya di media sosial, dan saya kembali mengingat tentangnya. Saya menangis ketika ia mengatakan bahwa ia juga masih memiliki rasa kepada saya. Sungguh saya benci ketika ia mengatakan itu. Saya marah karena mengingat dahulu ia sama sekali tidak berbuat sesuatu ketika ia tahu saya sedang dijodohkan. Mengapa ia tak pergi ke rumah dan meyakinkan kedua orangtua saya? Ah, tapi semarah apapun saya kepadanya, ia tetap orang yang sama, orang yang sangat saya cintai. Dan semenjak ia memberi kabar, saya sering berkomunikasi dengannya. Saling bertukar pendapat. Ia pernah mengatakan, ketika kami memang berjodoh, kami pasti akan dipertemukan, jika tidak di dunia, maka di akhirat.

Oh, saya tidak berani untuk menceritakan ini semua di hadapanmu, Mas. Tolong pahami. Saya memang salah. Saya berdosa kepadamu, Mas. Saya berdosa kepada anak kita. Terlebih kepada agama kita. Tapi saya telah memilih jalan ini, bahwa saya akan pergi ke rumahnya, di Yogyakarta, tempat dahulu saya pernah menuntut ilmu dan juga awal ketika saya bertemu dengannya. Saya tak peduli apa yang akan terjadi ketika nanti saya sampai di rumahnya, bertemu dengan istrinya atau anak-anaknya. Apapun yang akan terjadi nanti, ketahuilah, saya tak mungkin akan kembali. Saya malu dengan diri saya sendiri. Maka tolong jaga baik-baik anak kita, Mas. Dan Tolong bilang kepadanya, saya sangat menyayanginya.

Terima kasih atas kasih dan sayang yang selama ini telah kamu berikan kepadaku, Mas.”

Di dekat jendela itu, Sekar mengangis. Ia kirim pesan pendek itu–yang sejak tadi ia tulis–kepada suaminya. Kemudian ia menekan tombol “Matikan Daya” pada layar handpone–nya. Ketika kereta berhenti di Stasiun Bangil, ia basuh air matanya dengan menggunakan selembar tisu yang ia bawa. Beberapa menit kemudian kereta berangkat kembali dengan membawa penumpang lebih banyak. Dan Sekar kembali melamun, menatap keluar jendela. Kita tahu, bahwa dalam beberapa detik ketika kita sedang melamun, hampir seratus persen kita akan mengingat sesuatu yang teramat kita kenang. Ya, hanya kenangan. Tak ada rumah, tak ada keluarga. Tak ada agama.

Seorang gadis kecil duduk di sebelah Sekar. Gadis kecil itu mengenakan baju putih. Rambutnya terurai. Usianya sekitar 8 tahun. Si gadis duduk dengan mengayun-ayunkan kakinya.

“Di mana orangtuamu, Dik?” Sekar menyapa.

Tapi gadis kecil itu hanya diam dan menunduk.

“Kenapa tidak menjawab?” Sekar sedikit menunduk dan mendekatkan wajahnya di depan wajah gadis kecil itu.

“Namamu siapa?”

Tapi gadis kecil itu tetap diam. Sejenak suasana menjadi lengang.

“Apakah Tante berpikir kalau saya tidak bisa bicara?”

“Loh ….”

“Tidak. Tidak. Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Siapa namamu, Dik?”

“Saya tidak mempunyai nama.”

“Kenapa begitu?”

“Karena saya membunuh Ibu saya sendiri.”

Gadis kecil itu menggenggam tangan Sekar dan menatap begitu tajam. Sekar kaget. Ia juga menatap wajah gadis kecil itu cukup lama, ia berpikir. Dan Sekar sedikit merinding. Tapi Sekar tahu bahwa ia hanya bermimpi.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kereta Logawa yang sejak tadi menyusuri rel Jawa Timur, kini sudah tiba di Stasiun Paron. Sekar tetap berada di dekat jendela itu. Melihat ke arah luar. Melihat awan putih yang masih bergerak bebas di bawah matahari.

Sebentar lagi saya sampai, Mas. Saya harap kamu akan berbuat sesuatu ketika saya datang di depan rumahmu, bertemu dengan istrimu, betemu dengan anak-anakmu. Lalu saya dengan sederhana akan mengatakan kepadamu, bahwa saya mencintaimu, Mas.

Sekar berangkat tanpa memberi kabar kepada lelaki yang dicintainya itu. Tapi ia tahu jalan. Ia tahu keberadaan lelaki itu. Dan ia tahu, bahwa ia akan sampai dengan membawa air mata dan kenangan.

Apakah kamu masih ingat, Mas, ketika dahulu dengan menggunakan kereta, saya mengajakmu untuk bermain ke rumah, untuk bertemu dengan orangtua saya. Ya. Tentu kamu pasti mudah mengingat kenangan kita, Mas. Kita tahu bahwa sepanjang perjalanan, kita hanya butuh kenangan agar kita bisa sampai di tempat tujuan. Kenangan itu seperti juga sebuah keinginan, begitu katamu, Mas. Dan saya hanya menatap matamu dari samping. Entah mengapa kenangan selalu membuat manusia lupa akan segalanya. Tapi yang saya tahu, kenangan adalah ingatan manusia. Ketika manusia memiliki kenangan, maka ia akan hidup. Seperti saat ini, saya seperti lahir kembali. Saya seperti berjalan di atas awan untuk menjemput kehidupan.

Senja jatuh di Stasiun Lempuyangan. Satu demi satu penumpang buru-buru meninggalkan gerbong kereta. Bergerak mengikuti tujuan masing-masing. Dan Sekar pun ikut meninggalkan. Ia turun dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan kereta yang sudah kembali bergerak. Ia sejenak duduk di sebuah peron. Dan kembali melamun.

Di waktu yang sama, pada senja yang lain di kota Jember, seorang lelaki sibuk membaca berulangkali pesan pendek yang dikirim oleh Sekar tadi pagi. Ia menunduk lesu.

“Ibu ke mana, Yah?” tanya anak gadisnya.

Lelaki itu menangis, kemudian memeluknya.

“Ibumu, Nak … Ibumu meninggal … tertabrak kereta.” (T)

Jember, 23 Juni 2017

Tags: Cerpen
Previous Post

Nonton “Revolusi di Nusa Damai” – Gus Martin: Saya Salut dengan Putu Satria Kusuma

Next Post

“Rahina Saraswati”, Merayakan Buku – Agar Gerakan Literasi Tak Sekadar Seremonial

Alif Febriyantoro

Alif Febriyantoro

Lahir di Situbondo, 23 Februari 1996. Kuliah di Universitas Jember, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pernah aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Menulis puisi dan cerpen. 60 Detik Sebelum Ajal Bergerak (Karyapedia Publisher, 2017) adalah buku kumpulan cerita pendek pertamanya.

Next Post

"Rahina Saraswati", Merayakan Buku - Agar Gerakan Literasi Tak Sekadar Seremonial

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara
Panggung

Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara

ADA enam flm pendek produksi devisi film Mahima Institute Indonesia (Komunitas Mahima) diputar di Kedai Kopi Dekakiang dengan tema “BERTUMBUH”,...

by Sonhaji Abdullah
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co