AROMA kemenyan tercium dari Langgar Jimat di wilayah RT 3/RW 6 Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Siang itu, sang juru kunci, Samilin Agus Setiono (63), tampak tengah memanjatkan doa-doa memohon kepada Sang Maha Kuasa, agar bisa menerima kedatangan kami untuk bersilaturahmi.
Tak berapa lama, semburat api menyembul dari kemenyan yang dibakar, sementara aroma wangi tercium juga dari bunga kanthil, mawar, kenanga, dan minyak wangi yang diletakkan di depan peti berisi pusaka yang tersimpan rapi.
Ada 173 koleksi, di antaranya tombak, keris, cakra, kepingan uang zaman Belanda dan Cina, cemeti, naskah kuno dari daun lontar, cincin, wungkal (pengasah pisau), dan sebagainya. Semua barang-barang itu tersimpan dengan baik di dalam sebuah peti atau kotak kayu. Selama kurang lebih 45 Manit, Samilin pun memimpin ritual itu.
Langgar Jimat Desa Kalisalak | Foto: Dok. Tim Blusuker
“Pengunjung yang ke sini, tidak boleh meminta ini-itu. Tapi kalau memohon berkah, kami pandu untuk kami layani,” ujar Samilin Agus Setiono yang menjadi juru kunci Langgar Jimat saat menerima Tim Blusuker dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di lokasi langgar Jimat Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (31/8/2024).
Ikut dalam kunjungan itu, pakar pemberdayaan Unsoed Prof.Dr. Adhi Iman Sulaiman, S.IP, M.Si, dosen Fisip Unsoed dan pengamat pariwisata Drs. Chusmeru, M.Si beserta anggota tim. Keberadaan tim dari Unsoed untuk melakukan penelitian terkait potensi Desa Wisata Cikakak.
Samilin mengatakan, saat proses ritual berlangsung, kemenyan yang dibakar mampu menyala terang. “Itu menandakan, rombongan bapak ibu semua yang ke sini, diterima oleh yang ada di sini. Sebaliknya, ketika kemenyan itu dibakar tapi tidak mau menyala atau mblebes, berarti yang ada di sini tidak berkenan didatangai. Intinya, kalau ke sini, harus dilandasi niat baik,” ujarnya.
Sebelum memasuki Langgar Jimat yang berukuran 3,5 meter x 3,5 meter—yang berbentuk seperti layaknya langgar atau surau mini itu—pengunjung harus membeli seperangkat sesaji di rumah Sonhaji, yang letaknya persis di depan Langgar Jimat. Sesaji itu terdiri bunga kanthil, mawar, kenanga dan minyak wangi, dan kemenyan.
Peninggalan Amangkurat I
Selain ramai dikunjungi ribuan pengunjung saat jamasan atau pencucian jimat, pada hari-hari biasa juga ada pengunjung yang datang ke sini. “Tidak hanya datang dari Banyumas dan sekitarnya, namun juga ada dari Solo, Yogyakarta, dan daerah lainnya,” tutur Samilin. Pada tahun 2024 ini, Jamasan Jimat Kalisalak, akan jatuh pada hari Senin Legi, 16 September mendatang.
Samilin yang berprofesi sebagai pembuat golok, pisau dan kerangka keris ini menuturkan, jimat atau pusaka yang tersimpan di Langgar Jimat ini diyakini sebagai benda-benda peninggalan Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677 M.
Diceritakan, Amangkurat I adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), seorang keturunan Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.
Koleksi Benda Pusaka Langgar Jimat | Foto: Dok. Tim Blusuker
Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi putera mahkota diganti dengan gelar Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut, berusaha keras mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Namun dalam perjalanan waktu, terus-menerus terjadi pemberontakan.
Sampai akhirnya Amangkurat I melakukan perjalanan bersama pasukannya ke arah Barat. Dan raja Mataram ini sempat singgah di Kalisalak saat menuju Batavia (Jakarta) untuk meminta bantuan VOC, lantaran dikejar pasukan Trunojoyo yang memberontak sekitar tahun 1676-1677. Saat hendak melanjutkan perjalanannya menuju Batavia, Amangkurat I meninggalkan sejumlah benda atau barang pusaka untuk meringankan beban, yang kini tersimpan di Langgar Jimat.
Tradisi Jamasan
Tradisi Jamasan Jimat diawali dengan tradisi maleman (malam tanggal 12 Mulud), kegiatan yang dilaksanakan adalah peringatan Maulid Nabi Muhammmad SAW, dan Tradisi Rasulan (Tumpengan), dilanjutkan dengan malam tasyakuran dan atraksi seni Salawatan Jawa.
Kemudian pada pagi harinya, dilaksanakan Kirab Penjamasan Jimat yang dilaksanakan dari lapangan Desa/Rumah adat/Balai Desa menuju Ke Museum Jimat lokasi Penjamasan Jimat. Kirab ini diikuti oleh kerabat jimat, bregodo (pasukan kirab) dan perangkat desa setempat.
Kirab ini membawa pusaka berupa Prapen Jamasan, dan Air Suci yang diambil dari mata air di penjuru Desa Kalisalak. Setelah sampai di Lokasi Penjamasan barulah prosesi penjamasan jimat dilaksanakan. Pusaka Mataram (Jimat) yang disimpan di langgar Jimat, dikeluarkan untuk dijamas.
Setelah jimat-jimat tersebut dikeluarkan, sang juru kunci pun bersama 12 orang kerabat Amangkurat, segera membuka kain putih (mori) kusam yang membungkus pusaka sebelum dicuci menggunakan air jeruk nipis. Mereka tampak menghitung jumlah jimat yang ada dan disesuaikan dengan kondisi saat penjamasan tahun sebelumnya setelah setahun tidak pernah dikeluarkan dan dibuka.
Tim Peneliti Unsoed bersama Juru Kunci Langgar Jimat (kedua dari kiri) | Foto: Dok. Tim Blusuker
Beberapa keanehan pun muncul saat jimat-jimat tersebut dihitung dan diamati lantaran ada beberapa jimat yang berubah bentuk maupun tampilannya serta jumlah bertambah. Contohnya, salah satu benda yang berubah bentuk yakni “pelor” (peluru). Saat penjamasan beberapa tahun lalu berbentuk “bulat”, berubah menjadi “lonjong”.
Contoh lainnya, “wungkal” (pengasah pisau) yang sebelumnya tampak kusam, berubah menjadi berkilau. Dan masih banyak lagi keunikan dan keanehan yang muncul dari koleksi benda-benda pusaka itu.
Setelah selesai dijamas, benda-benda pusaka tersebut kemudian disimpan kembali untuk dijamas kembali di tahun mendatang. Keunikan dari tradisi ini adalah berdasarkan catatan keadaan benda dapat berubah-ubah, dimaknai sebagai pertanda akan keadaan di masa depan.
Sepenggal kisah dari Desa Kalisalak itu kemudian menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Dan masyarakat pun senantiasa menjaga tradisi itu. Sebab di tengah modernitas saat ini, tradisi masih mampu untuk menghasilkan kearifan lokal untuk menjalani kehidupan di masa datang.[T]
Reporter/Penulis: Prasetiyo
Editor: Jaswanto