8 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pendidikan Tidak Untuk Memanusiakan Manusia

I Wayan ArtikabyI Wayan Artika
February 2, 2018
inOpini

Sumber foto: FB/Lab-school Undiksha. (Foto hanya ilustrasi)

310
SHARES

SEJARAH pendidikan nasional dimulai ketika tumbuhnya ide nasionalisme. Sebelumnya telah bertradisi berbagai model persekolahan Nusantara, seperti “sekolah” bela diri, kebatinan atau mistik, kedukunan, seni, kanuragan, dan agama. Pada masa penjajahan, Ki Hajar Dewantara, seorang bangsawan dari pusat kebudayaan Jawa di pedalaman, menyaksikan diskriminasi Belanda kepada anak-anak pribumi dalam bidang pengajaran modern. Diskriminasi ini juga dialami oleh Minke sebagaimana terkisah dalam Tetralogi Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer.

Sekolah Belanda hanya bagi anak-anak kaum penjajah. Diskriminasi ini untuk menunjukkan kehinaan anak pribumi dan penanaman mental inlander. Di tengah kondisi ini, Ki Hajar Dewantara mencetuskan ide pendidikan sebagai jalan mencapai kesetaraan dengan penjajah yang sama artinya dengan kemerdekaan pribumi. Pendidikan untuk meraih kemerdekaan bangsa. Jadi amat jelas, ideologi Perguruan Taman Siswa yang menjadi cikal-bakal pendidikan modern di tanah air.

Tercetus semboyan perguruan Taman Siswa, yang lebih menitikberatkan pada peranan luhur seorang guru dalam mendidik. Peran atau posisi guru sangat dinamis (di depan, di antara, dan di belakang siswa), baik ketika menjadi sosok teladan bagi siswa, membangun prakrsa, dan memberi dukungan. Peran dan posisi guru yang sangat mendasar ini, dihayati betul oleh para guru semasa pergerakan sehingga mengantarkan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.

Orde Baru

Di alam kemerdekaan, negara mengadopsi ideologi Taman Siswa, yang terlihat pada semboyan “Tut Wuri Handayani”. Namun dinamika sejarah mengubah cara pandang bangsa ini terhadap ideologi pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Tulisan ini membahas peranan guru dalam kaitan dengan ketiga posisi atau peran guru yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Topik ini juga dikaitkan dengan nasib para guru terbaik pasca Tragedi 1965. Mereka banyak yang terbunuh dalam prahara politik dan ideologi. Hal ini juga menyebabkan putusnya hubungan sejarah sehingga ideologi pendidikan Taman Siswa kelak semakin bergeser dalam praktik pengajaran di persekolahan.

Dalam sistem pemerintahan negara Orde Baru yang sentralistik dengan dukungan kuat aparat militer negara, praktik pendidikan berjalan penuh tekanan dan pemaksaan. Pendidikan bertujuan membentuk warga negara yang takut kepada pemerintah. Sehingga negara mudah mengatur warganya sesuai dengan kehendak penguasa.

Orde Baru memposisikan guru sebagai wakil negara hingga ke pelosok tanah air. Sebagaimana dalam baris-berbaris, guru adalah komandan, tukang perintah, juru teriak. Siswa adalah barisan robot yang tidak memiliki pilihan, kecuali mematuhi semua perintah atau teriakan. Praktik pendidikan ini dilakukan oleh guru-guru Orde Baru, yang dimaknai “disiplin”. Tidak ada yang sadar jika pendidikan militer Orde Baru merupakan penindasan anak-anak bangsa yang sedang tumbuh. Anak-anak bangsa itu sesungguhnya kehilangan kemerdekaan di alam kemerdekaan. Hal ini terjadi secara sistematis, berkelanjutan, terencana dalam pembangunan lima tahun (Pelita) atau pembangunan jangka panjang.

Jadi jangan tanya, peran guru sebagai teladan. guru hanya berteriak! Kelas semakin pengap oleh suara guru, suara yang membungkam siswa, sejak SD hingga SMA.

Orde Baru benar-benar menjungkirbalikkan ide humanisme Ki Hajar Dewantara. Tidak perlu heran jika peran guru sebagai teladan, pencetus karsa, dan pemberi dorongan, semuanya omong kosong atau nol besar. Hal ini memang masuk akal jika dipahami dari konsep pendidikan sebagai alat kekuasaan. Bukankah Paulo Freire memaparkan bahwa pendidikan adalah tindakan politik. Artinya, lewat pendidikan kaum politisi mencapai tujuan politik yang jauh dari humanisme.

Guru semasa Orde Baru menjadi manifestasi kekuasaan negara otoriter. Lewat kurikulum nasional dan seluruh praktik pengajaran, para guru memperoleh wibawa dan kuasa di mata siswa. Sekolah adalah bentuk lain dari negara dan siswa kaum rakyat yang dikuasai oleh para guru. Maka, hal ini membentuk mental penakut di kalangan siswa. Siswa pun menjadi sosok kaku, tidak berkutik, seperti barisan robot terakota.

Wibawa dan kuasa mengangkat guru pada posisi lebih tinggi dan siswa harus menghormati. Guru Orde Baru gila hormat di hadapan siswa. Guru harus disapa terlebih dahulu dengan salam komando. Para siswa harus menunggu guru dan jika guru terlambat, harus dijemput di ruang guru. Guru pantang jika datang lebih awal di kelas karena sama dengan merendahkan wibawa dan kuasa.

Guru Orde Baru tidak perlu melahirkan prakarsa. Hal ini sudah disediakan oleh negara. Guru cukup menjadi para beo negara. Apapun kata negara itulah yang harus diucapkan oleh guru di hadapan siswa. Soal siswa mengerti atau tidak, bukan urusan guru. Yang penting membeo dan mendidik siswa agar menjadi burung beo. Siswa pun tidak terlatih berpendapat atau memandang. Mereka sangat miskin ide.

Peran guru dalam memberi dorongan sama sekali tidak ada. Orde Baru tidak mengenal dorongan karena sistem militer dari atas ke bawah secara mutlak. Justru sebaliknya, guru harus mampu membentuk siswa yang memberi dorongan atau dukungan kepada semua kebijakan politik Negara.

Pendidikan sebagai Pasar

Dengan memahami sistem politik dan cara Orde Baru menyelenggarakan pemerintahan, dapat dipahami berbagai kemerosotan bangsa saat ini karena dampak pendidikan terasa dua hingga tiga dekade kemudian. Inilah bahanyanya pendidikan yang salah. Sampai saat ini pun dunia pendidikan belum pulih dan ideologi perguruan Taman Siswa semakin tidak dihayati.

Guru belum menjadi teladan. Guru belum mampu memberi prakarsa. Guru juga belum mampu memberi dorongan. Wibawa dan kuasa guru semakin pudar karena terjadi perubahan cara pandang terhadap hubungan guru dan siswa.

Pandangan ini bersumber pada semakin kuatnya pengaruh pemikiran “pendidikan sebagai pasar”. Di sini posisi siswa dan orang tua sebagai konsumen atau pembeli pendidikan yang harus dihormati lebih tinggi lagi ketimbang para guru. Sistem pasar dalam penyelenggaraan pendidikan menuntut guru tunduk kepada kehendak pasar.

Sekali lagi guru tidak berkutik, hanya sebagai tenaga penjual murahan karena dikendalikan oleh pemilik saham. Menjadi guru bukan untuk memberi teladan, membangun prakarsa, dan memberi dorongan kepada siswa tetapi untuk memperoleh penghasilan semata. Dalam sistem pendidikan apapun seharusnya guru memiliki wibawa dan kuasa sendiri, yang ditawarkan kepada dunia politik atau kepada pasar.

Dalam pendidikan sistem pasar, tidak hanya guru, sekolah pun menjadi hamba yang hanya mengikuti segala keinginan pasar. Tampaknya, ideologi perguruan Taman Siswa kian redup. Banyak sekolah mandiri dan bebas dari kuasa politik negara, sebagaimana pernah dialami di masa Orde Baru, namun kini pendidikan dikuasai oleh kekuatan uang. Sekolah merupakan salah satu lembaga bisnis atau perusahan yang menghasilkan untung bagi para penanam modal, seperti halnya rumah sakit, laboratorium klinik, dan berbagai program medis yang ditawarkan oleh para dokter. Keberhasilan sekolah diukur oleh larisnya sekolah tersebut. Sekolah dikembangkan untuk meraih untung besar. Tidak ada lagi sekolah untuk memanusiakan manusia. Yang ada justru sekolah untuk semakin tidak memanusiakan manusia.

Begitulah adanya, kini ideologi pendidikan Ki Hajar Dewantara tidak dipraktikkan.

Tags: guruKI Hajar DewantaraOrde BaruPendidikansekolahsiswa
Previous Post

Stop Corat-coret Seragam, Coba Ajak Siswa Tirtayatra Maraton dari Pura ke Pura

Next Post

Catatan Kecil Putu Wijaya: Dokumentasi, Bagasi Pikiran…

I Wayan Artika

I Wayan Artika

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. | Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

Next Post

Catatan Kecil Putu Wijaya: Dokumentasi, Bagasi Pikiran...

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Wayang Kulit Style Bebadungan, Dari Gaya Hingga Gema

by I Gusti Made Darma Putra
June 7, 2025
0
Ketiadaan Wayang Legendaris di Pesta Kesenian Bali: Sebuah Kekosongan dalam Pelestarian Budaya

JIKA kita hendak menelusuri jejak wayang kulit style Bebadungan, maka langkah pertama yang perlu ditempuh bukanlah dengan menanyakan kapan pertama...

Read more

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

by Asep Kurnia
June 7, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

PENJELASAN serta uraian yang penulis paparkan di beberapa tulisan terdahulu cukup untuk menarik beberapa kesimpulan bahwa sebenarnya di kesukuan Baduy...

Read more

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

by I Wayan Yudana
June 7, 2025
0
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025

AWALNYA, niat saya datang ke Ubud Food Festival 2025 sederhana saja, yaitu bertemu teman-teman lama yangsaya tahu akan ada di...

by Julio Saputra
June 7, 2025
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co