SETELAH UJIAN tengah semester selesai pada pertengahan November 2022, saya (sebagai pengajar) mengajak mahasiswa Institut Desain dan Bisnis (IDB) Bali, dalam dua kelas, untuk bergabung menjadi satu melakukan kunjungan.
Yang pertama adalah komunitas O.Prasi sebagai pionir komunitas jiwa muda bergerak dalam bidang menggurat, mewarnai sekaligus mengalih mediakan prasi atau gambar tradisi di atas daun lontar.
Komunitas ini tidak hanya telaten melakukan eksperimen terhadap prasi, hal-hal umum atas ekosistem seni rupa mereka juga lakukan seperti pameran, workshop, sharing, diskusi dan pencatatan melalui tulisan mengenai prasi.
Pilihan mengajak mahasiswa DKV atau Desain Komunikasi Visual ke komunitas O.Prasi ini cukup berasalan bahwa mereka dalam satu komunitas memiliki gairah eksperiment yang menyala, banyak kemungkinan olah kreatif terjadi dan banyak karya-karya seni yang berangkat melalui dasar prasi ini tercipta sehingga mahasiswa mendapatkan gambaran tentang bagaimana seni tradisi yang sangat ilustratif, figuratif, naratif mewujud kekinian.
Kunjungan selanjutnya dijadwalkan minggu depannya, yaitu mengunjungi situs Batuan, tepatnya di Pura Puseh Desa Batuan. Di pinggir jalan, berseberangan dengan pintu masuk utama pura, berdiri kokoh sebuah bangunan dengan fungsi profan yang sering disebut bale wantilan.
Di wantilan ini terdapat lukisan-lukisan yang diselesaikan dengan baik oleh pelukis Batuan secara kolektif, dan saya sendiri disambut dengan hangat oleh I Made Griyawan, salah seorang tokoh pelukis Batuan.
Bli Geriawan saya mintakan waktu untuk mengantar mahasiswa mengobservasi bentangan panel-panel lukisan, ada diskusi terjadi antara mereka (mahasiswa), Bli Geriawan, dan saya sendiri, mengenai teknik, cara seniman menggambarkan figur, ciri khas lukisan Batuan, ilustrasi-ilustrasi, model ornamen dan lainnya.
Kunjungan terakhir pada minggu selanjutnya adalah di situs Kertha Gosa, Klungkung dan yang menjadi sasaran utama tentu saja adalah Bale Kambang dan Bale Kambang. Dua titik point ini memajang beberan historis klasik Bali, yaitu gambar wayang Kamasan yang melegenda.
Ketika memandang gambar-gambar naratif nan ilustratif di langit-langit balai seolah-olah ada upaya levitasi yaitu melawan gravitasi. Kita kemudian mengitari tiap panel-panel lukisan, saya menjelaskan mengenai alur cerita, teknik dan bagaimana mereka membuat figur-figur wayang.
Yang menarik adalah pertanyaan mengenai gesture wayang yang bagi mahasiswa dipandang banyak pengulangan, begitu juga dengan motif-motif ornamen. Yang jelas ada banyak diskusi dan cerita ketika melakukan kunjungan ini. Oh iya, sebelum lupa, bahwa kami sempat dijajagi penjaga tiket masuk yang pos tiketnya cukup tersembunyi, hahaha.
Setelah melakukan kunjungan tersebut mahasiswa lantas saya arahkan untuk membuat project. project karya ujian akhir semester, tidak susah juga tidak rumit. Basisnya adalah membaca dan tidak harus menghapal, kemudian berimajinasi, dan menghidupkan imajinasi tersebut ke dalam karya yang dapat diakses digital agar dapat dipertanggungjawabkan secara moral melalui dunia media sosial.
Ya, projectnya adalah membuat ilustrasi cerpen karya kawan-kawan muda. Sesuai dengan nama mata kuliah, Ornamen Ilustrasi Tradisi, sudah tentu saya memberikan batasan agar tidak keluar dari bingkai mata kuliah tersebut.
Mengilustrasikan suatu cerpen adalah sebuah upaya untuk mengakrabi tulisan kemudian memaknainya, setidaknya itulah pemikiran sederhana saya kepada mahasiswa. Tujuannya singkat, agar mahasiswa membaca.
Meski berada pada ranah kerja kreatif dunia seni rupa dan turunannya, membaca adalah hal mutlak. Novel atau cerpen berbeda dengan bacaan scientific yang bersifat universal/umum. Karena sifatnya yang individual itulah novel atu cerpen menjadi sesuatu yang spesial.
Membaca mampu merangsang syaraf otak dan menyambung neuron-neuron dalam otak, semakin membaca sesuatu yang baru maka neuron semakin tersambung secara kompleks, dengan begitu kecerdasan semakin terangsang dan meningkat. Bambang Sugiharto dalam orasinya menyatakan hal itu dan saya menyetujuinya.
Membaca novel atau cerpen meningkatkan empatisme diri, pentingnya novel atau cerpen justru karena ia bersifat individual. Komponenya adalah rekaman jatuh bangunnya manusia, rekaman pengalaman, apa yang membuat orang menderita, apa yang membuatnya terluka, apa yang membuatnya bahagia, apa yang membuat seseorang berjuang, bermimpi, dan lainnya.
Singkatnya, membaca novel atau cerpen sama dengan masuk ke dalam pemikiran personal manusia yang sejatinya rumit nan pelik, sebab semua manusia yang berfikir, menjalani hidup dalam persepsinya atas jalan kehidupan yang rumit.
Dengan demikian saya kemudian meminta kawan-kawan penulis muda yaitu Agus Wiratama, Santi Dewi atau biasa dipanggil Gek Santi, Desi Nurani, dan Juli Sastrawan, menyumbangkan karya cerpennya untuk diobrak-abrik melalui ilustrasi.
Pada tahun sebelumnya hal serupa telah saya lakukan akan tetapi hanya melibatkan dua penulis muda yaitu Agus Wiratama dan Desi Nurania. Untuk tahun ini saya menambah lagi dua yaitu Santi Dewi dan Juli Sastrawan.
Penambahan penulis ini saya lakukan karena jumlah mahasiswa yang bertambah sekaligus agar lebih banyak pilihan cerpen yang dapat dijadikan sasaran elaborasi oleh mahasiswa. Setelah meminta ijin kepada keempat penulis maka saya membaca dan memilih cerpen mana yang sekiranya menarik untuk disodorkan kepada mahasiswa.
Dari beberapa cerpen yang telah dikirimkan maka saya memohon ijin untuk mempergunakan cerpen Sepasang Pohon Pisang karya Santi Dewi, Jalan Buntu Kesusastraan karya Juli Sastrawan, Cinta, Kutukan, dan Karam karya Desi Nurani, dan Burung-burung di Kota Asing karya Agus Wiratama.
Ada pertanyaan-pertanyaan menarik yang dilontarkan mahasiswa ketika project berlangsung, misalkan saja, “Apakah saya harus membuat satu ilustrasi yang menggambarkan keseluruhan isi cerpen?”, “Apakah saya harus membuat beberapa ilustrasi?”, “Pak, apakah karya Juli Sastrawan itu cerpen ya, kok aneh, tidak seperti cerpen yang teman-teman saya dapatkan?” dan beberapa pertanyaan lainnya yang mengarah ke teknis pembuatan ilustrasi.
Melalui pertanyaan tersebut, sekiranya saya dapat menduga bahwa mereka telah membaca cerpennya, sekaligus berulang-ulang kali saya tekankan bahwa baca lagi dan lagi karya-karya cerpen yang kalian dapatkan, jangan berhenti setelah sekali membaca, dengan begitu imajinasi akan terus berkembang.
Karya ilustrasi I Wayan Gatan Alphila_respon atas cerpen Jalan Buntu Kesusastraan karya Juli Sastrawan
Saya meyakini suatu metode dalam ilustrasi, yang pertama membaca berulang-ulang, dengan begitu imajinasi yang lahir dari membaca akan berkembang sebab beberapa kalimat memiliki kekuatan konstruksi imajinasi.
Yang kedua, eliminasi, adalah hal yang tidak kalah rumit dengan peristiwa dalam novel atau cerpen bahwa imajinasi yang tumbuh dan terkonstruksi memiliki kerumitan, masuk ke dalam ranah surealistik dan oleh karena itu ia seharusnya dieliminasi, menemukan bahasa visual atau mefora visual yang sesuai sekaligus mampu merangkum pun mewakili isi cerita.
Yang ketiga adalah trial dan error melalui sketsa, tahap ini adalah mengalih mediakan dari dunia imajinasi ke dunia realitas, teknik perwujudan visual menjadi penting, ditumpahkan melalui ragam sketsa-sketsa sebelum akhirnya dieksekusi menjadi karya final.
Bagaimana hasil karyanya? Pertanyaan ini sekiranya adalah pertanyaan sederhana yang sejatinya tidak kalah rumit untuk dijawab. Yang dapat saya sampaikan adalah karya yang dihasilkan oleh mahasiswa sangat beragam baik dari segi kecakapan teknik dan eksplorasi, mengenai bagus atau jelek tentu hal yang relatif.
Karya Kadek Dicky Setiawan_Respon Cerpen Cinta Kutukan dan Karam karya Desi Nurani
Dalam dunia estetika, filsafat yang menyoal tentang seni sejalan dengan David Hume dalam pemikirannya atas selera estetik membedakan antara pernyataan factual dan pernyataan estetik. Pernyataan factual mengindikasikan suatu judgement tentang salah dan benar sedangkan pernyataan estetik mengindikasikan sentimental mengenai kepekaan rasa yang dibangun atas persepsi dan afeksi sekaligus sepenuhnya subjektif.
Secara personal saya menyatakan ada karya yang memenuhi sentimental saya melalui hasil yang maksimal dan ada juga yang memang terlihat masih perlu eksplorasi. Terlepas dari hal itu beberapa ilustrasi yang hadir mengiringi tulisan ini dapat menjadi bahan penilaian khalayak luas mengenai hasil karya mahasiswa dan sangat terbuka untuk kritik. Sepenuhnya saya serahkan kepada pembaca.
Karya Kadek Ameilia Angela_respon atas cerpen Sepasang Pohon Pisang karya Gek Santi
Putu Agung Arywangsa Adhikara_Respon atas cerpen Sepasang Pohon Pisan karya Gek Santi
I Ketut Ari Wisnu Bhuwana_respon atas cerpen Burung-burung di Kota Asing karya Agus Wiratama
Melalui tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada kawan-kawan muda penulis yang dengan suka cita memberikan waktu untuk membalas chat saya, mengijinkan karya mereka untuk dipergunakan sebagai bahan studi oleh mahasiswa. Teruntuk Agus Wiratama, Santi Dewi, Desi Nurani, Juli Sastrawan saya mengucapkan terima kasih banyak, sebab apabila ini saya tulis di feed IG maupun beranda FB maka akan memakan kolom komentar untuk melanjutkannya sehingga saya putuskan untuk menulis dan mengunggah di tatkala.co.
Oh iya, semoga kalian tidak pernah kapok hehehe. Teruntuk Bli Ole Adnyana, juga saya berterima kasih, sebab dari awal saya mengontak Bli Ole untuk meminta rekomendasi kawan-kawan penulis muda yang sedianya dapat saya mohonkan karya cerpennya untuk project-project mahasiswa.
Sekalian juga saya mengucapkan kepada semuanya selamat Tahun Baru 2023 dan Selamat Galungan serta menyambut Kuningan. [T]
Pohmanis, 13 Januari 2023