25 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini
Model Iluh Wanda (Foto:FB Iluh Wanda)

Model Iluh Wanda (Foto:FB Iluh Wanda)

Mendidik Siswa, Guru Tak Mesti Mem-“bully”

I Ketut Serawan by I Ketut Serawan
September 4, 2019
in Opini
160
SHARES

Kasus pem-bully-an di dunia pendidikan (sekolah) tidak hanya pelakunya dari oknum pelajar. Namun, pem-bully-an juga sering dilakukan oleh oknum guru di sekolah, baik secara verbal hingga intimidasi fisik. Sayangnya, sedikit orang yang menyadari hal ini. Rata-rata ortu, siswa, dan masyarakat menerima tindakan bully seorang guru sebagai bagian dari tindakan mendidik atau mendisiplinkan siswa.  

____

Sebagai pendidik, guru adalah sebuah perkecualian. Mereka dianggap memiliki hak istimewa untuk menjalankan tugasnya, termasuk melakukan tindakan bullying. Padahal, siapa pun pelakunya, tindakan bullying akan berdampak buruk bagi korbannya. Mulai dari cemas, depresi, stres, tak percaya diri, bahkan bunuh diri. Namun sayangnya, pelaku dan termasuk masyarakat belum banyak yang menyadarinya.

Aroma bully  dalam dunia pendidikan setidaknya dipicu oleh dua faktor yaitu perspektif historis dan budaya. Perspektif historis bersumber dari efek penjajahan yang berlangsung hingga hitungan abad. Saking lamanya, cara-cara kekerasan model penjajahan ini sangat mempengaruhi cara pandang bangsa kita. Tanpa disadari, kekerasan sehari-hari yang dilakukan penjajah (bullying) sudah dianggap sebagai nilai kebenaran/ pembiasaan. Kemudian, nilai ini menyusup ke dunia pendidikan melalui kekuasaan sosok guru.

Dari perspektif budaya, bangsa kita memandang guru sebagai orang yang harus dihormati dan nihil dari kritik. Salah satunya dapat dilihat dari perspektif budaya masyarakat Bali. Masyarakat Bali mengenal konsep lokal jenius “alpaka guru” yaitu tidak boleh melawan guru baik terhadap guru wisesa (Tuhan), swadiaya (pemerintah), pengajian (guru), maupun rupaka (orangtua). Konsep alpaka guru ini kurang lebih bermakna bahwa guru tidak boleh dikritisi (dilawan), karena dianggap sebagai sosok yang mahatahu (sempurna). Inilah yang menyebabkan guru memiliki kekuasaan penuh (otoritas) dalam mendidik siswanya, termasuk dengan unsur bullying.

Setidaknya, dua perspektif inilah yang mungkin dijadikan landasan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam melahirkan yurisprudensi tentang profesi guru. Yurisprudensi MA menyatakan bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa.

Karena itulah, semenjak ramai beredar video tentang kekerasan (bullying) guru yang berujung ke pengadilan, banyak guru naik pitam. Inilah yang mendorong para guru melahirkan statemen viral di dunia maya yaitu ”Orangtua Yang  Anaknya Tidak Mau Ditegur Guru di Sekolah, Silakan Didik Sendiri, Bikin Kelas Sendiri, Buat Rapor dan Ijazah Sendiri”.  

Statemen tersebut spontan mengundang ragam tafsir dari para nitizen. Banyak nitizen menafsirkan sebagai bentuk pendiskreditan dan ancaman (pemecatan anak) terhadap orangtua. Sebagian lagi, menafsirkan sebagai ungkapan menyadarkan orangtua agar menghormati dan tunduk dengan cara mendidik guru (otoritas guru) di sekolah. Ada pula yang menafsirkan sebagai respek frustasi guru dalam mendidik dan ketergantungannya dengan tindakan bully. Sisanya, menafsirkan agar orangtua tidak bersikap arogan (semena-mena) terhadap guru sehingga selalu mengedepankan penyelesaian secara kekeluargaan.

Ambiguitas Bullying

Dalam konteks kekinian, eksistensi yurisprudensi MA menjamin perlindungan guru agar nyaman menjalankan tugasnya. Namun di sisi lain, perlindungan ini rawan diselewengkan oleh oknum guru (termasuk membully) untuk alasan mendidik.

Penyelewengan ini tentu berdampak kurang baik terhadap beberapa hal. Pertama,  berdampak buruk terhadap siswa yang dibully, karena dapat menganggu perkembangan mental/ psikologisnya.  Kedua, berpotensi dijadikan contoh oleh para siswa lainnya, karena guru dianggap sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Khawatirnya, tindakan bullying yang dilakukan guru dianggap sebagai sebuah kebenaran. Kemudian, ditiru oleh siswa (terutama anak-anak) dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.

Jadi, bullying yang dilakukan oleh guru selalu berpotensi menimbulkan makna ganda (tergantung perspektif dan respon siswa). Selain negatif, tindakan bullying dari guru tentu juga bermakna positif. Efeknya, malah memotivasi siswa menjadi berkarakter lebih kuat dan mandiri. Dalam konteks inilah, bullying guru tersebut dapat diterima sebagai koridor kebenaran dalam mendidik. Situasi inilah yang paling dominan dirasakan oleh masyarakat (ortu) dulunya. Akibat kepatuhan masyarakat (dulu), mereka selalu merespon positif setiap tindakan yang dilakukan oleh guru. Guru seolah-olah dianggap sebagai penguasa kebenaran yang mutlak.

Seiring perkembangan zaman, kekuasaan (kebenaran) guru mulai melonggar. Tidak semua tindakan guru direspon sebagai kebenaran. Tindakan bully guru (misalnya) sering direspon negatif, dianggap berdampak buruk, dan celakanya malah ditiru sebagai kebenaran. Dalam konteks inilah, bullying yang dilakukan guru gagal mencapai tujuan mendidik. Guru dianggap tidak mampu menjalani peran sebagai yang digugu dan ditiru, karena justru melemahkan mental dan menjadi stimulus berbuat bully (negatif)baiksecara langsung maupun tak langsung.

Idealnya, pendidikan harus minim dari unsur bullying. Guru sebisa mungkin menghindarkan diri dari sikap dan tindakan membully, meskipun agak sulit. Selama ini bullying seringkali dibutuhkan dalam menjaga wibawa dan kredibilitas guru serta untuk memberikan efek jera kepada siswa. Pemanfaatan semacam ini biasanya bersifat turun-temurun. Warisan dari guru-guru model lama, yang dianggap kurang relevan untuk tipekal anak-anak milenial sekarang.

Cara-cara intimidasi (bullying) merupakan model pendidikan yang lebih mengedepankan kekuasaan, emosional, kaku, dan otoriter. Cara-cara ini akan menciptakan mental regenerasi menjadi penakut, pengecut, dan pembangkang. Efeknya, akan mengerdilkan potensi dan kreativitas para siswa. Dampak ini jelas berseberangan dengan esensi pendidikan.

Sepatutnya, guru harus terus mengupgrade dan meningkatkan profesionalismenya sehingga dapat beradaptasi dengan minat, selera, cara pandang, dan keinginan siswa. Tujuannya ialah untuk meminimalisir benturan cara pandang guru (old) dengan siswa masa kini. Sehingga, memudahkan guru meresponnya dalam wujud pembelajaran yang lebih kreatif, inovatif, ramah, sabar, dan menyenangkan.

Sejatinya, siswa di mata guru merupakan subjek pembelajaran yang tak ada habisnya. Para siswa selalu memberikan persoalan-persoalan sesuai dinamika zamannya. Karena itulah, guru tidak boleh lelah belajar memahami subjek didiknya. Caranya ialah menjaga keterbukaan dengan siswa. Guru dan siswa dapat saling mengkritisi. Guru terbuka menerima kritik dari siswa. Sebaliknya, siswa juga harus siap dikritik oleh gurunya.

Keterbukaan itu berfungsi untuk menganalisa dan memetakan kelemahan maupun kelebihan kedua belah pihak. Kemudian, data-data kelemahan-kelebihan itu dijadikan kekuatan saling mengisi untuk mendorong iklim pembelajaran yang lebih kooperatif, humanis dan terhindar dari unsur-unsur bullying.

Selain dengan siswa, komunikasi juga penting dibangun dengan ortu siswa. Guru dan ortu siswa tidak dapat dipisahkan dalam memahami subjek didik. Ortu siswa harus dapat diberdayakan sebagai pasangan yang solid. Bukan malah memperkeruh keadaan, dengan melakukan intimidasi ke pihak guru.

Karena itulah, penting sekali adanya komunikasi yang baik antara pihak guru, ortu, dan sekaligus siswa. Semuanya harus saling terbuka, hangat berdiskusi, dan selalu mengutamakan cinta kasih. Sehingga, sekolah tetap menjadi tempat yang ramah, nyaman dan menyenangkan bagi siswa. [T]

Tags: bullyingguruPendidikansiswa
I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Lukisan Kabul Ketut Suasana
Cerpen

Seorang Janda yang Tersekap Dalam Rumah Tua

Ketika awan biru tegak di puncak purnama, satu hal membujang ke dalam rumah yang selalu datang ke separuh malam, dan ...

October 14, 2018
Esai

Ke Twin Lake Buyan-Tamblingan, Selfie adalah Sebuah Cita-cita

JIKA Anda dolan ke kawasan twin lake, danau kembar, Buyan-Tamblingan, di Kawasan Puncak, Buleleng, tapi Anda tidak mengeluarkan HP untuk ...

February 2, 2018
Kunungan industri mahasiswa FE Unipas di Desa Tenganan Pegringsingan
Khas

Tenganan Pegringsingan dan Dunia yang Terikat Adat – Dari Kunjungan Industri FE Unipas Singaraja

Berbincang tentang desa bali aga, di Bali memang banyak desa yang disebut sebagai kawasan Bali Aga.  Di Kabupaten Buleleng ada ...

July 10, 2019
Foto: Mursal Buyung
Esai

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Kemarau yang Kehujanan

  SETIAP hari adalah masa lalu, hari ini pun begitu. Saya katakan demikian, sebab kenangan datang tanpa permisi lalu menghujam ...

February 2, 2018
Pementasan Musikalisasi Puisi Senja di Cakrawala pada Festival Seni Bali Jani 2019
Esai

Melihat Senja di Cakrawala, dan Hal Lain di Sekitarnya

Pada buku “Paduan Wacana & Apresiasi Musikalisasi Puisi”, dijelaskan arti Muspus menurut pengarangnya Hamdy Salad bahwa Musikalisasi Puisi atau Muspus ...

November 5, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Lambang Garuda Pancasila Logam buatan tim pengrajin di Nursih Basuki Art Studio, Kotagede Yogyakarta
Khas

Kerajinan Logam Kotagede: Masa Lalu dan Masa Kini

by Luki Antoro
February 24, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

CITRAWILĀPA | Dari Sastra Kawi ke Jajanan Pasar Jawa

by Sugi Lanus
February 24, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1409) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (339) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In