21 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Cerpen
Ilustrasi diolah dari lukisan IB Pandit Parastu

Ilustrasi diolah dari lukisan IB Pandit Parastu

Berita Pagi

Agus Darmita Wirawan by Agus Darmita Wirawan
April 7, 2019
in Cerpen
61
SHARES

Cerpen Agus Darmita Wirawan

Lelaki itu tampak dalam kecemasan. Pagi itu ia duduk di beranda ditemani secangkir kopi kental manis dengan imbangan sebatang sigaret putih dengan tar rendah. Entah nengapa sejak seminggu ini, ia sengaja menyisakan waktu untuk melacak isi koran sebelum berangkat dijemput sopir kantornya yang patuh.

Pagi itu, loper koran datang menyodoknya dengan lipatan koran. Langsung saja disambarnya tanpa sedikitpun basa-basi. Kemudian, seperti biasanya, menjelajah dari judul berita satu ke judul berita yang lain sambil sesekali meneguk sisa kopinya. Seluruh judul berita nasional disedotnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Dahinya pun mengkerut ketika tertumbuk pada  judul berita, Hasil Produksi IPTN Ditukar Ketan.

“Sialan, ada saja wartawan,” pikirnya tidak yakin. Karena sepengetahuannya, perdagangan antar negara selalu menghitung total ekspor dan impor kedua negara. Pembayaran senantiasa dilakukan dengan barang pula sebagainana sistem perdagangan nenek moyang jaman bahula. Barter ¾ barang tukar barang.

Hitung-hitung, akhirnya ia pun menyadari jika kebutuhan ketan di negeri ini makin meningkat. Ia jadi ingat waktu kecil di kampung, bagaimana lemper membutuhkan ketan. Dodol, wajik, jaja uli, jaja gina, bantal, trenginang, tape, semuanya dari ketan, semuanya butuh ketan. Ia manggut-manggut saja, sambil   menyedot   batang sigaret dengan tar rendah di lipatan jari tangannya dan sesekali meneguk kopi kental manisnya.

Pagi  itu,  ia masih suntuk menjelajahi seluruh  isi  koran. Berita di daerah menunjukkan keberhasilan tim dokter menjalankan operasi penyakit kanker, nenyebutkan  Burung Gimbar  Kembali Berkokok, Niat Berpacaran Tumbuh.  Baru  separuh kolom  saja dibacanya, tiba-tiba suara isterinya pecah  sembari menenteng kemeja dan sepatu kulitnya.

“Mas, semuanya sudah siap. Mandilah dulu,” potong  isterinya dari balik kamar.

“Sebentar, Nur…sebentar saja,” sahutnya agak serius.

Ia pun lantas memanggil isterinya, seolah tak ingin memborong sendiri isi berita itu.

“Nur, sini Nur. Ke sini sebentar. Lihat ni, lihat.”

“Apa sih, Pak. Kok serem amat. Apa lagi tu.”

“Baca. Coba baca,” katanya meyakinkan.”

Nurhayati  hanya  membaca  judul  beritanya  saja,   Wanita Setengah Milyard Diajukan ke Pengadilan.

“Apa, komentarmu, Nur.”

“Penipu memang harus diadili, Mas.”

“Apa ? Penipu. katamu!”

“Ya, karena ada pihak-pihak yang dirugikan. Ini kasus pidana dengan delik aduan, Mas. Harus ada yang keberatan.”

“Kalau tidak?”

“Ya, ndak toh !”

“Udah,… udah. Wis,… urus kerjamu sana.”

“Lho, Mas?”

“Kalau ngomong, mbok ya jangan nyinggung, gitu ah.”

Ia  tak  ingin berdebat dengan istrinya. Bagai  kutu  loncat atau layaknya virus komputer, ia meloncat-loncat pada judul berita yang lain.

Pembekalan Caleg, antara Pro dan Kontra. Tak sempat dibaca, kemudian loncat lagi, Tanah Laba Pura Karang Awak Telah Dibebaskan. Loncat lagi, Hindu selalu Marak  dalam Upakara, Tapi Selalu Kalah dalam Politik Beragama. Baru dua kolom dibacanya. Ia pun tersedak, ketika nenghabiskan sisa kopi yang tidak diketahuinya sudah kemasukan anak nyamuk.

Hampir saja ia muntah. Kemudian permen “rasa rame” yang selalu terselip di saku dapat meredam dan mengepel kanal kerongkongannya. Tapi rasa mual dan batuk-batuk kecil masih terdengar. Terakhir, hanya ia  mendehem sebagai pamungkas.

Ia masih dalam kecemasan, tapi mampu tersenyum, walau hambar dan agak aneh bagai senyum bayi yang lelap di  pangkuan ibunya digoda Sang Kumara.   Ketika berita unik, Jembatan   Roboh, Rombongan. Gubernur Tercerbur, menyapu pandangannya. Belum habis berita ini dilahapnya, tiba-tiba ada sinyal dari perutnya ¾ pabrik omnivora yang pemakan segala itu ¾ merambat bagai sengatan listrik. Limbahnya harus dibuang. Buru-buru ia ke kamar kecil sekalian mengepit koran itu pada ketiaknya.

***

Sekarang ia selesai berdandan. Berdasi warna abu-abu yang tergantung di kerah kemeja putihnya dibungkus jas biru tua. Tampak ia bernar-benar menjadi seorang direktur. Bersih dan berwibawa. Ia menunggu sopir kantor menjemputnya, tapi tak kunjung tiba. Sesekali ia mendongak dari balik gorden, ketika ada deru mobil lewat.

Akhirnya ia putuskan untuk sarapan sendiri. Seperti biasanya, di meja makan hanya ada menu telur rebus dua butir,  nasi uduk, bawang goreng, kerupuk, dan sedikit garam.  Di ceper  lain ada kacang goreng garing dan beberapa  potong  tempe-tahu  bacem  tergeletak, serta dua gelas  susu  sebagai  pembasuh tenggorokannya.  Ia  seorang vegetarian sejak ikut  bergabung  di Ashram Canting Mas.

Ia masih tampak dalam kecemasan. Sopir kantornya belum juga nampak ujung rambutnya. Padahal, waktu sudah molor 35 menit  dari biasanya.  Demi  melatih kesabaran, ia coba  membunuh  waktu.  Ia sambar  lagi  koran  di atas meja yang belum  tuntas  dibaca. 

Ia menjelajah lagi isi koran itu, tapi ia berhenti pada sebuah tajuk rencana,  Hakim Korea Selatan Mengadili Roh. Pada  kolom  opini ada  tulisan  bertajuk,  Negara-Negara dengan  Tingkat   Korupsi Terparah  di  Asia.  Lagi-lagi matanya  tergoda,  melahap  habis berita  itu.  Dan pada kolom “refleksinya” John  Tana   tertulis, Lima  Pejabat Nondepartemen Dimutasi. Setelah  membaca  berita inilah,  ia  ingat  detik-detik perjuangannya  dulu yang sangat menegangkan  itu. 

Saat ia berhasil merobohkan  lawan  kariernya, Pak Darus,  di  kantor yang sama. Waktu itu,  ia  sebagai  Kabag Audit,  berhasil menemukan kejanggalan manajemen Pak  Darus  yang membekukan  sejumlah  uang untuk dipinjamkan  kepada  karyawannya dengan  bunga nol persen. Delapan puluh  karyawan   masing-masing mendapat  pinjaman maksimal seratus juta. Tujuan Pak Darus  hanya semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya. 

Dengan pemberian   fasilitas  itu,  diharapkan   produktifitas   kinerja perusahaan  makin  meningkat. Nyatanya benar, PT Bank  Alfa Mega telah berhasil membuka beberapa cabang  baru di beberapa kota dan ibu kota. Bahkan puncaknya, bank ini mampu membuka cabang di  Los Angelos, A.S. Suatu kemajuan yang luar biasa dalam dekade dasa warsa terakhir ini. Jika dihitung-hitung, kesalahan Pak Darus kecil dibanding keberhasilannya menjadi Direktur Utama PT Bank Alfa Mega.

Di lain pihak, Pak Darus telah berkolusi dengan nasabahnya yang sebagian kecil famili. Mertuanya, istrinya, menantunya, keponakannya, dan kerabat-kerabatnya mendapat fasilitas pinjanan dengan bunga terendah bahkan tanpa jaminan. Tapi, untungnya tak pernah macet. Pada berkas “akad kreditnya” tertulis, “Jaminan ada pada Direktur. Acc seluruhnya.”

Inilah saatnya Pak Darus dicopot dari jabatannya untuk selanjutnya dikarantina selama beberapa waktu dengan alasan, diamankan dalam pembinaan mental. Pak Darus harus mengakui kekalahan dari saingan dan suingan lawan karirnya. Sudahlah !

“Inilah saatnya aku meniti karir,” pikir Kabag Audit itu, yang kini telah duduk di kursi dan menempati meja Pak Darus sejak 5 tahun terakhir.

Pak Karnani, Direktur baru yang agak tuli, tapi untung tidak bisu, diangkat oleh pamannya yang Komisaris Pusat. Ia tidak dipilih, tapi diangkat. Karena itu, ia agak angkuh dan sombong, serta selalu tertutup, kurang tanggap untuk   bisa memahami bawahannya. Sejak lima tahun terakhir ini tercatat kasus pemogokan 6 kali, demo 11 kali, PHK 27 kali, dan pemecatan karyawan secara tidak homat 14 kali. Prestise, prestasi atau frustasi. Entahlah!

Lelaki itu masih tampak cemas, sebagaimana kecemasannya sejak awal duduk di beranda muka dengan secangkir kopi kental tanis dan sebatang sigaret dengan tar rendah. Rupanya ia telah terdampar pada berita yang selama ini ditunggu-tunggu. Terbukti sopir kantornya yang patuh tak lagi bisa menjemput sang Direktur.

Berita pagi terakhir inilah yang menubruknya di jalan tol. Menghempaskannya, menyudutkannya menjadi tak berkutik, bahkan berkedip sekalipun. Matanya yang agak sipit yang plus 2,5 itu mewajibkan ia harus menyelipkan kacamata pada bidang wajahnya. Bank Alfa Mega Dirubung Nasabah, Pihak Keamanan Turun, dibacanya tuntas-tas. Setelah itu, mukanya jadi sepucat mayat. Tiba-tiba langit di wajahnya redup, tak bercahaya. Matahari seakan tertutup tembok. Tekanan darahnya naik, karena jantungnya memompa lebih keras dan tak teratur. Telpon seluler tiba-tiba jatuh dari genggamannya.

Lalu, perlahan-lahan ia buka dasi abu-abunya, sepatunya, jas biru tuanya, kemeja putihnya. Semuanya itu disodorkannya lagi pada isterinya yang setia telah menemaninya hampir seperempat abad penuh, dengan kondite “baik sekali.” Dan “pajer”-nya tulalit terus. Komputer di rumahnya pecah. Ferozanya jadi ringsek. Rent Car di kawasan Kuta disegel.

Beberapa hektar tanah yang baru disertifikatkan ditumbuhi padang gajah. Ia tak bisa lagi menghitung depositonya di beberapa bank. Sepekulasi Valas-nya dibekukan. Sejumlah wanita yang dikawin sirih ngambul, pulang ke daerah asalnya. Teringat ia dengan rivalnya, Pak Darus. Terbayang ia bagaimana seorang narapidana harus menghabiskan waktunya di kamar tahanan. Anak-anaknya pasti menuduhnya sebagai koruptor, penipu, perampok, pencoleng, maling, penghianat dan sejenis itu.

“Nur, kita mulai dari nol kecil,” katanya terbata-bata, sedangkan Nurhayati diam semati tugu Caturmuka. [T]

Tags: Cerpen
Agus Darmita Wirawan

Agus Darmita Wirawan

Lahir di Jembrana, kini menetap di Marga, Tabanan. Menulis puisi, cerpen, dan artikel pendidikan. Baru saja pensiun menjadi kepala SMKN 2 Tabanan.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi dari penulis
Dongeng

Si Manusia Kodok

by I Ketut Suar Adnyana
April 17, 2021
Umbu Landu Paranggi/Lukisan Wayan Redika, 2016
Opini

“Mencari Umbu Mencari Suaka Waktu” – Refleksi Bali di Ulang Tahun Umbu Landu Paranggi

  GURU, waktu, Umbu (penyair Umbu Wulang Landu Paranggi) telah menjadi tiga topik yang menyertai perjalanan hidup saya. Mungkin karena ...

February 2, 2018
Foto: Mursal Buyung
Opini

Kritik Dibilang Hujat – Simpang Siur Dunia Kita

SAYA tergelitik membaca berita di salah satu media online Nasional. “Jokowi: Banyak yang susah membedakan hujatan dan kritik” begitu kira-kira ...

February 2, 2018
Esai

Calonarang

Dalam bahasa Jawa Kuno, Calon berarti daging, Arang berarti renggang. Calonarang berarti daging yang renggang. Daging apa yang renggang? Itulah ...

August 20, 2019
Ilustrasi tatkala. Gambar topeng diambil dari Google
Esai

Dialog Mahasis(w)a: Dospem yang Bikin Mahasiswa Ingin Ganti Wajah

Ini adalah sebuah cerita dari tahun 2018. Sempat terkubur karena memang sengaja dikubur hidup-hidup. Namun layaknya zombie dalam film Resident ...

March 1, 2019
Film Dua Garis Biru (dok. Starvision Plus)
Ulasan

Film “Dua Garis Biru”, Edukasi dalam Adaptasi

Ketika pertama kali menyaksikan trailer yang dibalut dengan lagu menyentuh berjudul Growing Up dari Daramuda, banyak orang yang mungkin akan ...

September 14, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Dok Minikino | Begadang
Acara

[Kabar Minikino] – Indonesia Raja 2021 Resmi Diluncurkan Untuk Distribusi Nasional

by tatkala
April 17, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (69) Cerpen (163) Dongeng (14) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (353) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In