20 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Melasti Desa Pakraman Buleleng, Minggu 3/3/2019 (Foto: Rika/Koran Buleleng)

Melasti Desa Pakraman Buleleng, Minggu 3/3/2019 (Foto: Rika/Koran Buleleng)

Melasti Kekinian Tak Perlu “Ma-songket-an” dan “Nyalon”

Putu Lilik Surya Ariani by Putu Lilik Surya Ariani
March 3, 2019
in Khas
182
SHARES

Saat melintas di Jalan Gajah Mada, Delod Peken, Kelurahan Kendran, Singaraja, Minggu (3/4/2019) sore, tak  sengaja berpapasan dengan rombongan krama Desa Pakraman Buleleng yang sedang melakukan upacara melasti serangkaian Perayaan Hari Raya Nyepi.

Karena malas menunggu krama yang mengular berakhir, saya memilih mengambil jalan alternative sedikit memutra lewat Banjar Jawa agar sampai ke Banyuning, karena sudah ditunggu ibu-ibu arisan.

Tapi yang mau saya bahas bukan soal arisan atau macet, melainkan tradisi Melasti di Buleleng yang mengalami ‘pergeseran tampilan’. Sebenarnya tulisan ini adalah kerinduan saya ikut upacara melasti. Saya yang lahir dan hingga kini berstatus anak dua di Buleleng, masih ingat betul bagaimana tradisi Melasti di Buleleng dari era sembilan puluhan.

Pergeseran tampilan yang saya maksudkan bukan soal esensi upacara, tatanan upacara, bebantenan atau menyoal ritual lainnya. Namun lebih ke tampilan fashion krama pemedek yang mengikuti upacara Melasti. Menurut saya, tampilan fashion krama saat melasti saat ini lebih ramah, simpel dan saling mengerti sesama. Untuk ikut ritual Melasti, krama desa terutama krama istri (anak-anak putri, remaja putri, ibu-ibu dan nenek-nenek) kini tak usah mengeluarkan kamen (kain) songket kebanggaannya yang disimpan di lemari. Tak perlu juga ke salon untuk sekedar memasang make up dan sanggul.

Kenapa demikian?

Mari kita kenang ritual Melasti sebelum tahun 2000-an. Dulu krama desa di Buleleng khususnya terutama krama istri sangat menanti-nanti ritual Melasti. Ibu-ibu dan remaja putri biasanya menyiapkan diri jauh-jauh hari sebelum melasti. Terutama persiapan baju kebaya, kamen songket yang akan digunakan lengkap dengan sandal dan booking salon untuk berhias.

Dulu upacara Melasti boleh dikatakan sebagai kesempatan krama istri untuk bersolek. Berbeda dengan saat ini, remaja dan ibu-ibu bisa pasnag alis sendiri setiap saat di rumah lengkap dengan blush on, eyeshadow dan gincu sesuai selera. Dulu mah ibu-ibu jarang bisa berias, sehingga saat odalan dan Melasti harus booking salon kecantikan dulu.

Melasti juga pada masa itu dijadikan ajang untuk unjuk diri, menunjukkan status sosial masyarakat. Dadya saya yang kebetulan ada di Banjar Tegal, masuk wilayah Desa Pakraman Buleleng. Jadi saat upacara Melasti yang ikut bareng nyuciang bhatara meliputi wilayah wewengkon Desa Pakraman Buleleng yang diempon oleh 14 Banjar Adat. Bisa dibayangkan berapa jumlah krama yang terlibat tumpah ruah ke jalan.

Yang menjadi pemandangan dan dinanti-nanti adalah pertunjukaan krama istri yang saling pajegegin (beradu cantik) dengan kain songket, perhiasan emas dan riasan make up dan kepala lengkap dengan bunga emas dari salon terbaik. Keluarga yang lebih berada biasanya memiliki kesempatan untuk menunjukkan diri melalui anak gadis dan istri mereka dari pakaian yang dikenakan. Maklum saja kain songket dan perhiasan emas harganya cukup mahal, keluarga yang kurang mampu jelas tak bisa membelinya.

Remaja putri dan ibu-ibu pun rela kaki mereka lecet datang dari Melasti karena menggunakan kain songket dengan benang emas yang keras. Selain itu ritual melasti ini juga dilakukan dengan berjalan kaki cukup jauh dari Pura Desa Pakraman Buleleng menuju Pura Segara di kawasan eks Pelabuhan Buleleng.

Namun apalah arti lecet yang bisa sembuh dibandingkan dengan kepuasan melasti menggunakan songket. Tak jarang, karena dilakukan pada Purnama Kadasa, ritual Melasti di Desa Pakraman Buleleng diiringi hujan deras. Hal itu pun dulu tak jarang membuat kain songket dan riasan make up blobor (luntur) karena tak boleh kena air.

Namun tontonan yang dapat mendatangkan wisatawan itu belakangan setelah tahun millennium semakin jarang terlihat dan kini bahkan tak ada sama sekali. Dari ribuan krama yang mengular ikut Melasti, Redite Paing Matal, Minggu (3/3) hampir tak ada krama yang ngiringan Ida Bhatara menggunakan kain songket.

Krama terlihat tampil sangat sederhana, dengan balutan kebaya mendominasi warna putih dan kuning dipadukan dnegan kain endek di bagian bawah. Meskipun saya yakin ada beberapa harga kain kebaya yang dikenakan krama harganya mahal hingga jutaan. Tak ada riasan wajah dan kepala yang mencolok. Meskipun ada paling mereka berias sendiri di rumah atau minta bantuan salon untuk riasan sederhana.

Pergeseran tampilan ini bagi saya berimplikasi pada beberapa hal, ada sisi positif dan juga negatifnya. Pergeseran tampilan yang bermula dari edaran PHDI yang mengatur tata busana persembahyangan bagi ternyata sangat efektif menghilangkan kesenjangan sosial. Dengan berpakaian warna senada dan tak berlebihan, mengaburkan strata masyarakat dari sei ekonomi.

Dengan begini tidak ada lagi krama yang merasa malu, minder dan berkecil hati, karena tak memiliki songket, perhiasan emas dan kebaya bagus saat Melasti. Hal itu juga membuat pikiran krama terfokus mengikuti ritual keagaman yang jauh dari pengaruh material. Ya lebih meminimalisir percakapan ibu-ibu dan remaja putri menyoal kebaya, songket dan perhiasan emas yang mereka pakai, beli dimana dan harga berapa.

Namun dampak negatifnya mungkin ada pengaruhnya terhadap pengerajin tenun songket yang ada di Kabupaten Buleleng. Dengan perkembangan mode dan fashion saat ini, hasil kerajinan tenun yang dikerjakan berbulan-bulan untuk menghasilkan kain songket minim pembeli. Kain songket yang terkesan barang mewah dan mahal hanya digunakan di waktu tertentu semakin tergerus dengan batasan penggunaan busana ke pura saat ini.

Meski begitu, tantangan itu bisa dijadikan pelecut pengerajin untuk mengupdate karyanya dengan model dna motif yang mengesuaikan dengan trend terkini. Seperti inovasi kain songket yang mulai merambah dunia fashion dan kerajinan tangan lainnya, justru peluangnya juga sangat luas. [T]

Tags: Hari Raya Nyepikain tradisionalMelastiPerempuan
Putu Lilik Surya Ariani

Putu Lilik Surya Ariani

Wartawan, ibu dua anak, tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Putu Satcitanandadewi
Esai

Canggihnya Teknologi Zaman Now, Hasilkan Uang dengan Cara Rebahan

Penulis: Putu Satcitanandadewi _______ Teknologi bukan lagi menjadi istilah asing pada zaman golbalisasi saat ini. Banyak dari kita yang mengartikan ...

January 8, 2021
Esai

Anak-anak Kita & HIV

Peringatan hari anak nasional, 23 Juli kemarin di Makassar, Sulawesi Selatan, mengusung tema pentingnya kualitas keluarga dalam perlindungan anak. Tema ...

July 25, 2019
Opini

Tenggelam Dalam Janji dan Narasi yang Tak Pernah Sejalan dengan Realisasi; Itulah Indonesia

Saya sangat beruntung karena besar ketika Indonesia sudah memasuki era reformasi. Ya, era dimana kebebasan berpendapat diakomodir oleh negara tanpa ...

April 25, 2020
Kalung Badong (Foto Eka Sabara)
Khas

Kalung Badong Pelengkap Ritual Sunat yang Langka di Loloan

Loloan, baik di kelurahan Loloan Timur maupun di kelurahan Loloan Barat, masyarakatnya masih tampak masih memelihara pernak-pernik budaya Bugis Makassar ...

October 31, 2019
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Cerpen

Bulu Mata yang Jatuh di Pipi Remuna Pagi Ini

  Cerpen: Dee Hwang PAGI ini, Remuna bangun tidur dengan wajah berseri-seri. Tidak ada yang lebih menyenangkan hatinya kecuali perumpamaan ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Foto : Dok. Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan
Acara

Lomba Tari Bali dan Lomba Busana | Festival Budaya XI Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan

by tatkala
January 20, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Bangli Abad XII | Dan Potensi Masa Kini

by IGA Darma Putra
January 20, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1352) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (3) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In