15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini
Sumber foto: google

Sumber foto: google

Masa Depan Kekuasaan Preman di Negeri Kita

Riki Dhamparan Putra by Riki Dhamparan Putra
February 2, 2018
in Opini
3
SHARES

DALAM sejarah budaya kita, kadang-kadang semangat cinta tanah air dibangun dengan imajinasi premanisme. Artinya masyarakat memproduksi tokoh-tokoh fiktif berlatar belakang preman (orang tahanan, jawara, centeng) untuk melakukan propaganda anti penjajah.

Tokoh-tokoh fiktif itu, biasanya juga bertindak dengan cara-cara preman, seperti membunuh polisi, membongkar tangsi, atau menciptakan kegiatan-kegiatan huru-hara yang prinsipnya berlawanan dengan hukum-hukum resmi.

Inilah yang kita lihat pada fenomena cerita si Pitung dan Sakerah misalnya. Yang meminjam unsur heroisme lokal untuk menciptakan tokoh-tokoh fiktif yang berani menentang kemapanan hukum kolonial.

Dua cerita itu, sangat populer, (khususnya Jawa dan Betawi) sejak dari akhir abad 19 di masa pemerintahan Hindia Belanda. Pak Sakerah sendiri pernah sangat populer dalam kesenian ludruk Jawa Timur pada kisaran akhir abad 19 hingga awal-awal republik. Bahkan menurut budayawan Madura, D Zawawi Imron, Pak Sakerah masih digemari sampai era 1950-an dan masih menyertai streotipe negatif yang ditimpakan kepada orang Madura hingga hari ini.

Sungguh menarik mengamati, karena ternyata pada zaman republik, cerita-cerita itu kembali direproduksi dan diselebrasi lewat media filem. Pak Sakerah misalnya, pertama difilemkan pada tahun 1988 oleh perusahaan film PT Merdeka Jaya Putra, diskenario dan disutradarai oleh B. Z. Kadaryono.

Sedang si Pitung jauh hari sebelumnya, yakni pada 1931 telah difilmkan menurut versi kolonial. Kemudian  pada tahun 1970 muncul pula film Si Pitung versi baru yang skenarionya ditulis seniman Betawi S.M Ardan dan disutradarai Nawi Ismail.

Terlepas dari upaya sejumlah peneliti sosial budaya yang mengatakan bahwa tokoh-tokoh tersebut hanya fiksi, toh, kenangan terhadap mereka masih hidup pada angan masyarakat. Malahan, di Jakarta Utara rumah Si Pitung dijadikan cagar budaya, serta pernah dijadikan tempat deklarasi Capres pada 2014 lalu.

Ini menandakan bahwa ikon-ikon budaya bernuansa jawara, selalu potensial untuk berkorelasi dengan kegiatan politik kekuasaan.

Masa Depan

Belum ada referensi yang meyakinkan apakah budaya jawara memang mempunyai akar yang kuat dalam budaya tradisi masyarakat kita. Meskipun kita mendapati sejumlah cerita rakyat mengenai kependekaran dan kejawaraan mulai tumbuh semenjak adanya kolonialisme sebagai latar belakang baru.

Lagi pula, bahan-bahan tertulis mengenai cerita jawara itu, yang dapat digunakan sebagai referensi otentik untuk mengukur kebenaran realitasnya, jarang sekali. Tidak semudah memperolehnya dari cerita-cerita lisan yang kebanyakan muncul pada abad 19. Umpamanya melalui roman sejenis “roman pergaoelan” atau setipe komik yang menampilkan semangat percentengan itu.

Satu hal yang bisa dipastikan, munculnya figur-figur mitos para jawara ini – yang menonjolkan kesaktian fisik dan memuja aspek kriminalnya –  pada dasarnya bertentangan dengan bahan-bahan budaya tradisional mengenai “orang yang layak dihormati”.

Sebagai misal, dalam kebudayaan Jawa umumnya, tokoh-tokoh idola yang dijadikan teladan adalah mereka yang alim seperti pemimpin agama, ulama dan raja-raja yang adil. Hal ini berlangsung semenjak dari masa Hindu-Budha dan Islam. Malahan, tokoh-tokoh sejarah yang kental dengan unsur keragaan kebanyakan diproduksi oleh babad yang tidak jelas sumbernya.

Contoh yang kuat untuk mengemukakan pendapat ini adalah dengan memperhatikan kisah-kisah pewayangan yang tokoh-tokoh ceritanya melambangkan berbagai karakter manusia. Meskipun tokoh-tokoh pewayangan mempunyai ilmu kesaktian beragam rupa, bahkan ada yang sampai bisa memindahkan gunung, tidak ditonjolkan aspek fisiknya itu. Melainkan yang ditonjolkan nasehat di balik kisah-kisah tersebut.

Berdasarkan itu, sementara pengkaji lebih melihat fenomena budaya preman atau jawara ini, dalam sejarahnya merupakan dampak dari kegagalan pemerintah kolonial menegakan hukum. Pada tahap berikutnya, yakni pada fase republik, para preman ini muncul berbarengan dengan upaya pengorganisasian massa di zaman revolusi kemerdekaan, yang berlanjut pada pengorganisasi massa ketika republik sudah terbentuk untuk kepentingan politik golongan.

Fase ketiga, pada Zaman Pembangunan, munculnya kota-kota megapolitan pada awal 1980-an tampaknya disertai dengan menggejalanya kecenderungan untuk mengidentifikasi sebuah kota sebagai daerah preman dalam imajinasi masyarakat. Ini bisa dilihat misalnya, dari semboyan-semboyan yang melekat pada sebuah kota para kurun 80-an itu. “Awas, ini Medan Bung”, dan serupanya.

Fase yang paling buruk tampaknya terjadi pasca reformasi, ketika budaya preman menjadi gejala umum dalam politik. Hal inilah yang kerap dikritik pengamat telah terwujud dalam fenomena satgas partai, laskar dan milisi-milisi yang mempunyai kontak serius dengan partai politik. Belakangan nama-nama dan simbol organisasi itu malahan banyak menggunakan simbol-simbol dan atribut budaya lokal.

Apakah masyarakat takut? Tentu saja takut, karena nyatanya  organisasi-organisasi massa seperti itu sering terlibat bentrok satu sama lain. Namun yang lebih menakutkan adalah ketika para pemimpin mereka muncul sebagai orator politik, ketua badan pemenangan pemilu dari partai yang didukungnya, menjadi bupati, dan mempunyai posisi atau pengaruh yang signifikan dalam kekuasaan. Realitas ini, tak terpungkiri, makin meyakinkan kita, bahwa preman selalu punya masa depan di negeri kita. (T)

Tags: Indonesiakekuasaanpreman
Riki Dhamparan Putra

Riki Dhamparan Putra

Lahir di Padang, pernah tinggal di Bali, kini di Jakarta. Dikenal sebagai sastrawan petualang yang banyak penggemar

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Esai

Calonarang

Dalam bahasa Jawa Kuno, Calon berarti daging, Arang berarti renggang. Calonarang berarti daging yang renggang. Daging apa yang renggang? Itulah ...

August 20, 2019
Salah stu karya pada pamaeran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa Undiksha Singaraja,  2018
Puisi

Puisi-puisi Kiki Sulistyo || Hantu Rima, Pigmen Bunyi, Martiria

Malam Penjagalan wahai, pemapar ikhbar --berkatilah hewan ini dengan hamun dan sifat dayus, sebelum dunia membuatnya kudus. di kandang ia ...

January 2, 2021
Foto: koleksi penulis
Peristiwa

Cara Sejumlah Orang Bali Menyingkir dari Keriuhan Tahun Baru

BAGI orang Bali (Hindu) tentu saja tak ada masalah dengan perayaan Tahun Baru, meski sesungguhnya Hindu memiliki Tahun Baru sendiri ...

February 2, 2018
Made Anik Wiryantini
Esai

Harta, Tahta dan Variegata

Penulis: Made Anik Wiryantini _______ Beberapa bulan ini janda bolong menjadi viral di Indonesia ketika sebuah akun gosip di sebuah ...

January 5, 2021
Direktur Program Minikino Film Week 5 Fransiska Prihadi (Foto: Dok Minikino)
Acara

Minikino Film Week 5: Bali International Short Film Festival, Memperkuat Jaringan Nusantara dan Internasional

Minikino Film Week (MFW)-Bali International Short Film Festival kembali digelar seminggu penuh, 5-12 Oktober 2019 mendatang. Di tahun kelima festival film ...

September 30, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In