3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tari Joged, Dulu Dipingit, Kini Diumbar

Kadek SuartayabyKadek Suartaya
July 12, 2023
inEsai
Tari Joged, Dulu Dipingit, Kini Diumbar

Seorang penari joged bumbung di Taman budaya Bali | Foto: Dok. Kadek Suartaya | Foto hanya ilustrasi

TARI JOGED adalah kesenian kesayangan kaum bangsawan era keemasan kerajaan di Pulau Bali. Pada masa lampau, joget hanya dipentaskan di lingkungan keraton. Masing-masing  puri mengayomi penari joged. Bahkan, hanya raja yang boleh ngibing penari yang dikoleksinya.

Pada tahun 1881, seorang petugas kesehatan Belanda, dokter Yacobs, ketika bertamu di Kerajaan Mengwi, terpesona dengan para penari joged  privat sang raja yang elok-cantik berambut panjang  tersenyum ramah. Para penari joged yang dijamin hidupnya tersebut, dipingit di lingkungan puri.

Keberadaan tari joged yang tidak boleh dipentaskan di luar tembok keraton itu juga dapat ditemukan di Sukawati. Tersebut,  seorang penari joged bernama Ni Wati milik Kerajaan Sukawati yang dijadikan permaisuri (diberi gelar Jero Nyeri) oleh Raja Gianyar, Dewa Manggis VII (1847–1884).

Dalam perkembangannya, pada pertengahan abad ke-19, tari joged menyebar luas dengan beragam ciri khasnya (Gudegan, Leko, Adar, Tongkohan, Gandrung). Tari joged yang pernah dikawal ketat keluarga raja pun, tetap bertahan, bahkan hingga kini,  dengan sebutan Joged Pingitan dalam pemaknaan sebagai mustika seni tari luhur, bahkan bergeser posisinya sebagai tari sakral.

Setelah kemerdekaan RI, keberadaan Joged Pingitan  ditemukan di sejumlah tempat wilayah Sukawati seperti di Pekuwudan, Batuan, dan Tegenungan. Kemudian pada awal kemerdekaan, Joged Pingitan terlihat kewingitan tariannya dan rancak teduh iringan gamelan bambunya di Peliatan. Konstruksi artistik Joged Pingitan  dibingkai alur dramatik, yang lakonnya bersumber dari cerita Calonarang.

Salah satu penari Joged Pingitan legendaris yang dikagumi penonton di tahun 1990-an adalah Ni Ketut Cenik. Di usia rentanya, 88 tahun, ia masih sanggup tampil secara tunggal membawakan sekian peran karakter-karakter pokok cerita Calonarang. Karena  totalitas berkesenian yang ditunjukkan Cenik itulah kiranya seni pentas warisan zaman kerajaan Bali tersebut (Joged Pingitan) masih mencoba bernafas ketika itu.

Namun, setelah berpulangnya seniwati sepuh yang dimasa hidupnya selalu tampak ceria ini, Joged Pingitan terpuruk dan ambruk terkubur. Keberadaan sekaa Joged Pingitan, kini, dapat dihitung dengan satu jari tangan saja yang ironisnya, semuanya pingsan. Diantara sekaa itu adalah yang ada di Banjar Pakuwudan, Sukawati, di mana Ni Ketut Cenik menari utamanya.  Dulu, bersama Cenik,  komunitas seni ini, sesekali masih tampil di lingkungan desanya.

Dilihat dari segi ansambel  pengiringnya Joged Pingitan menggunakan barungan karawitan Bali yang termasuk golongan tua. Instrumentasi dari gamelan Joged Pingitan terdiri dari alat-alat berbilah (xylophone) dari bambu berlaras pelog lima nada. Permainan instrumen-instrumen ini mempergunakan sepasang pemukul dengan tehnik yang jalin menjalin.

Salah satu ciri khas repertoar sajian instrumental gamelan ini disebut gandrangan.  Saat mengiringi tari, gamelan bambu ini memainkan tabuh-tabuh palegongan (genre tari legong atau Legong Keraton).  Selain menyajikan palegongan, Joged Pingitan Pakuwudan selalu menyuguhkan tari Calonarang di mana Ni Ketut Cenik menjadi maskotnya.

Pada masa lalu, diduga kuat antara tari joged   dan perseliran  mempunyai interaksi yang sangat erat. Joged  yang diayomi kaum  bangsawan ini harus setia dan siap mengabdi serta  mentaati segala perintah raja. Menjadi  penari joged milik istana pada saat  itu  merupakan sebuah kebanggaan  yang  tiada  taranya.  Di  samping   menjadi kebanggaan keluarga, juga  menjadi  idola  masyarakat.  

Seorang penari  joged koleksi raja, selain kehidupannya  dan  keluarganya terjamin juga mendapat hadiah sawah. Hadiah-hadiah dan sawah yang diterimanya  inilah  kemudian menjadi tumpuan hidup  para  penari  bila sudah tak terpakai lagi atau sudah tua dan kembali  ke desanya masing-masing.

Joged Bumbung yang kini bergelinjang girang adalah jejak terakhir dari Joged Pingitan. Tapi bila Joged Bumbung khusus mementaskan keriangan ibing-ibingan pasangan penari dan penonton, sedangkan Joged Pingitan tampil serius klasik. Bagian ibing-ibingan-nya berlangsung formal santun. Sajian andalannya, seperti tampak pada Joged Pingitan Pakuwudan adalah tari legong dan drama tari Calonarang-nya.

Foto: Dok. Kadek Suartaya

Dramatari Calonarang Joged Pingitan yang ditampilkan, diawali dengan peragaan tari Sisian (murid-murid Calonarang) dan dilanjutkan dengan tari Matah Gede (Calonarang). Ada pula penokohan Pandung yang bertugas membunuh Calonarang dan terakhir adalah sajian Rangda dan Barong.

Adegen di pekuburan yaitu saat Calonarang unjuk ilmu hitam adalah bagian yang dinanti-nanti penonton. Segenap penghayatan dan interpretasi ngereh yaitu  melukiskan proses ngelingse menjadi  leak  bercanda ria sembari menimang dan mempermainkan mayat orok di tengah malam, membuat penonton bergidik. Sorot matanya yang tajam dan jinjit gerak-geriknya sungguh menyeramkan.

 Bila Joged Pingitan menyeramkan dalam pengejawantahan tafsir estetiknya, kini dengan mudah dapat dipergoki tari Joged Bumbung yang tak kalah “garang” dalam mengumbar ketaksononohan jaruh aksinya. Efek joged porno ini sangat “menyeramkan” secara kultural,  yang begitu bablas mencoreng moreng kesopansantunan serta mengoyak-ngoyak nilai keindahan martabat salah satu kesenian masyarakat Bali.

Memang, di persada Nusantara ini, gelora  birahi  tak  hanya identik dengan tari joged.  Hal serupa dapat pula  dijumpai dalam  seni  pertunjukan  Indonesia sejenis lainnya. Pementasan tayub (Jawa Tengah) tak akan  lengkap tanpa  disertai ulah pengibing yang merogoh kutang dengan  alasan menyelipkan  hadiah  uang di sela payudara penari.  Bahkan  Ronggeng  dan Dombret (Jawa Barat) lebih berbau mesum, akan tetapi biasanya merupakan kesepakan pribadi yang tersembunyi.

Berbeda dengan erotisme vulgar tingkah sejumlah penari dan ulah pengibing tari joged di Bali yang belakangan ini mendunia. Betapa, hand phone (HP) pintar yang kini hampir setiap orang menggenggamnya seakan terasa panas oleh gairah goyang seronok liar konten tari Joged Bumbung belakangan ini, yang berseliweran sambung menyambung. [T]

PKB Kehilangan Sekuni, Berkeliaran di Luar Panggung
Dikisahkan Pengibing yang Jatuh Hati pada Penari Joged Bumbung…
Ratih Ayu Apsari Kampanye Joged Bumbung di Jalanan Berkeley, California
Tiga Upaya yang Sebaiknya Dilakukan Untuk Menyelamatkan Joged Bumbung Klasik
Tags: joged bumbungkesenian baliseni pertunjukan
Previous Post

Semua Rencana Liburan Itu Hanya Wacana

Next Post

Sekaa Gong Belaluan Sadmerta, Gong Kebyar Pertama di Bali Selatan

Kadek Suartaya

Kadek Suartaya

Pemerhati seni budaya, dosen ISI Denpasar.

Next Post
Sekaa Gong Belaluan Sadmerta, Gong Kebyar Pertama di Bali Selatan

Sekaa Gong Belaluan Sadmerta, Gong Kebyar Pertama di Bali Selatan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co