Ada ratusan pedagang pecel lele di tepi jalan di Bali. Di manakah peternakannya? Kata si penjual pecel lele, dulu banyak lele didatangkan dari Jawa. Tapi kini di Bali banyak terdapat sentra peternakan lele. Bahkan banyak dibudidayakan oleh anak-anak muda.
Di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng ada kelompok peternak lele, namanya Boom Sakalaka. Kelompok ini bukan bentukan pemerintah, bukan pula sekadar kelompok seremonial. Anak-anak muda ini serius, mandiri dan tentu saja punya cita-cita besar untuk menjadi lele sebagai tuan rumah di Bali, dan tak perlu diimpor lagi dari luar Bali. Bahkan suatu saat nanti tak perlu lagi keluar malam-malam hanya untuk beli lele goreng. Di rumah, lele siap sedia, tinggal goreng.
Eks Pekerja Kapal Pesiar
Salah satu inisiator kelompok Boom Sakalaka ini adalah teman SMA saya, yakni Ngurah Arya Mandala. Ia, bapak dua orang anak, berusia 33 tahun. Ia merupakan seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sebelumnya bekerja sebagai bartender di salah satu perusahaan kapal besar yang bermarkas di Amerika Serikat.
Karena pandemi dia harus pulang sebelum kontraknya berakhir. Namun bekerja bertahun-tahun di luar negeri, telah menjadikan Ngurah sebagai pribadi yang tangguh dan penuh semangat. Bisa disebut, dia adalah satu satu dari ribuan PMI yang saat ini berjuang untuk mencari peluang untuk bisa bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi karena pandemi.
“Kondisi saat ini benar-benar terpuruk, kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Saya harus putar otak agar bisa tetap bertahan dan menapkahi keluarga, ini realita yang harus dihadapi,” katanya.
Ide membuat kolam peternakan lele ini bermula ketika dia membuka literatur, bahwa lele memiliki kandungan vitamin yang tinggi dan bisa disandingkan dengan ikan salmon. Di luar negeri sendiri, Ngurah sering mengkonsumsi ikan salmon, hanya saja harganya di Indonesia sangat tinggi yaitu di kisaran Rp 250.000 sampai Rp 300.000.
Desa Panji memiliki hutan yang cukup terjaga, desa ini memiliki potensi sumber air yang sangat melimpah. Itulah yang juga mendasari keinginanya untuk memaksimalkan potensi yang ada, apalagi peternakan lele sangat cocok diterapkan di kolam-kolam yang memiliki sumber yang mengalir dan juga bersih.
Hanya saja untuk mewujdukan ide itu, dia tidak bisa melakukannya seorang diri. Dia menyampaikan ide ini kepada teman-teman yang ada di sekitar rumahnya dan mereka mulai bersepakat untuk membentuk sebuah kelompok peternakan ikan lele.
Tahun 2019 akhirnya terbentuk sebuah kelompok ternak yang bernama Boom Sakalaka. Kelompok ini beranggotakan 15 orang anak muda, dimana 3 orang di antaranya adalah eks crew kapal pesiar yang sementara waktu dirumahkan karena pandemi. Benar-benar luar biasa semangat mereka.
Gayung bersambut, gagasan dan keseriusan mereka ini tersiar ke seantero desa, dan akhirnya mereka mendapatkan kesempatan kerjasama dengan management Kolam Surya Mas yang beroperasi di Desa Panji. Oleh si pemilik kolam, Ngurah dan kawan-kawan diberikan kesempatan untuk mengelola satu kolam yang dulunya digunakan sebagai kolam pancing.
Oleh Ngurah, akhirnya sepakat untuk menyekat kolam tersebut menjadi enam bagian, masing-masing bagian kolam memiliki kapasitas 2.500 benih ikan lele. Kreativitas yang tiada henti, lele ini sudah bisa dipanen antara usia 2 sampai 3 bulan.
Pemasarannya Bagaimana?
“Dulu pernah kami jual hasil panen ke pengepul, tapi setelah dihitung-hitung, keuntungannya tidak seberapa, karena memang harganya begitu murah. Jadi, kami manfaatkan jaringan pertemanan dan sosial media untuk menjualnya, lumayan kami bisa menjualnya sekitar Rp. 25.000 per kilogram, dengan hasil panen sekitar 30 kilogram per minggu,” kata Ngurah.
Kalau dalam bentuk kemasan, kelompok ini menjual dengan harga Rp. 15.000 per setengah kilogram. Konsumen tinggal goreng saja, karena sudah diberikan bumbu dan bisa disimpan dalam waktu yang lama. Lele yang sudah bersih dan sudah dibumbu itu difacum, dan bisa disimpan di frezzer.
Jika malam-malam ingin hidangan lele goreng, tinggal buka kulkas, ambil lele langsung digoreng. Tak perlu keluar malam. Lele sudah siap sedia di rumah.
Untuk pakan, Ngurah menyebut kalau pakan yang diberikan itu berasal dari pelet yang dia beli di pasar. Pakan yang diperlukan sebanyak 1,5 karung untuk 1.000 ikan lele sampai panen. Biaya produksi agak tinggi karena mereka masih ketergantungan pakan pabrik yang harganya sekitar Rp.270.000 per karung.
Ke depannya Ngurah dan kawan-kawan memiliki cita-cita untuk membuat pelet sendiri dengan mengajak kerjasama para nelayan yang ada di Bali Utara. Jika nelayan memiliki kelebihan stok panen, mereka siap untuk menampung untuk kemudian olehnya akan diolah menjadi pelet.
Di samping memberikan pakan berupa palet, Ngurah juga menyampaikan bahwa mereka memberikan pakan berupa daun-daunan seperti daun keladi dan juga daun pepaya yang dipercaya baik diberikan karena mengandung antibiotik.
Goreng di Rumah
Tidak terasa waktu semakin cepat berlalu, tiba-tiba hari sudah semakin sore. Saya akhirnya undur diri untuk pamit pulang. Lantas Ngurah memberikan saya beberapa bungkus lele facum ukuran 500 gram. Sampai di rumah, saya langsung memberikan ikan itu kepada istri, setelah itu saya pergi ke kebun belakang untuk memetik cabai dan beberapa daun kemangi untuk bisa digunakan sebagai lalapannya.
Cresssss………, suara dari dapur nyaring sekali terdengar, istri rupanya sudah mulai menggoreng ikan-ikan itu. Baunya menusuk hidung, gurih sekali. Lapar juga dibuatnya, apalagi hampir setengah hari saya belum makan.
Setelah ikan kering dan matang, akhirnya kami membuat bumbu, semua bahan di goreng sebelum di ulek, baunya sangat harum, perut semakin keroncongan dibuatnya.
Setelah semua beres, akhirnya kami bisa menikmati lele goreng itu bersama keluarga, saya membuktikan kalau lele yang dibudidayakan oleh kelompok Boom Sakalaka memang enak, dagingnya putih, gurih dan tidak ada aroma tanah yang tercium seperti umumnya ikan lele yang pernah saya konsumsi sebelumnya. [T]
Baca artikel lain dari jurnalis warga TOBING CRYSNANJAYA
Percayalah, Berkebun di Halaman Rumah Bisa Sebabkan Listrik Gratis
Bermainlah ke Mandul di Panji | Ada Jahe Merah Hangat dan Mariani yang Petani
Cerita Nasi Jinggo Ayam Kampung dari Kopabara untuk Warga Isoman di Buleleng
Tok, Tok, Tok…! Sudang Lepet Made Suarti pun Pipih dan Gurih
Kopi Susu + Telur Ayam Arab Setengah Matang | Legenda Ngopi di Kota Tua Singaraja