“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja.
“It’s thirtyfive thousand Rupiah,” jawab Boy ramah.
Tanpa banyak bicara, sang turis menyodorkan uang lima puluh ribu Rupiah. Boy dengan cekatan memberikan kembalian. Turis itu tersenyum hangat, menggenggam sambal buatan lokal itu, lalu melangkah pergi sambil melirik isi tasnya yang mulai penuh oleh-oleh dari Ubud Food Festival (UFF) 2025.
Momen singkat itu hanyalah satu dari sekian interaksi hangat yang terjadi di stan kecil milik Kopernik—salah satu sudut yang ramai dan menarik perhatian. Bukan semata karena produk-produk unik seperti sambal siap pakai, camilan, dan kain tenun khas Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT), tetapi juga karena kisah di baliknya.
Stan itu dijaga oleh Boy, pemuda asal Kupang, NTT. Ia datang jauh-jauh ke Bali bersama rekan-rekannya untuk menjaga stan Kopernik—membawa semangat produk dan cerita dari timur Indonesia. Kini Boy bekerja untuk Kopernik, meski organisasi tersebut belum memiliki kantor resmi di daerah asalnya. Tapi, Boy aktif menjalankan berbagai proyek di sana, mulai dari pendampingan UMKM hingga pengembangan komunitas. “Kalau ada kumpul atau meeting tertentu, baru kita ke Bali,” ujarnya sambil tersenyum.

Boy dari Kopernik di UFF 2025 | Foto: tatkala.co/Dede

Boy memberikan tester kepada pengunjung | Foto: tatkala.co/Dede
Kopernik adalah organisasi nirlaba (nonprofit) yang berbasis di Indonesia dan fokus pada penanggulangan kemiskinan di daerah terpencil melalui distribusi teknologi sederhana dan terjangkau. Di Timor, salah satu proyek Kopernik adalah optimalisasi pangan lokal—mengolah bahan-bahan setempat menjadi produk tahan lama dan bernilai jual tinggi. Dalam pelaksanaannya, Kopernik menggandeng petani dan kader posyandu untuk merumuskan berbagai resep, yang kemudian dibukukan. Bersama UMKM lokal, mereka mengubah bahan mentah menjadi produk siap konsumsi seperti sambal, bumbu, dan aneka camilan.


Produk-produk Timor, NTT di stan Kopernik | Foto: tatkala.co/Dede
“Ini produk dari berbagai UMKM. Kurang lebih ada 50 UMKM yang kerja sama dengan Kopernik, tapi yang dibawa ke Ubud Food Festival tahun ini hanya 16 produk yang sudah lengkap izinnya,” jelas Boy.
Selain aneka pangan kemasan, Kopernik juga memajang beberapa lembar kain tenun khas Timor, di sudut stan. Meski bukan fokus utama, motif dan warna alami tenunan itu tetap menarik perhatian. Boy menegaskan bahwa semua dibuat dari bahan alami, bukan sintetis.

Kain tenun khas Timor, NTT di stan Kopernik | Foto: tatkala.co/Dede
Seorang turis perempuan terpikat oleh salah satu tenunan. Ia mendekat dan membelainya perlahan.
“This is so beautiful, how much is it?” tanyanya dengan sorot mata berbinar.
“That one is two hundred thousand Rupiah,” sahut Boy sambil tersenyum.
Setelah mendengar harganya, turis itu tersenyum sopan, mengucapkan terima kasih, lalu perlahan menjauh. Mungkin ia berubah pikiran, merasa harga dua ratus ribu Rupiah terlalu tinggi untuk keindahan tenunan yang memikat hatinya.

Boy dari Kopernik melayani pengunjung di UFF 2025 | Foto: tatkala.co/Dede
Kopernik telah menjadi peserta tetap Ubud Food Festival sejak 2022. Tapi, ini adalah kali pertama Boy turun langsung di lapangan. Ia menjaga stan dengan penuh antusias, menyambut pengunjung dengan senyum yang tak pernah lepas, dan tak ragu menawarkan tester agar pengunjung bisa mencicipi produk sebelum membeli.
“Mungkin karena produknya dari Timor, jadi banyak yang penasaran. Produk kita juga mudah dibawa karena sudah dalam kemasan, cocok buat oleh-oleh,” ucap Boy.
Tak hanya turis, warga lokal pun banyak yang mampir. Beberapa sekadar melihat-lihat, mengagumi tenunan, ada juga yang membeli atau hanya mencoba tester produk. Bagi Boy, melihat produk lokal NTT diterima pengunjung adalah kebahagiaan tersendiri.
“Menyenangkan sih, karena variatif. Di sini, makanannya nggak cuma dari Indonesia, tapi dari banyak negara. Mungkin karena pasarnya internasional, jadi harus campur. Tapi senang karena produk kita bisa ikut bersaing,” ujar Boy.

Stan Kopernik di UFF 2025 | Foto: tatkala.co/Dede
Di balik botol sambal, keripik kemasan, dan lembaran kain tenun alami, Kopernik membawa lebih dari sekadar komoditas. Mereka membawa narasi pemberdayaan, kolaborasi lintas wilayah, dan semangat dari Timor, NTT yang kini mendapat panggung di festival kuliner dunia. Semua itu dimulai dari satu hal sederhana—senyum hangat Boy, pemuda Kupang yang menjaga stan dengan sepenuh hati. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: