3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

Made ChandrabyMade Chandra
June 1, 2025
inUlas Rupa
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

Solo Presentation “ Study of Mechanical Reproduction” di Rumah mentari, Penatih, Denpasar

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali dengan mudah? Di saat kini mulai bersusulan teknologi handphone dengan ukuran pixel kamera yang kian tak terbendung.

Mungkin kita bisa menghela nafas sebentar untuk kemudian menoleh balik bagaimana fotografi muncul sebagai sebuah pembaharu dalam metode perekaman gambar pada masa lampau.

Pada awalnya kamera  justru diciptakan untuk membantu seorang pelukis dalam membantu meningkatkan presisi dalam melukiskan sebuah pemandangan ataupun berbagai objek dunia nyata lainnya, hal itu bermula pada awal abad ke-16 saat camera obscura pertama kaliditemukan sebagai alat bantu, yang lalu pada perkembangannya ia berdiri sendiri sebagai alat penangkap gambar yang dicetak kedalam sebuah media kertas melalui eksperimentasi di bidang optik dan kimia, menghasilkan sebuah foto dari hasil mekanik yang kompleks pada masanya.

Perkembangan fotografi seolah melaju dengan cepat—melintas waktu dan zaman, kemunculannya dinilai sebagai sebuah pembaharu namun di sisi yang lain ia juga dipandang sebagai sebuah ketakutan akan tergesernya peran para pelukis dalam membekukan satu momen tertentu. Walaupun pada akhirnya ketakutan tersebut tak terbukti, jika dilihat keberperanan antara fotografi dan lukisan yang kini sungguh jauh berbeda.

Fotografi pun tak luput dari perubahan era digitalisasi, ia yang awalnya selalu berkutat dengan hal-hal teknis, kini perlahan mulai meninggalkan unsur-unsur “mekanis” nya, kemudian tergantikan dengan tangkapan kamera dengan lensa yang bahkan tak menghasilkan bunyi sedikit pun.

Hal itu berlanjut ketika bagaimana fotografi juga akhirnya lepas dalam peran praktisnya lalu masuk, dan diakui sebagai sebuah karya seni yang mencoba lepas dari konvensi klasik tentang bagaimana sebuah karya seni diciptakan.  

Ade dan Mechanical Reproduction

Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang secara sadar dan tidak sadar, terpantik melalui diskusi dari sebuah Solo Presentation “ Study of Mechanical Reproduction” oleh Ade Ahimsa, Rumah Mentari, Penatih, Bali, pada Sabtu lalu. Sebuah perayaan atas perjalanan melintas ruang waktu dan pertanyaan menubuhnya tentang iklim fotografi yang selama ini ia geluti, terutama dalam konteks Bali dan fotografi itu sendiri,

Diskusi ini menyoroti berbagai topik yang berelasi dengan pertanyaan-pertanyaan di awal, tentang bagaimana fotografi mengalami polemik dalam kemunculannya, namun kini ia seolah terjebak pula dalam polemik dengan pola yang hampir sama, ketika muncul berbagai teknologi Artificial Intellgence yang dengan gampangnya menghasilkan sebuah proyeksi gambar hanya melalui prompt dan Kumpulan data.

Ade membuka diskusi ini dengan dirinya yang tergugah untuk melakukan presentasi atas buah pikir yang sempat tertunda sebelumnnya, sesaat setelah ia menyelesaikan studi akhir di kampusnya dan sebuah kolektif yang membantunya bertumbuh bernama Gurat Institute. Melalui Kumpulan berbagai fragmen gambar yang tersusun secara dinamis, ia mengumpulkan kembali serpihan memori serta ingatan tentang berbagai hal atau benda yang pernah menjadi bagian yang sangat personal dari dirinya, namun disaat yang sama hal itu memaksanya untuk menyadari berbagai perubahan yang hadir pada hal yang sebelumnya sangat personal—bahwa pada akhirnya benda dan suasana itu dengan sendirinya berubah seiring konteks sosial dan lingkungan yang terus bergerak mengiringinya.

Tentang mechanical production; hal itu mengacu pada landasan awal yang digunakan oleh ade dalam melihat balik pratik fotografi itu sendiri, ia meminjam pemikiran yang termuat dalam sebuah sebuah esai oleh Walter Benjamin berjudul “The work of art in the age of mechanical reproduction” dalam esainya ia mengomentari bagaimana nilai eksistensial dalam sebuah karya seni akan hilang di era dimana ia dapat direproduksi secara massal, dalam ranah ini ia merujuk pada fotografi, dimana sebuah gambar dapat secara instan direproduksi melalui mekanisme mesin kamera.

Ade dalam solo presentationnya kali ini justru hadir untuk mempertanyakan ulang konsep mechanical reproduction dalam konteks hari ini. Jepretan fotonya justru menantang persepsi tersebut. Dengan teknologi yang kian melaju pesat, kini kamera digital dengan otomatis dapat menyesuaikan kondisi over atau under berbagai aspek fotografis, meliputi exposure, contrast, saturation, blur, sharpness dan lain sebagainya. Jadi apaarti sebuah foto hari ini, jika itu semua sudah terpenuhi.

Karya-karya Ade justru hadir untuk merayakan ketidaksempurnaan dalam aspek fotografis itu sendiri, dalam upayanya untuk mempertebal dan mengekstrak berbagai gagasan dan memori yang tercermin dalam struktur visual sebuah gambar. Foto-foto Ade menjadi sangat personal, ia secara tidak sadar mengaburkan dan mencoba bermain-main dalam caranya mempertanyakan ulang sebuah studinya tentang mechanical reproduction.

Perihal fotografi dan iklim diskusi

Ade sebagai seorang fotografer, telah tumbuh dalam lingkungan fotografis yang sangat multi kultural. Ayahnya yang seorang jurnalis senior memberikan sedikit tidaknya pengaruh dalam jalannya hingga hari ini, ia tak membatasi dirinya, ia tumbuh dan larut secara organik dalam berbagai ekosistem dengan genre yang saling memiliki kecenderungan masing-masing, dari Jurnalistik, street fotografi, fashion, FNB hingga fotografi eksperimental.

Namun ia menyadari satu hal yang kini ia rasa sangat tak sehat dalam iklim fotografi terutama dalam lingkaran eksosistemnya. Ada semacam kejanggalan, dan rasa pasrah, di saat kini obrolan mengenai fotografi hanya diisi oleh perbincangan seputar kebutuhan praktisnya sebagai sebuah pekerjaan, tak lebih dari masalah UUD ( ujung-ujungnya duit) ataupun sebuah ajang untuk memamerkan kecangggihan kamera yang dipunya.

Ada yang hilang dalam perbincangan-perbincangan tersebut, yaitu bagaimana fotografi juga dapat hadir sebagai sebuah karya seni pula, terlepas genre dan berbagai konvensi fotografis yang meliputinya. Bagaimana eksistensi foto hari ini di era “too many images”, bagaimana iklim fotografi Bali, Yogya, Bandung ataupun Prancis sekalipun. Kalaupun ada, obrolan tersebut hanya menjadi perbincangan tengah malam dalam diskusi personal yang tak menjadi ruang dialektik kolektif.

Kegelisahan tersebut membawanya untuk membuat forum diskusi ini, upaya untuk dirinya dan berbagai lapisan apresiator, baik yang masih dalam lingkaran fotografi ataupun lintasan disiplin khususnya seni rupa untuk ikut dan larut dalam diskusi dialektik yang hangat. Terlihat dalam perbincangan ini, hadir beberapa kurator seni rupa yang turut memberikan pandangan, baik itu Savitri Sastrawan, ataupun Susanta Dwitanaya yang hadir sebagai penulis yang telah membaca praktik berkarya Ade selama studinya di Gurat Institute, hadir pula praktisi fotografi dan seorang dosen Dudyk Arya Putra, dan berbagai teman serta rekan apresiator yang juga ikut hadir.

Peristiwa ini bak oase di tengah gurun pasir yang luas, saya sendiri sebagai penulis benar-benar jarang dalam melihat diskusi yang membahas fotografi dalam ranahnya sebagai bagian dari karya seni kontemporer yang merangkul berbagai kalangan, terutama di Bali itu sendiri.

Forum ini menjadi ruang refleksi bersama bagaimana, sebuah iklim yang sehat harus dibentuk dan diupayakan untuk terus diwacanakan, tentu banyak obrolan belakang layar yang telah membahas hal ini lebih jauh, namun keberanian macam apa yang memantik seorang Ade untuk membawa percakapan belakang layar tersebut ke sebuah forum diskusi yang demokratis dan menjadi ruang untuk ingatan kolektif.

Pada akhirnya penulis akan menarik kembali kepertanyaan awal, menyoal sebuah pertanyaan mendasar tentang makna sebuah foto dalam konteksnya hari ini, Bagaimana ia eksis diantara jutaan informasi dan gambar yang tiap hari terus diperbarui. Adaptasi macam apa yang membuat akan bertahannya sebuah makna foto di era dimana ia bisa diciptakan tanpa perlu melibatkan kehadiran, hanya perlu teks dan kumpulan data saja.

Saya akan mengutip ungkapan Ade Ahimsa dalam konklusinya akan forum ini,

“Manusia akan terus berusaha mengekstrak diri dan pikirannya untuk terus melakukan proses adaptatifnya, bahkan jika dengan Artificial Intelligence sekalipun” [T]

Penulis: Made Chandra
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel lain dari penulis MADE CHANDRA

  • BACA JUGA:
Aktualisasi Seni Tradisi dalam Pusaran Era Kontemporer
Pakem: Miskonsepsi yang Berujung pada Stagnasi Seni Tradisi
I ❤ Bali : Masyarakat Bali yang Merasa Asing di Tanahnya Sendiri
Tags: fotografiGurat InstituteSeni Rupa
Previous Post

“Noctourism”: Berwisata Sambil Begadang

Next Post

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

Made Chandra

Made Chandra

Lahir di Baturaja, Sumatera Selatan, tinggal di Denopasar. Ia merupakan seorang perupa muda yang telah mengembangkan formula visual yang menarik. Ia memadukan ikonografi Kamasan Klasik dengan ekspresi abstrak dan dataran kanvas kosong yang memberikan kesan minimalis pada komposisinya, membedakan suara artistiknya di antara banyak seniman muda pendatang baru dan pionir seni Kamasan. genre Kamasan kontemporer.

Next Post
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co