PERJALANAN pulang pergi setiap hari sekolah dari Jalan Darmawangsa Desa Adat Kutuh ke Banjar Mumbul Desa Adat Bualu melalui Jalan Taman Giri, wilayah Kuta Selatan, sungguh menyenangkan terutama bila pagi cerah, sore terang, dan malam bulan bintang berbinar. Perjalanan ini saya nikmati dengan penuh syukur menuju tempat tugas di SMA Negeri 2 Kuta Selatan yang berdiri 3 September 2019. Selasa Pon Waregadian, 3 September 2024, genap berusia 5 tahun, yang dalam bahasa Latin disebut Lustrum. Oleh karena, Indonesia Africa Forum (IAF) digelar 2 – 4 September 2024, di Kawasan Wisata ITDC Nusa Dua berdasarkan Instruksi Kapolda Bali maka pembelajaran di sekolah seputar Kecamatan Kuta Selatan dilaksanakan secara daring. Lustrum pun diundur ke Jumat, 6 September 2024.
Perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 15 menit dengan sepeda motor bila jalanan lancar tak macet. Maka sekitar menit ke-5 dari rumah, sampailah saya di Puncak Tegeh Kaman. Di Puncak Tegeh Kaman banyak penanda yang menarik dan memikat menghentikan keliaran pikiran saya untuk sampai pada renungan. Dulu pada era 1970-an di situlah pertama berdiri pemancar TVRI Bukit Bakung.
Padahal, sesungguhnya Bukit Bakung itu berada di Desa Ungasan. Namun karena nomenklaturnya tidak diubah, sampai kini disebut Pemancar TVRI Bukit Bakung, padahal mestinya bernama Pemancar TVRI Tegeh Kaman, sesuai dengan nama klasiran tanah berdasarkan peta wilayah. Itu daya tarik pertama : Kesalahan yang diabadikan mengingatkan saya dengan Williem Shakespeare, dalam novel Romeo Juliet, “Apa Arti Sebuah Nama?”
Daya tarik kedua, Puncak Tegeh Kaman menjadi tempat pertemuan orang-orang dari dari Desa Adat Kampial dan Desa Adat Kutuh menonton acara TVRI. Di sinilah, anak-anak Delod Ceking mulai berkenalan dengan film Si Unyil dengan tokoh Pak Raden dan Pak Ogah. Sampai kini, Pak Raden dan SI Unyil dilekatkan pada nama orang Kutuh, tanpa mengabadikan nama Pak Ogah. Pertemuan itu juga melahirkan pernikahan dini di kedua desa.
Teman sekelas saya, Kelas IV SD sudah kawin, ada pula kakak kelas yang kawin saat Kelas VI. Itu terjadi pada 1978 menjelang perpanjangan kenaikan kelas. Pada mulanya, Kenaikan Kelas setiap Desember yang ditandai dengan bermekaran Bunga Plamboyan tak ubahnya Bunga Sakura di Jepang kala musim semi. Walaupun teman-teman saya kawin muda, kini mereka sudah beranak dan bercucu, sehat lahir batin berkat cintanya bersemi di Pemancar TVRI Bukit Bakung.
Ketiga, sekitar 300 meter dari Puncak Tegeh Kaman berdiri Perguruan Tinggi Pariwisata terbesar di Bali yaitu Politeknik Pariwisata Bali (Poltekpar dulu : STP sebagai reinkarnasi dari BPLP dan Trainning School) yang pada awalnya berdiri di kawasan BTDC (kini : ITDC Nusa Dua). Kini Poltekpar telah memiliki Hotel Kamala persis di sudut Timur Laut area Kampus dengan view supercantik. Bila cuaca pagi terang benderang, Gunung Agung dari Timur Laut Bali hingga Gunung Batu Karu di Barat Laut memberikan suguhan lukisan alam yang memanjakan pandangan.
Pemancar TVRI Bukit Bakung berdekatan dengan Kampus Poltekpar Bali \ Foto IBP Puja
Lebih-lebih, bila Purnama Raya sinar rembulan berpesta cahaya bintang-gemintang dengan kelap-kelip cahaya lampu Tol Bali Mandara seakan menyambut kedatangan tetamu dari berbagai negeri dengan pesta riang gembira disaksikan Para Dewata, di Pulau Sorga. Sore menjelang sunset, Kampus Poltekpar juga menyajikan lukisan siluet berwarna jingga keperakan yang membuat mata tiada lelah menatap ciptaan Ilahi. Di tangan Dr. Ida Bagus Putu Puja, Direktur Poltekpar Bali, membuat taksu kampus kian berkarisma dan berbinar diburu orang segala negeri. Bahkan Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menjadikan Poltekpar Bali sebagai Kantor saat Work From Home (WFH) masa Pandemi Covid-19.
Kembali perjalanan ke SMA Negeri 2 Kuta Selatan yang beken disebut Toska (Two South Kuta), saya nikmati dengan keriangan sebagai mana layaknya dulu ayah mencangkul ke kebun dini hari saat galang kangin atau melaut tengah malam dengan berpedoman pada tatenger ilmu perbintangan. Maka sekolah pun saya ibaratkan kebun dan laut.
Sebagai kebun, sekolah adalah tempat petani penggarap (baca : guru) yang suntuk menyenangkan dan menenangkan bibit-bibit untuk bertumbuh dan berkembang (baca : murid) sambil mencabuti gulma pengganggunya dengan penuh cinta kasih sehingga kelak bunganya wangi buahnya ranum untuk persembahanan buat Indonesia Raya.
Sebagai laut, sekolah adalah tempat bermain surfing bercengkrama dengan ombak berbuih putih di permukaan yang indah dipandang mata. Selanjutnya, menyelam di kedalaman samudera ilmu pengetahuan yang mahaluas agar mendapat mutiara terpilih sebagai pelita untuk menyinari dunia demi kebahagiaan lahir batin, sekala niskala. Dari gelap goa peteng (awidya) menuju terang cahaya (widya).
Inspirasi itulah yang diangkat melalui Tari Sisya Natya Jnani, tari siswa terpelajar, sebagai Tari Maskot Kebesaran SMA Negeri 2 Kuta Selatan. Tari Maskot ini diterjemahkan dari perpaduan visi misi, logo, dan moto sekolah, oleh I Komang Adi Pranata, S.Sn., M.Sn. dengan penata tabuh I Putu Pradnya, S.Sn., M.Sn. dibawakan oleh 7 penari wanita dari ekstrakurikuler Seni Tari Bali dengan iringan Ekstrakurikuler Seni Tabuh. Tarian ini akan di-lounching perdana pada Jumat Umanis Uku Waregadian, 6 September 2024, saat puncak HUT V.
Penundaan 3 hari perayaan Lustrum SMA Negeri 2 Kuta Selatan dari 3 September 2024 menjadi 6 September 2024 pun bermakna ganda dan bersejarah. Pertama, di satu sisi menyukseskan IAF untuk menghindari kemacetan di Jalan sepanjang By Pass Ngurah Rai Nusa Dua, di sisi lain siswa dan guru juga dilibatkan dalam penyambutan delegasi dengan tiga titik kumpul : Bandara Ngurah Rai, Pintu Keluar Tol Bali Mandara Nusa Dua, dan Gerbang Kawasan ITDC Nusa Dua. Keterlibatan mereka sebagai bagian dari Merdeka Belajar berbasis budaya Bali melalui penyambutan dengan Tabuh Bleganjur. Belajar menyenangkan menuju bahagia sesuai dengan salam Ki Hadjar Dewantara : Salam dan Bahagia.
Kedua, penundaan itu juga mendekatkan perayaan Lustrum menuju Hari Aksara Internasional yang jatuh pada 8 September 2024. Hari Aksara Internasional adalah cikal bakal Gerakan Literasi Dunia (GLD), Gerakan Literasi Nasional (GLN), dan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Melalui GLS seluruh kerja-kerja bidang pendidikan dan kebudayaan digemakan, pembelajaran dielaborasi untuk menghasilkan panen raya pendidikan menyambut generasi emas 2045.
Maka melalui Puncak Tegeh Kamanlah semua itu dikabarkan dan dipancarteruskan ke seantero dunia untuk membaca peradaban Bali melalui Chanel informasi tanpa batas. Puncak Tegeh Kaman telah mengglobalkan Gumi Delod Ceking dalam saluran informasi dunia ibarat sperma bertemu sel telur melahirkan manusia yang mengimani agamanya, mengindahkan seni budayanya, dan menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi secara humanis. Dengan agama hidup terarah, dengan seni hidup diperindah, dengan Iptek hidup dipermudah. Satyam, Siwam, Sundaram. Itulah yang hendak dituju Toska. Selamat Ulang Tahun V Toska. Salam : Wiweka Jaya Sadhu! [T]
BACA artikel lain dari penulisNYOMAN TINGKAT