Sin!
Kalo misal aku udah siap dengan setiap kemungkinan terburuk saat confess ke dia, menurutmu gimana?
Mending aku jujur atau yaudah temenan aja?
Setelah berpikir cukup lama akhirnya pesan-pesan ini aku kirimkan lewat WA ke Sintya. Dia adalah teman yang aku kenal sejak kuliah. Kami dekat karena banyak waktu yang kami habiskan dulu, sampai akhirnya tidak banyak bertemu karena sudah sama-sama bekerja. Komunikasi masih terjalin baik sampai hari ini. Ya walaupun komunikasi itu terjadi saat kami saling membalas cerita di sosial media.
Akhirnya ya, hahahaha!
Hem gimana ya, aku gak tau sih dari pihak laki-laki gimana?
Balasan ini akhirnya muncul setelah 3 menit lalu aku mengirimkan pesan sebelumnya. Sepertinya Sintya memang menunggu momen ini datang. Dia merasa cukup paham dengan kondisi yang aku alami. Soal buruknya ceritaku tentang cinta. Sebagai teman yang baik, dia selalu membalas setiap cerita galauku yang akan diakhiri dengan kata semangat.
Hahahahaha, tapi lucu juga ya. Masak urusan gini masih nanya dulu
Ya sebenernya takut juga bakal jadi aneh nanti. Tapi kalo gak diomongin kayak ada yang ganggu gitu gak sih rasanya
Dua pesan ini kembali aku kirim.
Aku memang sering khawatir dengan setiap kemungkinan yang akan terjadi. Kadang terasa berlebihan. Kedekatan dengan orang yang aku suka seringkali gagal di saat akan serius. Maka keputusan untuk hanya berteman tanpa peresmian adalah pilihan berikutnya. Tidak ada kata putus. Tidak ada rasa canggung. Tapi selalu penuh dengan kecemburuan. Dalam hal semacam ini, aku memang tidak tau harus bersikap seperti apa. Bisa dikatakan aku memang payah dalam percintaan. Rasanya sangat dilema jika harus memutuskan seperti apa langkah yang diambil ketika aku mulai jatuh cinta dengan seseorang.
Memang pengakuan akan menjadi pisau bermata dua. Bisa membuat hubungan lebih baik atau lebih buruk. Sialnya, aku pernah mengalami dua hal yang cukup menyesakkan. Aku pernah gagal karena dianggap menyatakan cinta terlalu cepat. Dia tidak yakin bahwa aku benar-benar cinta. Ujungnya tentu sudah sangat jelas.
Berikutnya, aku pernah gagal karena dia tiba-tiba mengunggah foto bersama pasangannya. Pembelaannya adalah aku yang terlalu lama, padahal dia juga suka awalnya. Ujungnya tentu juga sama, begitu sesak rasanya.
Tapi kesialan semacam ini tidak hanya terjadi dua kali. Namun setidaknya dua hal ini mengaburkan standar waktu yang seharusnya aku pahami. Aku tidak pernah tau kapan waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan cinta. Bahkan sampai saat ini, masih tetap sama.
Jika ada pengelompokan orang dalam hal percintaan, rasanya aku akan masuk pada kelas terbawah. Ini bukan tanpa alasan. Hal-hal yang terjadi sebelumnya jelas mengatakan bahwa aku adalah orang yang tidak mau berkompromi dengan resiko. Ujungnya pun hampir selalu sama, tidak menjadi apa-apa. Layaknya menulis, aku sudah menyerah lebih dulu karena takut hasilnya akan jelek.
Akhirnya aku menyerah sebelum menyelesaikan kalimat pertama. Secara pengalaman, aku hanya pernah berpacaran 3 kali. Tidak pernah ada anniversary dan yang terakhir sekitar 9 tahun lalu. Untuk lelaki berumur 24 tahun, rasanya kalian akan sepakat dengan apa yang aku sampaikan di awal.
Sintya kembali membalas pesanku.
Gimana ya
Gak tau Wah. Jujur aja
Hahahaha
Iya kayaknya kamu udah lama banget kayak gini
Aku membalas:
Hahahaha bingung
Dia balas:
Selegamu aja si Wah
Aku balas:
Kayak aku udah ngeyakinin diri buat siap, tapi apa iya ya?
Oh ya, sorry. Kamu emangnya gak lagi sibuk? Ntar terganggu lagi gara-gara ngeladenin aku
Hahahaha
Aku mencoba memastikan bahwa Sintya memang sedang tidak bekerja. Secara pribadi aku sudah cukup banyak masalah. Aku juga sadar bahwa Sintya pun punya masalahnya sendiri. Jadi rasanya cukup bijak untuk memastikan bahwa masalah ini tidak akan menambah masalah bagi Sintya nantinya.
Tapi Sintya membalas:
Gak sih Wah
Cuma ya gitu, mungkin aku tidak cukup membantu
Hahahaha
Lama jeda. Beberapa menit kemudian pesan Sintya kembali masuk.
Tapi kayak gimana ya. Aku juga bingung
Aku balas:
Hahahaha maaf nih, kamu malah jadi ikutan bingung
Sintya balas:
Aku kayak takut gitu loh ngasi saran. Kayaknya kamu memikirkan ini lama banget. Jadi aku kan harus hati-hati juga ya buat ngasi saran.Tapi aku juga bingung nih harus ngasi sarannya gimana
Sebetulnya aku suka dengan Sintya. Sudah sejak lama. Entah dia sadar atau tidak. Bahkan rasa ini tetap ada saat dia bersama yang lainnya. Di titik itu, aku hanya mencoba membatasi diri saja dan tetap menjadi selalu ada di waktu-waktu tertentu. Tidak ada yang aneh buatnya karena kami memang dekat secara pertemanan. Beberapa waktu lalu aku tau bahwa Sintya sudah tidak berpacaran lagi. Aku mulai berpikir bisa jadi ini adalah waktu yang tepat. Tapi resikonya terlalu besar. Pertemanan. Rasanya malam ini tanganku bergerak sendiri.
Kalo orang yang aku suka itu kamu, gimana?
Setelah pesan ini terkirim, aku menjauhkan handphone. Aku mencoba meyakinkan diri untuk siap dengan setiap kemungkinan terburuk yang terjadi. Toh juga sudah terbiasa patah hati.
Beberapa menit kemudian kulihat pesan Sintya masuk. Aku masih diam. Setelah cukup siap, barulah kubuka balasan darinya.
Kalo aku di posisi orang yang kamu suka, gimana ya. Aku gak tau juga. Kalo kamu gak keberatan, coba ceritain kalian itu kayak gimana. Jadi aku ada gambaran juga
Misal kalian interaksinya gimana. Terus responnya dia gimana. Mungkin dari situ aku jadi kepikiran
Sial. Sintya salah menangkap pesanku sebelumnya.
Iya, aku sukanya kamu Sin!
Tentu setelah pesan ini, aku yakin balasan Sintya berikutnya adalah jawaban sebenarnya. Berkali-kali aku meyakinkan diri bahwa aku siap dengan apapun balasannya.
Berselang 14 menit, sebuah notifikasi muncul. Iya, itu adalah pesan dari Sintya.
Waduh, hahahahaha
Memang tidak spesifik seperti dugaanku. Tapi jawaban ini tentu masih membingungkan,
Aneh ya? Hahahaha
Aku mencoba memperjelas maksud dari pesan yang dia kirimkan. Tentu aku tidak benar sedang tertawa. Tidak mungkin kondisi seperti ini aku masih tertawa. Ini hanya sedikit usaha agar situasinya tidak menjadi lebih buruk dan agar dia tidak merasa tertekan untuk menyampaikan perasaan yang sebenarnya.
Setelah pertimbangan yang panjang, aku memutuskan untuk menyampaikan perasaanku. Aku sudah siap dengan kemungkinan terburuk yang terjadi saat pengakuan ini akhirnya terkirim. Setidaknya ada kelegaan yang akan terasa.
Wah, kalo ke pacaran itu aku gak Wah. Aku seneng kita temenan
Setelah membaca pesan ini, ternyata salah satu kemungkinan yang aku bayangkan benar. Tinggal menunggu kebenaran kemungkinan-kemungkinan berikutnya. Aku kemudian berdiri dan mematikan AC yang ada di kantor. Tidak ada keringat, hanya malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. [T]
BACA cerpen-cerpen tatkala.co yang lain