INDONESIA MEMILIKI RAGAM kesenian rakyat yang begitu banyak di setiap daerah. Berbagai kesenian itu pada umumnya bersifat menghibur. Meskipun ada beberapa kesenian rakyat yang dipandang sakral.
Kesenian yang menghibur dapat juga menjadi sakral ketika unsur magis menyertai penampilan kesenian itu. Mendem atau kesurupan dalam kesenian dianggap sebagai bagian dari hiburan sekaligus magis. Kesurupan atau kerasukan di Bali disebut kerauhan, yaitu proses transendental ketika roh atau makhluk gaib merasuk dalam diri pemain kesenian.
Ragam kesenian yang disertai mendem di Indonesia cukup banyak. Di Jawa Timur ada Jathilan atau Jaranan. Jawa Tengah memiliki Ebeg dan Sintren. Jawa Barat kesenian Kuda Lumping juga ditandai dengan kesurupan. Sedangkan di Bali, kesenian tari Barong dan Kecak kadang diwarnai dengan kerauhan pemainnya.
Mendem adalah fenomena yang terjadi pada beberapa kesenian rakyat. Tidak semua kesenian rakyat diwarnai dengan kesurupan. Unsur hiburan tetap menjadi tujuan kesenian rakyat. Mendem biasanya dianggap sebagai totalitas komunikasi transendental para pemain dalam berkesenian.
Terhimpit Tiga Budaya
Sesungguhnya kesenian rakyat adalah simbol egalitarian dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kesenian rakyat selalu digelar dalam ruang terbuka secara melingkar. Khalayak dalam kesenian bersifat homogen, saling mengenal; kecuali bagi penonton yang berasal dari luar. Karena kesenian rakyat bersifat egaliter, maka tidak ada penonton dengan kategori VIP.
Kesenian rakyat juga merupakan simbol komunikasi sosial. Bahkan di masa lalu kesenian rakyat sering digunakan sebagai simbol perlawanan dan heroisme rakyat. Banyak gerakan kesenian yang menghentakkan kaki ke bumi sebagai eskpresi perlawanan. Selain itu, kesenian rakyat sering dijadikan kamuflase penggalangan rakyat untuk melawan penjajah.
Sayangnya, kesenian rakyat kini kurang digemari lagi di masyarakat. Utamanya kesenian rakyat yang dahulu banyak terdapat di Jawa. Kesenian rakyat terhimpit di antara tiga budaya, yaitu budaya Barat, budaya K-pop, dan budaya Timur Tengah.
Budaya Barat banyak menawarkan modernitas kepada masyarakat. Serba baru, serba teknologi, dan serba bernilai ekonomis serta praktis adalah beberapa ciri budaya Barat. Sedangkan kesenian rakyat dipandang sebagai bagian dari budaya yang ahistoris. Kesenian rakyat dianggap terlalu njelimet, tak pernah berubah, dan kuno.
Budaya K-pop yang merupakan turunan dari Korean Wave telah menghasilkan histeria baru pada individu maupun kelompok musik dari Korea Selatan. Generasi milenial dan generasi Z banyak yang tergila-gila dengan artis K-pop. Bahkan kadang bertindak irasional dalam menggandrungi penyanyi maupun grup band Korea.
Sedangkan budaya Timur Tengah menjajakan simbol-simbol religiusitas. Pengaruhnya cukup signifikan bagi perkembangan kesenian rakyat. Budaya lokal dan kesenian daerah dianggap bertentangan dengan agama tertentu. Bahkan pernah terjadi tindak kekerasan dan persekusi terhadap kelompok dan simbol-simbol tradisi, ritual, adat, dan kesenian rakyat yang dilakukan oleh kelompok tertentu atas nama simbol religiusitas.
Fenomena Mendem
Mendem dalam kesenian rakyat biasanya merupakan salah satu bagian dari sekuen pertunjukan. Memahami mendem atau kerasukan tidak cukup hanya dari peristiwa hilangnya kesadaran diri pemain kesenian pada satu saat.
Kajian fenomenologi dapat digunakan untuk mengetahui lebih jauh tentang mendem, baik dari proses menjadi (becoming), motif penyebab (because motives), maupun motif masa depan (in order motives). Seseorang dapat menjadi mendem saat pertunjukan kesenian melalui proses yang panjang.
Penelitian terhadap pelaku kesenian rakyat di Jawa Tengah menunjukkan, bahwa agar dapat mendem seseorang harus memiliki Indang, sejenis roh halus atau makhluk gaib yang setiap pentas dapat dipanggil untuk merasuk dalam tubuhnya (Chusmeru, 2011).
Proses untuk mendapatkan Indang juga tidak begitu mudah. Seseorang harus melakukan tirakat atau ritual tertentu. Langkah awal biasanya dengan menjalankan puasa selama tiga hari untuk membersihkan diri. Dilanjutkan dengan berendam di malam hari pada sendang atau sungai yang dianggap keramat, seperti tempuran; yaitu pertemuan dua sungai menjadi sungai utama.
Setelah itu dilanjutkan dengan mendatangi tempat-tempat angker, seperti makam seorang tokoh atau pohon besar yang dikeramatkan masyarakat. Tempat-tempat seperti ini dipercaya dihuni oleh para leluhur yang memiliki kesaktian di masa lalu. Di tempat inilah seseorang meminta untuk diberikan Indang.
Banyak alasan kenapa seseorang menjadi pemain kesenian dan bersedia untuk mendem. Salah satu penyebabnya (because motives) adalah totalitas berkesenian. Menghibur masyarakat dengan berkesian perlu totalitas. Dan hal itu bisa diperoleh melalui komunikasi secara transendental dengan leluhur saat Indang merasuk dalam tubuhnya. Tanpa mendem, seorang pemain kesenian rakyat seperti Ebeg maupun Sintrendianggap tidak total. Masyarakat juga kurang terhibur jika ada pemain kesenian yang tidak mendem.
Sedangkan yang menjadi alasan ke depan (in order motives) para pelaku kesenian rakyat yang rela kesurupan adalah untuk melestarikan ragam kesenian yang ada di daerahnya. Selain itu juga sebagai upaya untuk menghormati para leluhur. Kesenian rakyat banyak yang mulai dijauhi oleh generasi muda. Oleh karena itulah para pemain berharap kesenian tetap lestari.
Apa yang dilakukan para pemain kesenian di daerah sesungguhnya patut diapresiasi. Mengingat budaya nasional adalah adalah puncak dari budaya-budaya daerah. Jika mendem dalam kesenian rakyat dicibir sebagai sesuatu yang irasional; lantas apa bedanya dengan histeria massa pendukung penyanyi dan grup band K-pop? [T]
- BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU
[][][]
Esai-esai lain tentang Ilmu Komunikasi