PENGUNJUNG PAMERAN SENI RUPA “Politik Titik Titik”di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, akan melihat sejumlah suguhan karya seni rupa yang menggelitik hati, barangkali juga menggelitik emosi.
Pameran itu menghadirkan tiga jenis karya rupa dengan teknik dan proses kekaryaan yang berbeda. Ada lukisan di atas kanvas, lukisan kaca, dan grafis. Sesuai topik yang diangkat, setiap karya menyentil isu-isu politik, kebijakan pemerintah, dan isu tindak korupsi dalam lembaga-lembaga formal.
Pameran seni rupa “Politik Titik Titik” digelar serangkaian perayaan dan pemaknaan ulang tahun ke-7, Tatkala.co, sebuah media yang mengembangkan jurnalisme sastra dan jurnalisme warga dengan perhatian besar pada seni, budaya, dan aktivitas manusia. Tatkala.co juga senantiasa mengembangkan wacana baru sebagai bahan diskusi dan sekadar perenungan bersama.
Pameran itu dibuka Minggu, 7 Mei, dan dibuka hingga Minggu 28 Mei 2023. Di tengah-tengah acara pameran, juga digelar berbagai acara lain seperti pementasan, diskusi dan workshop.
***
Dalam ajang kritik mengkritik, salah satu yang umum dan sering digunakan dalam karya seni rupa, adalah karya grafis. Kebanyakan karya grafis berisi kritik dan sentilan terhadap pemerintahan.
Grafis adalah salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang di buat dengan cara mencetak. Ada 4 teknik di dalam cetak grafis. Cetak tinggi, cetak dalam, cetak saring dan cetak datar.
Penulis/perupa dengan latar lukisan karya grafisnya | Foto: Dok Pribadi
Saya adalah satu perupa muda yang masih mencari kemungkinan-kemungkinan kreatif yang bisa dikembangkan seni grafis. Dalam pameran “Politik Titik Titik”, saya turut memajang karya grafis dengan upaya-upaya terbatas memberi makna pada kritik-kritik sosial yang ada di negara ini.
Dalam pameran “Politik Titik Titik”, saya sebagai perupa menghadirkan karya grafis dengan teknik cetak tinggi.
Sederhananya, cetak tinggi dalam keseharian adalah stempel/cap. Diawali dengan membuat cetakan, dengan proses mencukil bahan yang bisa terbuat dari karet lino atau bisa dengan menggunakan hardboard. Kemudian karet atau hardboard itu dilapisi dengan tinta dan dicetak di atas media kertas atau kanvas.
***
Saya sebagai perupa yang ikut memamerkan karya grafis akan membahas konsep karya seni grafis itu dan pesan apa yang hendak saya sampaikan. Bahasan ini bukanlah pembelaan diri, bukan pula sebagai upaya creator untuk menjelas-jelaskan karyanya sendiri agar dianggap bagus. Bukan.
Penikmat seni tetap bisa memberikan persepsi, asumsi, dugaan-dugaan, sekaligus juga kesimpulan.
Namun penting rasanya saya menjelaskan kehendak saya dalam menciptakan karya seni, agar asumsi penikmat seni tidak terlalu liar atau jauh menyimpang. Walaupun ketika pengunjung berasumsi, menerka dan memiliki penilaian sendiri terhadap sebuah karya adalah sebuah bentuk apresiasi yang besar dirasakan oleh seniman seperti saya.
Judul : Never Let It Go, Teknik : Lino Cut On Paper, Cetakan : 3/4, Ukuran : 23×32, Tahun : 2016
Dalam pameran itu terdapat karya grafis grouping, yang mengangkat isu korupsi dengan teknik cetak tinggi yang terdiri dari 4 karya buatan saya sendiri. Karya ini merupakan karya lama yang kini keluar kandang lagi. Karya itu menggambarkan tokoh pejabat namun kepala tokoh tersebut diganti dengan kepala anjing.
Gagasan ini muncul ketika muncul semacam kebencian saya terhadap pejabat yang berlaku korup. Muncul ide untuk menghujat si koruptor dengan sebuah karya.
Umumnya koruptor dilambangkan sebagai seekor tikus, yang diambil dari kebiasaan tikus yang menggerogoti seisi perabotan di rumah. Tikus menjadi lambang koruptor karena dianggap menggerogoti uang rakyat.
Namun saya merasa kurang puas, ketika ingin menghujat koruptor dengan sebutan tikus. Simbol itu terasa kurang tajam dan terkesan lucu ketika koruptor dibilang tikus. Terbukti, sampai saat ini, koruptor masih merajalela, hilang satu tumbuh seribu.
Saya beranggapan, ketika simbol diganti dengan binatang lain yang konotasinya menghujat dan memaki, mungkin koruptor akan merasa risih dan takut melakukan hal yang sama berulang kali.
Judul : Terkurung Bebas, Teknik : Lino Cut On Paper, Cetakan : 5/5, Ukuran : 50×60, Tahun : 2016
Ya, “anjing” menjadi pilihan. Ketika kata anjing dilontarkan kepada seseorang, akan muncul konotasi kasar, bisa makian, bisa hujatan. Ketika koruptor kita sebut anjing, maka tingkat kepuasan dalam meluapkan amarah kita dapat tersalurkan. Terbukti saat ini, kata anjing, anjay, anjir, yang konotasinya sama, selalu dilontarkan ketika merasakan kesal terhadap sesuatu.
Selain hujatan, anjing adalah salah satu hewan penurut. Ya, penurut kepada tuannya. Seniman juga ingin menggambarkan, bahwa setiap pejabat memiliki tuannya masing-masing yang wajib dipatuhi segala perintahnya. Bahkan petinggi-petinggi yang mengatasnamakan rakyat, selalu mengambil keputusan atas perintah majikannya. Bagi saya, anjing adalah sebutan yang pas buat mereka yang berperilaku seperti itu.
Saya memang banyak mengadopsi kebiasaan anjing untuk dijadikan simbol dalam karya. Menjilat, mengendus, mencari kesalahan orang, bahkan pendendam. Semua itu juga tersirat pada sifat-sifat dan kebiasaan oknum pejabat yang korup dan suka menyelewengkan wewenang dan kekuasaan.
Judul : Authorization’s Fight, Teknik : Lino Cut On Paper, Cetakan : 5/5, Ukuran : 23×32, Tahun : 2016
Judul : I Like Money, Teknik : Lino Cut On Paper, Cetakan : 6/6, Ukuran : 42×64, Tahun : 2016
Selain itu, dalam karya itu juga terselip siluet Tugu Monas (Monumen Nasional) di dalam karya. Itu menyiratkan bahwa kejadian itu terjadi di Indonesia. Monas sebagai simbol Jakarta yang menjadi pusat dari pemerintahan di negara ini.
Setiap karya menceritakan kejadian tersendiri. Salah satu karya dengan judul “Terkurung Bebas” menggambarkan oknum pejabat yang berada di dalam penjara dengan kasus korupsi. Namun, keadaan di dalam penjara terkesan nyaman dan tak seperti penjara pada umumnya. Terlihat gembok penjara yang terbuka, menyiratkan kebebasan mereka untuk keluar masuk dengan laluasa. Di satu sisi masyarakat melihat mereka sudah terpenjara, namun kenyataan mereka masih bebas berkeliaran.
Banyak pesan yang ingin seniman sampaikan. Dan karya yang tercipta menyiratkan isi hati sang seniman kepada oknum pejabat yang berprilaku korup. Hanya dengan karya, seniman menghujat dan memaki. Walau mungkin makian dan hujatan itu takkan sampai di telinga mereka, namun kepuasan seniman telah tersalurkan pada sebuah karya.
Pameran Politik Titik Titik ini berlangsung sampai 28 Mei 2023 dan dibuka setiap hari. Mari kunjungi dan apresiasi, serta biarkan pikiran liar menerka pesan yang ingin seniman sampaikan lewat karya, yang tentunya karya menggelitik. [T]