PRESIDEN JOKO WIDODO meresmikan Bendungan Tamblang di wilayah Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, pada Kamis 2 Februari 2023. Presiden menekan sirine, dan bendungan secara resmi dimanfaatkan sesuai rencana.
Acara peresmian berjalan mulus dipenuhi sambutan-sambutan gembira dari warga di sekitar proyek. Presiden Jokowi disambut tari-tarian, naik podium dan berpidato singkat. Yang tak ketinggalan kemudian, tentu saja, dialog bersama masyarakat. Presiden bertanya, siswa menjawab. Hadiahnya sepeda.
Acara peresmian yang berlangsung lancar itu seakan menjadi cerminan dari proyek Bendungan Tamblang yang juga berjalan mulus, tanpa protes. Sejumlah proyek nasional dengan dana besar di Bali, misalnya proyek pembangunan jalan tol, shortcut Singaraja-Denpasar, dan penataan kawasan Besakih, tak luput dari suara-suara protes, baik dalam skala medsos maupun skala analisis serius.
Namun Bendungan Tamblang seperti berjalan diam-diam, tanpa riak yang berarti, sampai akhirnya diresmikan Presiden Jokowi pada hari yang cerah dalam suasana yang gembira.
Mulus Sejak Rencana
Seperti apa sebenarnya riwayat proyek Bendungan Tamblang itu? Mari kita susuri.
Pada 2018, jauh sebelum Pandemi Covid-19, rencana proyek pembangunan Bendungan Tamblang sudah sayup-sayup terdengar. Pada saat itu, Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida telah mempersiapkan semuanya, termasuk mendata kebutuhan lahan yang akan dibebaskan melalui tim independen.
Hingga sekian tahun, tepatnya pada tahun 2020, Bendungan Tamblang resmi mulai dibangun.
Bendungan yang berada di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, ini merupakan salah satu dari 65 bendungan yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi bagian dari Program Nawa Cita Presiden Joko Widodo.
Tampaknya Presiden Jokowi memang suka membangun bendungan. Pada 2021, saat meresmikan Bendungan Tukul di Pacitan, Jawa Timur, ia mengatakan, terdapat 65 bendungan yang sudah dibangun di seluruh Indonesia sejak enam tahun lalu.
Pada 2020-2024, bersama Kementerian PUPR, Presiden Jokowi berencana membangun 61 bendungan baru─yang di antaranya telah diresmikannya pada tahun 2021, seperti Bendungan Tukul, Tapin, Napun Gete, Sindangheula, Kuningan, Way Sekampung, Bendo, Paselloreng, Karalloe, Tugu, Gongseng, Ladongi, Pidekso; dan Randugunting serta Bintang Bano yang diresmikan pada tahun 2022. Selanjutnya, pada 2022, ada 9 bendungan yang ditargetkan selesai, yaitu Bendungan Margatiga, Ciawi, Sukamahi, Sadawarna, Semantok, Lolak, Kuwil Kawangkoan, Tamblang, dan Beringin Sila.
Dibangun Tanpa Protes
Jika melihat kebiasaan yang sudah-sudah, proyek pembangunan nasional biasanya selalu diwarnai dengan riak-riak protes─atau paling tidak menuai kritik. Entah protes dari masyarakat setempat, LSM, atau lawan politik.
Tetapi proyek BendunganTamblang memang agak lain. Sejak tahap perencanaan, proses pembebasan lahan, hingga selesai dikerjakan─dan akan diresmikan oleh Presiden Jokowi sendiri─jalannya mulus-mulus saja; damai-damai saja; cincai-cincai saja, nyaris tanpa protes (setidaknya sejauh ini tak ada media yang mengabarkan tentang protes terhadap proyek ini).
“Astungkara dari hasil pemantauan telah berjalan dengan lancar,” kata Wayan Koster, Gubernur Bali dikutip dari balipost.com.
Pada tahun 2018, saat Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida mulai mempersiapkan semuanya, prosesnya berjalan tanpa hambatan yang berarti, tak seperti proses pembangunan Bendungan Titab, misal, yang dibangun jauh sebelum Bendungan Tamblang diwacanakan.
Sekadar informasi, dilansir dari balipost.com, Bendungan Tamblang memerlukan lahan seluas 58,10 hektare. Sedangkan menurut press rilis PT PP (Persero) Tbk─ perusahaan konstruksi yang dipercaya mengeksekusi proyek bersama PT Adi Jaya yang dituangkan dalam bentuk Kerja Sama Operasi (“KSO”)─memerlukan 59,79 hektare.
Bendungan Tamblang adalah bendungan tipe urugan yang sumber airnya berasal dari Tukad Daya. Bendungan juga dilengkapi terowongan pengelak tipe tunnel tapal kuda dengan diameter 4,50 meter yang berfungsi untuk pengelakan air saat pengerjaan Bendungan Utama.
Namun, sekali lagi, proyek yang menelan biaya APBN mencapai 1 triliun 40 miliar dengan rincian Rp. 793 miliar untuk pembanguan fisik dan 249 miliar untuk pebebasan lahan ini, benar-benar dibangun tanpa protes. Alasannya mungkin karena narasi pemerintah tentang pembangunan bendungan mengandung unsur-unsur harapan seperti menghindari krisis air dan pangan di masa depan, memenuhi kebutuhan irigasi seluas 588 hektare dan dapat menjadi pengendali banjir dengan retensi 0,4%-0,5% terhadap puncak banjir─bonusnya bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata. Atau karena memang masyarakat Bali terlalu “pasrah” dan lawan politik (oposisi) terlalu keder, loyo, sehingga tak ada protes sama sekali.
Bahkan, pada saat ditemukannya peninggalan sejarah berupa terowongan─yang diperkirakan Kepala Balar Denpasar, I Gusti Suarbhawa, berusia 9 abad dan berfungsi sebagai saluran irigasi─ di lokasi areal pembangunan Bendungan Tablang pun, tak kunjung ada protes saat pihak pelaksana proyek memutuskan untuk menyumbatnya dengan alasan agar tak membahayakan struktur bangunan.
“Harus disumbat karena akan menimbulkan kebocoran pada waduk. Kalau dirobohkan, agak susah, dan tidak mungkin untuk merubah desain galiannya,” tutur Heri suwondo, Tenaga Ahli Geologi Pembangunan Bendungan Tamblang dikutip dari radarbali.id.
Narasi Manfaat Pembangunan Bendungan
Pembangun bendungan itu demi rakyat; demi ketersediaan air dan pangan di masa depan─ karena kunci dari ketahanan pangan adalah ketersediaan air yang berkelanjutan. Masuk akal. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, kehadiran 231 bendungan yang telah dibangun pemerintah, berhasil meningkatkan indeks pertanaman, dengan rerata nasional 147 persen. Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 mencatat, hasil produksi beras secara nasional mencapai 31 juta ton, melebihi kebutuhan konsumsi nasional sebesar 28 juta ton.
Oleh karena itu, kehadiran sejumlah bendungan yang masih dalam proyek pembangunan, termasuk Bendungan Tamblang, diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman, sehingga produksi beras nasional diperkirakan bisa sampai 200 persen menjadi 40 juta ton. “Indonesia akan mengalami surplus produksi beras sebesar 10 juta ton pada 2024,” tulis Nirwono Joga, Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan di Kompas.
Sedangkan Bendungan Tamblang sendiri dinarasikan mempunyai manfaat, antara lain: memenuhi kebutuhan irigasi seluas 588 hektare dan dapat menjadi pengendali banjir dengan retensi 0,4%-0,5% terhadap puncak banjir. Manfaat lainnya dari kehadiran bendungan tersebut, yaitu menjadi penyedia air baku sebesar 510 liter per detik untuk kebutuhan Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan Sawan.
Selain itu, dengan dibangunnya Bendungan Tamblang dapat bermanfaat menjadi kawasan wisata air yang dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar bendungan. Proyek bendungan ini rampung pada tahun 2022 dan dapat digunakan untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) sebesar 0,538 MW (2×269 kwh).
“Bendungan Tamblang didesain memiliki kapasitas tampungan sekitar 7,6 juta meter kubik dengan tinggi bendungan dari dasar sungai mencapai 68 meter,” ujar Novel Arsyad Direktur Utama Perseroan PT PP (Persero) Tbk dikutip dari press rilis PT.PP.
Gubernur Provinsi Bali Wayan Koster mengatakan, secara fundamental dan komprehensif sesuai dengan visinya yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Pembangunan bendungan merupakan penunjang 5 Bidang Prioritas Pembangunan di Provinsi Bali.
“Kedepanya akan terus dibutuhkan di Provinsi Bali mengingat kebutuhan akan air terus meningkat dari tahun ke tahun baik untuk irigasi, penyediaan air baku, serta menunjang pengembangan kawasa-kawasan strategis seperti kawasan pariwisata yang ada di Bali,” ujarnya saat melakukan ground breaking pembangunan Bendungan Tamblang di Kabupaten Buleleng dikutip dari pu.go.id. [T]
Penulis: Jaswanto | Editor: Made Adnyana