31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tanah Peraduan Hari Tua | Cerpen Ni Wayan Wijayanti

Ni Wayan WijayantibyNi Wayan Wijayanti
November 12, 2022
inCerpen
Tanah Peraduan Hari Tua | Cerpen Ni Wayan Wijayanti

Ilustrasi tatkala.co | Wiradinata

Kakek Merdi mengusap peluh di kening, sembari tetap menyelesaikan pekerjaan membajak sepetak sawah. Sawah itu peninggalan leluhur turun temurun yang entah sudah dibagi-bagi ke banyak generasi. Yang ditinggalkan untuknya hanyalah sepetak kecil ini saja.

Dua ekor sapi bali dengan kulit coklat terang tetap semangat membantunya menyelesaikan pekerjaan itu. Entah sudah berapa lama kedua sapi itu menemani Kakek Merdi bekerja. Kakek Merdi begitu menyayangi mereka, pun kedua sapi itu jugamenyayangi Kakek Merdi.

Kadang pada saat istirahat dari pekerjaan bertani, Kakek Merdi mengobrol dengan kedua sapi itu sebagaimana mengobrol dengan sahabat. Meski si sapi hanya bisa menyahut dengan melenguh, entah mengerti entah tidak apa yang Kakek Merdi katakan. Tetapi sang kakek selalu merasa kedua hewan itu cukup cerdas untuk mengartikan ceritanya.

Bukankah menurut kepercayaan leluhur, sapi termasuk salah satu dari tujuh ibu yang patut dihormati? Merekalah yang membantu pekerjaan petani membajak sawah hingga menghasilkan padi yang begitu bernilai. Mereka juga yang memberikan susu sebagaimana kasih seorang ibu yang memberikan air susu kepada anak-anaknya.

Kakek Merdi menepikan sapi-sapinya dan melepas alat pembajak dari punggung mereka. Matanya seakan mengucapkan terimakasih kepada sapi-sapi itu. Selanjutnya tangan renta itu menuntun sapi-sapi menuju sebuah gubuk kecil di pinggir sawah. Gubuk itu berada tepat di bawah pohon kelengkeng yang cukup teduh.

Diberinya masing-masing sapi sekeranjang rerumputan yang dia dapat dengan susah payah. Memang sangat susah mendapatkan rumput segar zaman sekarang, tidak seperti ketika dia muda dulu. Pada waktu itu sangat banyak terdapat lahan-lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar. Saat itu, mencari dua keranjang rumput segar tentu rasanya tidak begitu sulit.

Lain hal dengan sekarang. Tanah-tanah itu sudah tak lagi kosong dan hijau. Hamparan padang rumput dan sawah telah tergantikan bangunan villa-villa pribadi dengan tembok tinggi yang terlihat sumpek. Di sekeliling villa sudah terbangun supermarket megah dan restoran.

Kakek Merdi duduk melepas lelah di gubuk. Sesekali dia memegang dada kiri yang terasa nyeri. Namun sakit itu segera dia tepis. Dia bahkan tidak punya cukup uang untuk mengantarkan dirinya sendiri ke rumah sakit.

Lagi pula jarak rumah sakit yang cukup jauh membuat dia semakin enggan. Sementara ia sungkan merepotkan anaknya yang sudah berkeluarga. Anak laki-laki satu-satunya itu bekerja di sebuah hotel dengan gaji yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.

Kakek meneguk sebotol air yang tidak sama sejuknya dengan beberapa tahun silam. Pria tua itu ingat, dulu selepas membantu orang tua membajak sawah, ia akan menceburkan diri ke sungai yang terletak tak jauh dari sawahnya.

Air sungai yang jernih melarutkan seluruh kotoran badan, menghapus segala pikiran yang gundah. Tenggelam dalam riak kecil yang bertemu bebatuan. Alunan sungai itu seakan sebuah melodi, abadi dalam ingatan usangnya.

Tapi sekarang aliran air sungai telah mengecil dan keruh. Sebuah river club mewah dibangun di tepiannya. Musik yang bising dari club itu seakan tidak memberikan kesempatan sang sungai untuk kembali berkidung seperti dulu.

Hembusan angin pun terasa panas, kehilangan kesejukannya. Tak terdengar suara kincir yang mengiringi anak-anak bermain layang-layang.

Asap dupa dari Pura kecil yang berdiri terlupakan di seberang sawah, seakan juga tidak kuasa membendung hiruk-pikuk tempat itu.

Seolah terseok terseret-seret dan kumuh. Orang-orang tak lagi terlalu peduli. Mungkin mereka sudah tidak ada waktu, untuk sesekali sekedar mendamaikan diri mendengar dentingan genta.

“Pak, tanah sawah kita akan saya jual. Saya tidak mau bertani.”

Begitu ucapan terakhir yang Kakek Merdi ingat, saat putranya hendak pergi bekerja. Tekad putranya sudah bulat sehingga dia tidak bisa berkata apapun meski hatinya sangat tidak rela.

Dia tidak rela kehilangan sepetak kecil tanah garapan. Tanah yang mengisi hari-harinya dalam kesendirian, semenjak ditinggal mendiang istri. Tanah tempat dia bercerita banyak hal kepada dua sapi kesayangan. Tanah peraduan hari tuanya.

“Mmmoooo…!”  

“Mmmoooo…!”  

Suara sapi yang bersahutan seperti mengerti kesedihan hati Kakek Merdi. Dia berusaha agar air mata tidak jatuh dari mata senjanya yang sudah rabun termakan usia.

Pikirannya gundah sekali. Ke mana dia harus bawa kedua sapinya jika tanah sawah dan gubuk ini dijual? Tidaklah mungkin dia bawa sapi-sapi itu pulang ke rumah. Para tetangga pasti akan protes karena bau kotoran sapi yang menyengat disertai lalat-lalat hijau yang beterbangan di pekarangan rumahnya yang sempit.

“Haruskah kalian aku jual juga?”

Kakek Merdi mengelus kedua sapinya dengan sayang. Sapi bali itu sangat dihormati leluhurnya. Leluhurnya melarang untuk menyembelih dan makan daging sapi itu. Sapi yang dihormati bagaikan seorang ibu.

Suara deru bus-bus pariwisata tampak mulai memadati jalanan di depan sawah kecil itu. Bus itu menuju ke sebuah lokasi pusat oleh-oleh besar. Barulah kakek tua itu menyadari, ternyata hanya tanah ini sajalah satu-satunya sawah di area itu.

Sawah yang kehijauannya berusaha bertahan memberikan oksigen, walau tampak sia-sia belaka. Sawah itu kalah melawan kepulan karbon dari kendaraan-kendaraan bermotor yang lewat.

Tempat itu telah sesak, bahkan tak nampak kepakan sayap burung bangau yang dulu sering datang bergerombol ke sawah untuk mencari makan. Burung bangau yang suka menggigiti kutu di tubuh para sapi yang duduk merumput karena kelelahan usai membajak. Jangankan dirinya, kedua sapi ini pun pasti juga merasa kesepian.

Ular sawah juga sudah lama tidak nampak. Mungkin sudah tidak ada tikus yang bisa dia makan. Kalaupun ular itu nekat masuk villa, pastilah berakhir dengan meregang nyawa di dalam villa itu.

Kakek Merdi menatap kosong tumpukan pupuk yang terlanjur dia beli. Dia yakin sebelum pupuk itu sempat dia habiskan, tanah ini sudah pasti telah terjual. Sangat cepat menemukan orang luar yang mau membeli tanah ini, karena lokasinya sangat strategis di pinggir jalan raya.

Dulu jalan raya itu hanya terbuat dari tanah. Tanpa semen tanpa aspal. Di pinggir jalan masih berjejer pohon-pohon kelapa dan semak belukar liar yang bunganya indah berwarna-warni.

Dulu saat belum banyak kendaraan berlalu-lalang, Kakek Merdi sering bermain bola dengan teman-temannya di sepanjang jalanan itu. Namun kini dia harus berteman dengan kebisingan yang sesekali menyusupkan rasa sepi. Memang, mengenang masa muda tidak akan pernah habis.

Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Kira-kira waktu menunjuk pukul enam sore. Entah sudah berapa lama dia duduk melamun. Setelah puas hanyut dengan berbagai kenangan indah dalam hidup, Kakek Merdi menuju sungai yang keruh. Membasuh tangan dan kaki keriput yang malah menjadi semakin kotor karena sungai kini berlumpur.

Kakek Merdi kemudian menuju Pura kecil di seberang sawah. Dia hendak mengadu kepada Sang Maha Sunyi.

Tangan keriput itu bergetar. Mencakupkan tangan dengan sekuntum kembang kuning yang dia petik sembarang. Sang Maha Sunyi tidak terlalu peduli persembahan apa yang terhaturkan kepada-Nya.

Meski hanya sekuntum bunga, seteguk air, sehelai daun, sebiji buah-buahan pun, akan Dia terima dengan senang hati dari seorang bhakta yang tulus ikhlas.

Lelaki tua itu berpasrah, larut dalam doa. Sesaat kemudian dalam doa itu, dia menyadari bahwa waktu hidup yang sudah dirasa sangat lama ini, tidak ada satu apapun yang bisa dia bawa saat menghadap.

Hanya sekuntum kembang ini, tiada yang lain lagi. Semua hanya sekadar titipan. Sehingga jika sesuatu itu pergi pun, sesungguhnya dia hanya harus mengikhlaskan.

Maka lepaslah! Lagi pula umurnya sudah cukup senja dan berat jika dia terlalu banyak memiliki, atau memikirkan untuk tetap memiliki.

Dia harus merelakan tanah peraduannya itu, bukanlah sesuatu hal kekal yang harus ditangisi jika sudah tidak bisa dia genggam.

“Hyang Maha Sunyi… Hamba ini papa*, perbuatan hamba papa, kelahiran hamba papa. Mohon ampunilah segala dosa hamba…”

Dalam pengaduannya itu, tiba-tiba tampak dia tersentak. Dadanya sakit sekali. Seketika detak jantungnyaterhenti. Dia tersungkur, menelungkup sendirian. Napas itu tiada, bersamaan dengan sekuntum kembang kuning yang terjatuh dari tangan.

Dari kejauhan terdengar suara dua sapi bersahut-sahutan. Suara itu lemah terbawa angin. Beradu dengan bisingnya kendaraan di jalan dan dentum musik river club.

Suara-suara itu kini terasa bagai kidung, yang menghantar pergi sehela napas jiwa renta yang lelah mengadu dalam kesendiriannya, mengantar dengan damai doa itu, tepat di hadapan Sang Maha Sunyi. [T]

Bali, 16 Oktober 2022

Note: Papa* : Hina penuh dosa

[][][]

BACA cerpen-cerpen lain

Cinta Pohon Kepada Ibu | Cerpen IBW Widiasa Keniten
Bom dan Bapak | Cerpen Surya Gemilang
Iprik Pucuk Merah | Cerpen Arnata Pakangraras
Tags: Cerpen
Previous Post

Bimtek Garam di Desa Les: Pembimbing Datang, Petani Belajar di Tempat Mereka Bekerja

Next Post

“Wayang Wahya, Kelir Tanpa Batas”, Keluasan Ekspresi Jero Dalang I Ketut Sudiana

Ni Wayan Wijayanti

Ni Wayan Wijayanti

lahir di kota seni Gianyar-Bali pada 30 April. Menulis cerpen adalah hobinya sejak masih anak-anak. Cerpen karya-karyanya telah beberapa kali dimuat di berbagai media seperti Kompas, Ceritanet, Indonesiana.Id, Cerano, dan lain-lain. Saat ini aktif sebagai seorang SEO Content Writer untuk beberapa media dan sales marketing di salah satu penginapan wilayah Ubud.

Next Post
“Wayang Wahya, Kelir Tanpa Batas”, Keluasan Ekspresi Jero Dalang I Ketut Sudiana

“Wayang Wahya, Kelir Tanpa Batas”, Keluasan Ekspresi Jero Dalang I Ketut Sudiana

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co