7 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Cerpen
Ilustrasi foto: Mursal Buyung

Ilustrasi foto: Mursal Buyung

Ketemu Puisi di Jalan #catatanfiksidirumahsaja

Jong Santiasa Putra by Jong Santiasa Putra
May 23, 2020
in Cerpen
21
SHARES

Di masa pandemi ini, aku bertemu puisi yang paling muram ia tersungkur di trotoar Jalan Sudirman, Denpasar. Jalan besar yang biasa aku lewati jika berangkat atau pulang bekerja. Karena ia puisi, aku memutar balik motorku hendak menyapanya. Namun apa daya iya tidak mau berbicara sepatah katapun, ia hanya menyuruhku untuk melanjutkan perjalanan.

“Aku tidak apa-apa, tenang saja, kamu tidak usah khawatir, sebentar lagi kata-kata akan mati kelaparan atau mati karena kesendirian,” katanya

Aku diam saja, tidak berusaha untuk mengganggu atau menanyakan kenapa ia sampai di trotoar ini.  waktu itu Jalan Sudirman cukup ramai, siang yang terik, orang-orang bergegas melaju kendaraannya, lengkap dengan masker anti virus, sebagai upaya utama pencegahan. Selain virus apakah manusia bisa tercegah dari kelaparan, dari rasa berkumpul, dari rasa rindu, bahkan dari rasa kesepian ? pertanyaan yang kadang memang tidak memerlukan jawaban.

Sudah terhitung dua bulan, aku tidak bertemu kawan-kawanku untuk mengobrol panjang perihal apapun. Aku suka mengobrol dan bertemu orang, dari orang-orang aku mempelajari banyak hal, mulai dari menanam cabai agar tumbuh dalam seminggu, mencampur rempah-rempah tertentu dalam menu di warung saat membuat nasi bakar cakalang, mencari jalan keluar saat aku tersesat di layar desktop laptopku, hingga mensiasati kesunyian di kamarku agar ia riang dan bermain HAGO bersamaku. Semua pengetahuan itu dari pembicaraan yang kadang hingga subuh, biasanya ditemani kopi atau arak Bali yang cukup membuat puyeng.

“Jul bagaimana kabar tangan kananmu, apakah ia masih produktif menulis cerpen-cerpen” aku mengontak seorang kawan penulis, Juli Sastrawan, kawan muda yang menelurkan kumpulan cerpen “Lelaki Kantong Sperma”. Hari ini pun sedang berupaya merampungkan manuskrip novel terbarunya.

Pada masa di rumah saja, ia memiliki program Bincang Sastra di Instagram Live, bahkan aku pernah ditodong untuk ngobrol soal ide-ide. Juga sering memoderatori bincang-bincang di dunia maya. Aku sendiri tidak terlalu suka mendengar percakapan di dunia maya, selain karena kantong ku yang cekak untuk membeli kuota internet,  ada yang hilang dari sebuah perbincangan, yakni pertemuan. Padahal manusia selalu mengistimewakan pertemuan, khususnya orang-orang kota sepertiku, yang tumbuh dari sel-sel hiruk pikuk kendaraan, yang berkembang dari derau mesin pembangunan, yang kenyang dari penuh sesak kegiatan-kegiatan di alun-alun kota.

Jul mengabari tidak hanya tangan kanan, seluruh organ tubuhnya tidak bekerja dengan baik. Sebab mereka sama-sama sedang dalam keadaan kosong, hampa, bahkan lebih parahnya tidak merasa apa-apa. Ia perlu energi dan euforia  pertemuan. Hanya otaknya saja yang sedikit tidaknya mampu bertahan melawan kesepian. Karena itu ia seharian di kamar, menonton banyak film, dan membaca buku-buku yang belum sempat ia baca. Salah satu sutradara favoritnya Hirokazu Kore-eda sutradara film dari Jepang. Jika kawan-kawan melihat di story IG dia lagi ketawa-ketiwi, itu hanya pencitraaan, agar semua orang menganggap diri baik-baik saja.

“Setidaknya dari kelakukanku di dunia maya, ada yang senang, bahkan bisa mengobrol lewat WA, tapi ya begitu, kurang aja rasanya. Eh Jong, aku rasa film-film Kore-eda sangat cocok untuk ukuran orang sepertimu, puitis, melankolis, dan agak platonic,” katanya

Akhirnya aku pun menonton Maborosi salah satu fim Kore-eda. Film yang cukup membuatku berfikir tentang kehidupan menikah yang super ruwet. Bayangkan saja salah satu tokohnya menaiki sepeda di atas rel, lalu menabrakkan tubuhnya dengan sengaja ke kereta yang sedang berjalan. Padahal saat itu ia tengah membesarkan anak mungil yang lucu bersama istrinya.

“Jul mengapa luka selalu kita pendam, kemudian menumpuk, lalu jadi kemarahan, tidak pernah kita ungkapan jadi sesuatu yang indah. jangan-jangan luka itu ingin diterjemahkan dengan cara lain,”

“Buik, sing be ngidang aku nyawab to terlalu filsuf, tanyakan ke Suma saja, dia paham soal begituan, Ngomong-ngomong kau ditanyakan sama mbah Gabo, dia menunggu mu Jong di bab ke tiga, ada yang ingin ia bicarakan kone, soal orang-orang yang tidak kelihatan di rumahmu. Aku lanjut dulu ya, terimakasih sudah menanyakan kabarku, sekarang kumis dan jenggotku lagi berselisih paham, soal siapa yang lebih tua, aku mau menyelesaikan permasalahan mereka dulu,”

Dasar mbah Gabo, bukunya belum sempat kuselesaikan. Itu pun dirokumendasikan oleh Jul, saat aku menjelaskan bahwa selain aku, ternyata ada orang-orang tidak kelihatan yang tinggal di rumah. Saban petang menjaga tidurku, bahkan mereka seringkali mencuri rokok. Kita tidak pernah bertemu dan duduk bersama, sebab aku terlalu takut  untuk mengetahui hal-hal di luar kuasa. Tapi memang sesekali dia duduk disebelahku, namun aku selalu memunggunginya dan menyodorkan rokok, kopi, momogi, wafer atau makanan apapun yang sedang ku bawa.

Oh ya, aku sudah di warung saat ngontak Jul tadi, sekarang lagi menumis sambel serai resep dari mamaku yang diturunkan secara semena-mena. Atau lebih tepatnya aku yang mencuri resep mamaku. Saat ia tengah memasak aku selalu menguntit di belakangnya kemudian mengingat apa yang ia lakukan. Mamaku bukan tipe guru yang baik, kalau mengajariku memasak. Karena ia tidak suka aku yang selalu berimprovisasi terhadap bumbu, aku terlalu lancang soal menambah ini-itu di masakan katanya.

“Ik apakah puisi mampu membuat orang hidup, saat pendemi begini,” tanyaku ke Iin Valentine kawanku satu kelompok teater yang tengah membangun satu program Puisi Awal Minggu melalui kanal Instagram.

“Malah orang-orang hari ini jadi puisi, Jong, mereka jadi kata-katanya sendiri, saling beradu membangun kalimat paling purba yang pernah kita kenal selama ini.”

“Kita tidak bisa bergantung pada puisi, Ik, puisi tidak mampu mengenyangkan, selalu menggelisahkan, tidak ada senangnya, tadi aku ketemu puisi yang sedang terkapar di trotoar.”

“Kenapa kamu seputusasa itu, eh aku juga ketemu dengan puisi terkapar itu, di Sudirman kan, katanya ia sedang membuat orang-orang iba, itu hanya acting.”

“Bajingan… aku ditipu puisi.”

“Eh tahu nggak, yang nanti baca puisi orang-orangnya semakin banyak, ada DPR, ada jurnalis, ada tukang sayur, ada montir, bahkan yang paling lucu ada pilot yang mau baca puisi, daaaaan yang paling keren ada Chairil yang mau baca juga.”

“Gilaa absurd juga, kau udah ketemu Chairil, Ik?”

“Belum sih, tapi dari suaranya memang kayaknya dia keren ci, kemarin dia sengaja menelponku agar namanya bisa dimasukkan dalam program puisi. Senang bukan kepalang aku ini, penyair besar lo itu, maen instagram juga dia yah.”

“Mungkin lagi pansos di skena puisi Bali dia, Ik, agar namanya semakin membumi dan ada di hati orang Bali.”

“Jangan berprasangka buruk, bukankah puisi juga sedang mengkhianati kita, eh aku lanjut siaran dulu yah. Mau ngobrol-ngobrol soal PKM  ni di udara, tertumben Jerink mau ngobrol di radio, tamu special.”

Kami selesai bercakap, aku menghidupkan laptop mencari streaming radio tempat ia bekerja. Sambil meneruskan urusan masak-memasak. Kali ini aku memasak puisi kesedihan agar gurih dan enak dikunyah. [T]

Tags: Cerpen
Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi: salah satu karya dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja, 7 Mei 2018
Puisi

Puisi-puisi Eny Sukreni | Lima Macam Kecemasan

by Eny Sukreni
March 6, 2021
Berita-berita koran pada zaman kolonial yang memberitakan banjir besar di Bali [dokumen Nengah Januartha]
Khas

Banjir Besar di Bali Tahun 1907-1932

Kita selalu kaget menghadapi banjir, seakan-akan peristiwa semacam itu baru pertama kali kita hadapi. Pada masa pasca kemerdekaan, Orde Lama, ...

February 10, 2021
Ulasan

Rasa Dongkol Profesor karena Buku – Catatan Aktor Sebelum Pentas Monolog Buku

  MEMENTASKAN monolog bisa dibilang mudah mudah susah. Pentas Monolog bisa disutradarai dan diperankan sendiri oleh aktor. Artinya, seorang aktor ...

February 2, 2018
Pantai Tulamben
Peristiwa

Pantauan di Sisi Utara: Tulamben Sepi, Alat Sirine Peringatan Dini Terpasang

  Pantai Tulamben Dari sisi utara, di Kecamatan Kubu, Karangasem, Kamis 28 September 2017, Gunung Agung ...

February 2, 2018
Cokorda Gde Bayu Putra || Ilustrasi tatkala.co/Nana Partha
Khas

Dari Ubud Menuju Batur yang Selalu Menyejukkan Hati

Kamis pagi terasa lebih istimewa dari biasanya. Bukan saja karena bertepatan dengan Hari libur Nasional “Tahun Baru Hijriyah 1 Muhharam”, ...

August 21, 2020
Foto: Erwin
Ulasan

Genjek Kolosal, Politik Warna, dan Kebiasaan Buruk Politikus

RIBUAN sekaa genjek dari pelbagai penjuru di tanah Karangasem, Bali, tumpah ruah di Taman Ujung, Karangasem, Rabu (10/8/2016) siang. Ada ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (158) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (104) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In