18 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Kegiatan penelitian lapangan  Mata Kuliah Manajemen Pariwisata Program Studi Pendidikan Sejarah Undiksha di Desa Sidatapa, Banjar, Buleleng, Bali

Kegiatan penelitian lapangan Mata Kuliah Manajemen Pariwisata Program Studi Pendidikan Sejarah Undiksha di Desa Sidatapa, Banjar, Buleleng, Bali

Merdeka Belajar ala “English Corner” di Desa Sidatapa, Buleleng, Bali

Putu Hendra Mas Martayana by Putu Hendra Mas Martayana
March 27, 2020
in Khas
206
SHARES

Selama dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi, pembangunan manusia dan pelestarian lingkungan tidak atau bukan menjadi prioritas. Sebagai gantinya, pemerintah lebih menekankan kepada pembangunan infrastruktur. Alasannya merujuk kepada selama kurang lebih 70-an tahun Indonesia merdeka, aneka fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, pasar, jalan, jembatan, bendungan, dan waduk masih kalah secara kuantitas dan kualitas dengan negara lain. Jangankan untuk bersaing secara global, di tingkat Asia Tenggara saja kita masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Vietnam yang usianya lebih muda.

Untuk meraih legitimasi moral dari masyarakat Indonesia, dalam setiap pidatonya, Bapak Presiden Jokowi menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang menjadi agenda pemerintah mengandung unsur pancasila yakni sila ketiga dan sila kelima. Sila ketiga bermakna bahwa infrastruktur berfungsi menyatukan ragam sosial yang pernah tercabik-cabik dendam di masa lalu. Pertemuan ragam sosial yang diinisiasi oleh infrastruktur itu diharapkan bermuara pada sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, akan menjadi dilema besar bagi bangsa besar seperti Indonesia dengan ribuan pulau yang membentang dari Sabang hingga Merauke hanya memiliki sedikit fasilitas publik.

Meski demikian, pembangunan infrastruktur yang sedang berlangsung dan otomatis menjadi corong misi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan nampaknya kurang memperhatikan etika lingkungan. Akibatnya, kita mengalami krisis lingkungan yang serius. Jika tidak segera disikapi dengan bijaksana, maka bukan tidak mungkin negeri yang diwariskan oleh pejuang di masa lalu melalui pengorbanan yang berdarah-darah ini tidak lagi nyaman untuk ditempati. Visi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur namun tanpa didasari etika lingkungan yang memadai hanya akan menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang semu dan berjangka pendek.

Sejalan dengan itu, bidang pembangunan manusia di mana pendidikan menjadi ujung tombaknya belum memperlihatkan gebrakan-gebrakan berarti yang mampu menstimulus kegairahan intelektual. Tenaga, waktu, dan materi lebih banyak dihabiskan untuk menghasilkan perdebatan ketimbang mengupayakan jalan alternatif. Pada akhirnya, jargon “revolusi mental” yang sempat viral saat itu terkesan hanya menjadi lip balm (pemanis bibir) semata.

Stagnasi, alih-alih kemunduran prestasi dunia pendidikan kita tergambar jelas dengan hasil survey sebuah lembaga internasional bernama The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang melakukan evaluasi terhadap kemampuan akademik para murid dari berbagai negara menggunakan sebuah sistem yakni Programme for International Student Asessment (PISA).

Berdasarkan laporan PISA terbaru yang hasilnya keluar pada hari Selasa 3 Desember 2019 didapati hasil bahwa skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 negara dari 77 negara. Skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, sedangkan skor sains ada di peringkat 70 dari 78. Tiga skor itu kompak menurun dibanding hasil tes PISA 2015. Dengan melihat gejala pembusukan alih-alih kemunduran pada sistem pendidikan kita yang dibuktikan dengan penurunan kompetensi peserta didik dari tahun ke tahun, nampaknya bidang pendidikan perlu segera mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.

Di tengah keringnya narasi tentang pendidikan dan lingkungan, ditambah minimnya agen perubahan sosial yang mampu menjadi penggerak dan pembeda di masyarakat, Komunitas Belajar English Corner (ECOR) yang berlokasi di Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar Buleleng Bali lahir sebagai sebuah gerakan belajar yang mampu memadumadankan kedua aspek itu.

Sejak didirikan pada 19 Januari 2019 atas inisiatif Bapak Wayan Ariawan, ECOR didedikasikan  memberikan pendidikan bahasa Inggris secara gratis, bersifat non profit. Di samping itu juga menumbuhkan sense of ecological self melalui kegiatan-kegiatan berdaya lingkungan. Terakhir, kehadiran ECOR merupakan respon terhadap penetapan Desa Sidatapa menjadi desa wisata di Kecamatan Banjar sejak tahun 2017.   

Sebelum berkembang menjadi sebuah komunitas belajar yang telah memiliki banyak cabang di seluruh Bali, proses awal pendirian ditempuh melalui jalan yang tidak mudah. Stigmatisasi sosial masyarakat yang terbentuk karena prosesualisasi sejarah dan lingkungan adalah persoalan rumit yang dihadapi. Sejak Majapahit menguasai Bali di tahun 1343 Masehi, warga Desa Sidatapa adalah salah satu dari sekian banyak desa pegunungan Bali yang menjadi pelopor penolakan penetrasi politik Jawa.

Mereka mewakili peradaban pra Majapahit, atau Bali Kuno yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan terutama dalam tiga wujud kebudayaan, yakni mentifact, socialfact, dan artifact. Oleh karena letaknya di kawasan perbukitan sehingga menjadi benteng alami yang sulit ditembus musuh, di samping keahlian berperang yang dimiliki, menyebabkan usaha-usaha penetrasi Majapahit selalu mengalami kegagalan. Prosesualisasi historis itulah yang kemudian membentuk karakteristik warga Desa Sidatapa yang diperkuat dengan streotipisme dari masyarakat desa lain yang menganggapnya sebagai pribadi yang kaku, antisosial, tidak ramah, dan lekas marah.  Akibatnya warga Desa Sidatapa selalu menaruh curiga dengan sesuatu yang “asing”.

Namun,  melalui pendekatan persuasif yang dilakukan secara terus menerus, derajat penerimaan dan persepsi sosial masyarakat berubah. Pada akhirnya warga Desa Sidatapa mendukung sepenuhnya kehadiran Komunitas Belajar English Corner di desanya. Sebaliknya, kehadiran English Corner dengan aktivitas pendidikan dan gerakan lingkungan secara tidak langsung mencairkan stigma negatif yang selama ini dilabelkkan kepada warga Desa Sidatapa.

Bentuk dari dukungan itu misalkan dengan menyediakan tempat belajar bagi siswa-siswi komunitas, menjaga kenyamanan dan rasa aman bagi para tutor asing serta turis yang berkunjung ke desa. Beberapa warga desa bahkan menawarkan rumahnya untuk ditinggali para tutor asing yang berasal dari luar negeri. Dengan menciptakan rasa aman dan nyaman, turis  betah berada di desa. Di samping itu bisa menjadi ajang latihan bagi siswa binaan untuk mengaktualisasikan keterampilan berbahasa Inggrisnya.

Komunitas Belajar English Corner tidak memiliki gedung. Mereka belajar di mana saja. Halaman rumah penduduk, di balai desa, pelataran pura, pantai  bahkan di hutan atau kebun cengkeh. Pelayanan pendidikan diberikan tanpa memungut biaya sepeserpun. Para pengajar atau tutor bersifat relawan atau voluntir. Mereka yang menjadi tutor kadang tidak hanya menyumbangkan tenaga, waktu dan kecerdasannya, tetapi juga sebagian materinya untuk kelangsungan komunitas. Tutor bisa berasal darimana saja tergantung kesedian untuk mengabdi. Beberapa di antaranya bahkan berasal dari luar negeri seperti Jepang, Inggris, Skotlandia, Prancis, Spanyol, Belanda, Jerman dan beberapa negara Skandinavia.

Ada dua motif orang luar negeri berniat menjadi relawan tutor. Pertama menghabiskan liburan, kedua melakukan penelitian. Calon tutor baik lokal maupun asing mendaftar melalui dua laman web Desa Sidatapa yakni http://sidatapaenglishcorner.com dan http://baliagavillage.com yang dikelola langsung oleh pendirinya Bapak Wayan Ariawan. Alamat http://sidatapaenglishcorner.com membawahi 41 corner yang tersebar di seluruh Bali, sedangkan  alamat web http://baliagavillage.com memberikan gambaran informatif tentang 5 desa Bali kuno yakni SCTPB meliputi Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa, dan Banyusri,

Terkait dengan model atau rujukan pedagogik, Komunitas Belajar English Corner tidak terikat kurikulum tertentu. Dalam teks ideal, ketika komunitas ini pertama kali digagas, anak-anak belajar tanpa kurikulum. Mereka belajar secara bebas dan mengalir sehingga diharapkan tidak terbebani oleh formalitas kurikulum pendidikan yang sudah didapatkan di sekolah. Terpenting anak-anak belajar bahasa asing yang sifatnya praktis dan komunikatif tanpa embel-embel grammar.

Meski disebutkan tanpa menjadikan kurikulum tertentu sebagai role model, amatan saya ketika mengunjungi komunitas ini pada bulan Oktober 2019 dalam rangka penelitian lapangan pada Mata Kuliah Manajemen Pariwisata Program Studi Pendidikan Sejarah Undiksha, dapat disimpulkan bahwa proses pengajaran mengadopsi konsep Catur Asrama.

Di India kita mengenal tokoh pendidikan Rabindranath Tagore yang mendirikan rumah belajar Santiniketan. Di Amerika Latin bergaung nama Paulo Freire yang namanya sering dicatut ketika berbicara pendidikan kritis. Di Indonesia kita mengenal salah satu tokoh dari Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantoro yang mendirikan Taman Siswa. Lalu di Bali ada pola pengajaran yang mengadopsi pemikiran pada pustaka suci Hindu yang disebut Catur Asrama.

Pada beberapa kondisi, Catur Asrama kadang dilekatkan pula pada falsafah lokal Tri Hita Karana untuk menguatkan identitas kebalian. Adapun unsur-unsur penting dari Catur Asrama itu meliputi, pertama, brahmacari berarti pencarian ilmu pengetahuan yang diwujudkan dengan belajar mandiri. Kedua, grahasta bermakna hidup berumah tangga yang diwujudkan dengan belajar kelompok. Ketiga, wanaprasta berarti kontemplasi diri diwujudkan dengan evaluasi belajar. Keempat biksuka berarti lepas dari kehidupan duniawi yang diwujudkan dengan aktualisasi keterampilan berbahasa Inggris di hadapan turis.    

Dalam konteks pendidikan masa kini bermodalkan konsep Catur Asrama dipadukan dengan Filsafat Tri Hita Karana, ECOR telah lebih dulu melahirkan gagasan merdeka belajar dibanding ketika gagasan itu pertama kali digodok pasca Pilpres 2019 oleh struktur Kemendibud yang baru.

Beberapa tipe merdeka belajar yang diimplementasikan itu meliputi; Pertama, merdeka pikiran yaitu belajar bebas dan mengalir. Siswa tidak dituntut keberhasilan kognitif, psikomotorik dan afektif seperti yang diprasyaratkan oleh kurikulum negara. Teori dan latihan bersifat kontemplatif.  Kedua, merdeka biaya bahwa ide awal pendirian komunitas bersifat non profit yang dilandasi pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan pendidikan gratis bagi generasi muda. Terakhir, merdeka lingkungan bahwa aktivitas belajar yang dilakukan di ruang-ruang bebas itu tidak hanya menyentuh ranah intelektual, namun juga memberikan pemahaman visual tentang arti penting menjaga kelestarian lingkungan, misalnya diadakan kegiatan bersih pantai, gerakan menanam pohon, pelatihan ecobrick, mengumpulkan botol plastik dan lain-lain.

Gerakan kepemudaan seperti English Corner selayaknya mendapat apresiasi tinggi dari pemerintah dan masyarakat. Mereka merupakan potret dari sebagian kecil pemuda kita yang gelisah melihat kondisi sosial di sekitarnya. Kegelisahan itulah yang menghidupkan dan mengaktifkan kreasi serta inovasi dalam dirinya sehingga bisa menjadi teladan bagi pemuda lain yang diharapkan mampu melahirkan gerakan serupa.   [T]      

Tags: bulelengDesa SidatapaPendidikanpendidikan merdekaSidatapa English Corner
Putu Hendra Mas Martayana

Putu Hendra Mas Martayana

Lahir di Gilimanuk, 14 Agustus 1989, tinggal di Gerokgak, Buleleng. Bisa ditemui di akun Facebook dan IG dengan nama Marx Tjes

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi dari penulis
Dongeng

Si Manusia Kodok

by I Ketut Suar Adnyana
April 17, 2021
Foto/Ilustrasi tatkala.co/Putu Reka Yasa/Nana Partha
Esai

Gugur Bunga – [Saat Corona Ingat Gatotkaca]

GUGUR BUNGA - Ismail Marzuki. Betapa hatiku takkan pilu Telah gugur pahlawanku Betapa hatiku takkan sedih Hamba ditinggal sendiri Padang ...

March 30, 2020
Presiden Jokowi
Esai

Covid-19 dan Pesan Jitu Presiden Jokowi

DI tengah suasana hiruk pikuk wabah Covid-19 berseliweran beragam informasi. arus deras informasi baik yang benar maupun hoax menerjang gawai. ...

March 17, 2020
Ilustrasi: Ari Bakar Tinta
Cerpen

Aurat Si Mayit

ISAK tangis terdengar dari sel A Rumah Sakit Cipta Bakti. Tangisan semakin mendekat melintasi setiap lorong-lorong rumah sakit. Satu persatu ...

February 3, 2018
Esai

Pasien, Guru Yang Sempurna

Pasien, sesungguhnya lebih “tinggi” ketimbang dokter. Orang sakit sudah ada sebelum dokter ada. Maka, apapun yang lebih dahulu ada, ialah ...

March 1, 2019
Ulasan

Kumpulan Cerpen Triyanto Triwikromo: Konstruksi Struktural Sayap Anjing

Judul Buku: Sayap Anjing (Kumpulan Cerpen) # Penulis: Triyanto Triwikromo #Halaman: 144 pages # Penerbit: Buku Kompas # Tahun: 2003 ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Dok Minikino | Begadang
Acara

[Kabar Minikino] – Indonesia Raja 2021 Resmi Diluncurkan Untuk Distribusi Nasional

by tatkala
April 17, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (69) Cerpen (163) Dongeng (14) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (353) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In