2 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Ilustrasi tatkala.co/Nana Partha

Ilustrasi tatkala.co/Nana Partha

Imajinasi John Lennon Kini Seakan Nyata: Tak Ada Negara, Agama dan Surga – [Kontemplasi #dirumahaja]

Yoga Pramartha by Yoga Pramartha
March 26, 2020
in Esai
205
SHARES

Pandemi COVID-19 memberikan efek samping tak langsung bagi berbagai kalangan masyarakat. Ekonomi mati karena sebagian besar kantor/usaha non-esensial ditutup. Karyawan diputus kontrak karena tidak adanya konsumen. Masyarakat panik akan terpapar penyakit yang menyebar cepat, sehingga mulai terjadi krisis barang pokok kesehatan seperti masker dan hand sanitizer serta naiknya harga kebutuhan sehari-hari. Seandainya lockdown diberlakukan dengan durasi yang relatif panjang, kesehatan psikis masyarakat akan menjadi hal yang akan dikhawatirkan selanjutnya.

Namun demikian, tak sedikit kalangan yang merenungkan berbagai dampak positif dari krisis kesehatan ini. Bill Gates menyerukan bahwa pandemi global ini mengingatkan kita akan berbagai pelajaran penting yang sering terlupakan dan kini tergantung kita apakah akan belajar dari krisis ini atau tidak. Berikut di antaranya adalah efek riak positif yang dapat diambil dari pandemi dunia ini.

Yang paling mendasar, semakin banyak orang sadar akan common hygiene seperti mencuci tangan dengan sabun dan tidak menyentuh wajah. Hal ini menyebabkan berkurangnya infeksi penyakit akibat kuman, bakteri dan virus.  Contohnya, kasus flu di Jepang berkurang sekitar 14 juta kasus dibandingkan tahun lalu untuk periode hingga bulan Maret.

COVID-19 mengingatkan kita bahwa alam sebenarnya sedang sakit dan perlu disembuhkan. Berkurangnya mobilisasi publik secara drastis baik darat, laut ataupun udara membantu mengurangi emisi karbon dioksida. Contohnya di Cina, emisi CO2 turun 25% atau sekitar 200 juta ton dibandingkan tahun lalu per bulan Maret. Di Venezia, Italia, air tampak lebih jernih dari sebelumnya karena tidak ada lagi aktivitas masyarakat setempat setelah lockdown nasional yang sedang terjadi di Italia. Cina secara permanen mengilegalkan konsumsi hewan liar karena ada isu bahwa asal usul menyebarnya coronavirus berawal dari konsumsi hewan liar di Wuhan. Sehingga, beberapa spesies langka seperti trenggiling, yang biasa dikonsumsi di Cina dapat terjaga dari kepunahan.

Saat penulisan artikel ini, 1/5 wilayah di Bumi sedang melakukan lockdown. Hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap hubungan keluarga masyarakat yang melakukan lockdown. Di masa normal, kita terkadang terlalu memfokuskan diri dengan dunia masing-masing; pekerjaan, sekolah, tugas, dan lain sebagainya. Masa lockdown memberikan momentum bagi masyarakat untuk lebih mendekatkan diri dengan anggota keluarganya. Masa ini memberikan kesempatan bagi kita untuk semakin mempererat hubungan keluarga.

Di tahun 1971, John Lennon hanya dapat berimajinasi bagaimana seandainya negara, agama, rasa kepemilikan, surga dan neraka tidak ada. Saat ini, segala imajinasinya seakan menjadi nyata. Pemerintah dunia bahu membahu melupakan label negara, agama, ras dan lainnya untuk melawan musuh bersama ini. Kita tidak tahu hingga kapan rasa ‘amnesia’ atas konsep negara, agama, golongan politik, ras, budaya, akan bertahan. Yang jelas saat ini kerjasama global antar negara semakin erat.

Cina memberikan bantuan APD kepada Indonesia, Rusia mengirimkan dokter ke Italia, peneliti dari semua negara saling berbagi informasi untuk menciptakan vaksin dan obat bagi penyakit baru ini. Semenjak hangatnya isu pandemi ini, secara spontan dan serentak segala omongan dan argumen bersubyek agama, politik, korupsi, wilayah kekuasaan, ras, etnis, budaya terdiam membisu. Semua orang sadar bahwa memperdebatkan isu-isu dengan subyek tersebut tidak akan membawa kita ke arah kemajuan, namun justru menunjukkan bahwa umat manusia belum seberadab yang dipikirkan. Wabah ini mengingatkan kita atas subyek yang paling esensial; kemanusiaan.

COVID-19 menyadarkan pemangku jabatan untuk memikirkan kembali alokasi dana negara. Setelah ditemukannya vaksin untuk SARS ketika mewabah di tahun 2003, pendanaan untuk penelitian lebih lanjut dipangkas dan beberapa negara seperti AS, Cina, Iran, dan Rusia mengalihkan dana untuk penelitian nuklir dan teknologi perang. Ketika wabah COVID-19 terjadi sekarang tak sedikit kalangan yang mulai menganggap bahwa pemangkasan dana penelitian tersebut menjadi cikal bakal lambatnya penanganan wabah Corona saat ini. Beberapa tahun lalu Bill Gates menunjukkan kekhawatirannya akan epidemi yang bisa muncul karena kita tidak cukup mendanai pembuatan sistem untuk menghentikan epidemi di masa depan. Akhirnya, epidemi tersebut terjadi sekarang.

Masyarakat kini juga mulai menghargai hal-hal yang dulunya dianggap sepele. Masker, sabun tangan, hand sanitizer, air dan komoditas kesehatan lainnya sekarang bernilai lebih tinggi dibandingkan emas, berlian, mobil mewah ataupun rumah mewah. Wabah saat ini menyadarkan kita bahwa segala bentuk kemewahan tidak akan membuat kita lebih hebat dibandingkan orang lain.

Di masa ini manusia mulai mengingat kembali satu keterampilan dasar yang telah dimiliki manusia sejak diciptakan: cinta dan kasih. Banyak orang mulai sadar untuk saling berbagi. Sejumlah kalangan membagikan masker, hand sanitizer dan vitamin gratis bagi masyarakat yang kurang mampu karena mereka sadar bahwa kesehatan satu orang akan berdampak bagi orang lainnya.

Pada masa krisis ini manusia disadarkan bahwa butterfly effect benar-benar ada. Kita semua terhubung dari satu ujung Bumi hingga ujung lainnya secara tidak langsung. Apa yang dilakukan satu orang di belahan Bumi satu memiliki dampak signifikan bagi orang di belahan Bumi lainnya.  Kita pun mulai mengerti bahwa keegoisan hanya akan memperburuk keadaan. Sebisa mungkin tetaplah lakukan hal yang berdampak positif bagi masyarakat umum, tidak hanya diri sendiri.

Kita sebagai makhluk spiritual juga dapat belajar bahwa hidup kita lebih dari apa yang kita pahami. Kadang kita tidak mempedulikan hal-hal kecil di sekitar kita dan menerima segala kenyamanan hidup begitu saja, seakan semua kenyamanan tersebut adalah hak asasi kita. Lihat sekarang yang ‘membunuh’ kita adalah virus, benda kecil tak terlihat yang mungkin kita selama ini anggap sepele. Kita juga menyadari bahwa hidup sangatlah singkat dan tujuan mutlak kita di dunia adalah untuk membantu satu sama lain dan untuk memberikan dampak positif bagi orang lain. Kita tidaklah terlahir sekadar untuk membahagiakan diri sendiri. Justru sering kali sebenarnya kebahagiaan datang ketika kita tahu kita telah berkontribusi bagi kebahagiaan atau kepentingan orang lain.

Pada akhirnya, wabah ini bisa jadi merupakan akhir dari peradaban atau bisa juga merupakan awal dari peradaban yang baru; dunia yang lebih beradab, lebih waras dan dengan ego manusia yang berkurang. Dunia baru, yang membuat kita mengesampingkan kepentingan pribadi, mengesampingkan segala perbedaan dan dunia yang kita wariskan kepada anak cucu kita yang jauh lebih baik dibandingkan dunia yang kita huni saat ini. Sekali lagi, semua hal dapat dilihat dari berbagai sisi. COVID-19 bisa kita lihat melalui kacamata suram dan gelap, tapi bisa juga kita pandang melalui jendela cerah yang penuh dengan harapan akan dunia yang lebih baik. Semoga krisis ini segera berlalu dan kita dapat menuju peradaban yang lebih baik. Salam damai.[T]

Tags: agamacovid 19John Lennonnegara
Yoga Pramartha

Yoga Pramartha

Bernama lengkap Kadek Yoga Pramartha. Lahir 1 Juni 1994 dan kini tinggal di Banjar Batanwani, Desa Kukuh, Marga, Tabanan.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi

Puisi-puisi IGA Darma Putra | Kematian Siapa Hari Ini?

by IGA Darma Putra
February 28, 2021
Opini

Indonesia itu Seperti Pelangi

“Walau kita berbeda-beda namun kita tetap bersatu dalam bingkai NKRI, yang punya sifat fanatisme minggir dulu jangan usik ketentraman ibu ...

February 2, 2018
Ilustrasi oleh Nana Partha
Opini

Corona atau Pandemi Ketakutan?

Beberapa hari setelah pengumuman penutupan tempat saya bekerja untuk sementara waktu, salah satu kolega – emak-emak rempong beranak empat curhat ...

March 21, 2020
Esai

Strategi Survive Sektor Perhotelan di Kala Pandemi

Penulis: Desiana Astika Ratna K. _______ Pariwisata menjadi salah satu sektor bisnis yang paling merasakan imbas ganasnya Covid-19. Pandemi yang ...

January 10, 2021
Foto Kopi Arabika Polsa/koleksi penulis
Esai

Kopi Pribumi vs Kopi Peranakan

DULU, petani-petani kopi di desa saya, di Desa Munduk, Buleleng, Bali, hanya mengenal dua jenis kopi: kopi jawa dan kopi ...

February 2, 2018
Kilas

Musikalisasi Puisi Sanggar Galang Kangin SMAN 2 Amlapura: Etnis dan Modern

Sanggar Seni Galang Kangin Semandapura (SMAN 2 Amlapura) tampil apik mementaskan musikalisasi  puisi dalam acara Bali Mandara Nawanatya II, Minggu ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jro Alap Wayan Sidiana memanjat pohon kelapa di Desa Les, Buleleng
Khas

Jro Alap, Kemuliaan Tukang Panjat Kelapa di Desa Les

by Nyoman Nadiana
March 2, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi tatkala.co | Vincent Chandra
Esai

Di Nusa Penida, Ada Gadis Menikah dengan Halilintar

by I Ketut Serawan
March 1, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (156) Dongeng (11) Esai (1418) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In