20 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Cerpen
Ilustrasi diolah dari lukisan Komang Astiari dan IB Pandit Parastu

Ilustrasi diolah dari lukisan Komang Astiari dan IB Pandit Parastu

Politik Kasur dan Dengkur

Made Birus Suarbawa by Made Birus Suarbawa
April 13, 2019
in Cerpen
9
SHARES

Cerpen Made Suarbawa

Jabatan sebagai Pekaseh1 menjadikan Sadra bukan lagi petani biasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia memiliki kesibukan menjalankan tugas sebagai tampuk pimpinan tertinggi dalam struktur kepengurusan subak2 di desanya. Dibantu oleh dua orang prajuru3 yang menjadi tangan kanan sekaligus penyambung lidah dengan para petani selaku anggota subak, segala informasi dan kebijakan dapat segera tersampaikan dengan akurat dan tepat pada seluruh anggota subak. Belum lagi sebagian anggota subak tinggal dan berasal dari beberapa desa lain yang kebetulan memiliki sawah di desa itu, sangat menguras tenaganya.

Kesibukan yang didasari sikap ngayah4 untuk kepentingan masyarakat banyak itu, mendapat tentangan luar biasa dari Istri Sadra. Kepolosannya dan keluguan sebagai petani tulen serta sikap yang selalu iklas dan suka-rela tanpa peduli siang atau malam, tidak hirau hujan berangin, membuat jengkel dan geram Konten, istrinya.

Sejak proses pemilihan, ketika nama Sadra mulai masuk dalam bursa desas-desus bakal calon Pekaseh, Konten sudah wanti-wanti agar jabatan itu ditolak saja. Dalam benak Konten, jabatan seperti itu hanya menghabiskan tenaga dan pikiran tanpa memperoleh imbalan yang sepadan. Intinya rugi. Itulah sebabnya sangat sulit untuk mendapatkan orang yang bersedia dan suka rela mengajukan diri untuk mengemban jabatan itu.

“Sudahlah, siapa yang akan memilih orang yang tidak memiliki pengalaman dan petani bodoh seperti Aku?” Ungkap Sadra tenang-tenang saja menanggapi kehawatiran istrinya.

“Ya, karena Bli5 dianggap bodoh, orang-orang akan memilih Bli, makanya belajar sedikit tentang politik, Bli itu sedang dipolitiki”

Sadra tertawa terbahak-bahak mendengar istilah yang dikatakan istrinya. “Apalagi itu dipolitiki?” Sadra terbatuk-batuk.

“Sudah sadar diri bodoh jangan berlagak seperti orang bodoh, itu artinya Bli akan dimanfaatkan, orang-orang akan mengambil keuntungan dari kebodohan itu. Ayo Bli, buka mata sedikit, lihat apa yang sedang terjadi di luar rumah kita. Jangan hanya taunya lumpur, mintur6, kukur7 dan tidur!” Konten semakin sengit.

“Kamu ini kenapa, orang lain makan cabe kenapa harus kita yang kepedasan. Keuntungan apa yang bisa diambil dari kita, kita ini petani, punya apa?”

“Ya itu, karena kita tidak punya apa-apa, hanya punya kebodohan dan keluguan, bersanding dengan mereka maka mereka akan semakin pintar untuk membodohi kita, para petani.”

“Aduh, pusing.”

“Pokoknya jabatan itu harus ditolak, bila perlu, saat sangkepan8 nanti jangan datang, biar orang lain yang dipilih!”

Perdebatan di beranda rumah itu berakhir ketika malam semakin larut dan mereka harus memutuskan untuk masuk kamar.  Dan selalu seperti itu selama berhari-hari, hingga akhirnya sangkepan subak dilaksanakan dan Sadra terpilih secara musyawarah mufakat sebagai pekaseh baru dan akan memangku jabatan selama lima musim tanam.

Perdebatan berkembang lebih rame, tidak hanya di beranda, kini sampai ke sumur, dapur hingga kasur dan semakin banyak perumpamaan, kemungkinan, kerugian dan bukti-bukti yang di ungkapkan Konten.

“Apa sebenarnya yang Bli cari, apa tidak bisa diurus besok, apa lagi ini sudah malam dan di luar sedang hujan lebat.” Geram Konten suatu malam.

“Kalau tidak sekarang, gorong-gorong itu akan semakin tersumbat oleh sampah, air terus semakin besar dan pasti akan meluap hingga membanjiri seluruh areal persawahan, padi yang baru tanam akan rusak” Sadra mengenakan sepatu karet tinggi yang dia sebut sebagai sepatu selop. Di kepalanya bertengger topi lebar yang terbuat dari anyaman bambu dan berlapis plastik bening.

“Apa orang lain mau peduli? Mereka paling-paling sudah tidur pulas, peluk istri, mimpi indah!”

“Ini giliranku untuk ngayah, giliran mereka ya nanti.” Sadra sudah siap berangkat. Tangannya menenteng senter, caluk9 dan payung yang siap dikembangkan.

“Apa untungnya buat kita, mereka yang enak-enak tidur yang akan menikmatinya. Apa untungnya coba?” Konten menyusul suaminya sampai ke pintu rumah.

“Ngayah ya tidak ada untungnya, kalau mau untung ya bagusnya jadi tengkulak.” Sadra berlalu menembus hujan dikegelapan malam. Cahaya lampu senter yang dibawanya hanya mampu menembus malam dalam jarak satu meter.

Sikap Sadra sebagai seorang pemimpin yang selalu mengutamakan kesejahtraan dan kepentingan anggotanya tetap menjadi poin persoalan dan memancing opini tajam Konten. Bukan hanya persoalan mengurus saluran irigasi yang mampet saat datang hujan dan banjir di malam hari.

Saat musim turun kesawah dimulai, karena kesibukan mengurus segala keperluan musim tanam bagi anggotanya, sawah Sadra termasuk yang terakhir dijamah bajak. Saat pembagian benih padi pun demikian. Sadra mengambil bagian paling terakhir setelah seluruh anggota yang lain mengambil jatah dan yang tersisa hanya 15,5 kilogram dari seharusnya 25 kilogram yang dia perlukan untuk.

“Kalau begini urusannya, kita benar-benar menelan kerugian.” Pekik Konten saat mengetahui jatah benih padi mereka kurang sekitar 9,5 kilogram. “Bagaimana kalau nanti kita kekurangan saat menanam?”

“Jangan risau, kita bisa ambil di tempat Bli Jantuk atau Bli Kari, pasti ada lebihnya.”

“Bukan persoalan kita bisa ambil sana-sini, tapi asas kebersamaan dan keadilan tidak tegak. Keadilan bukan cuma buat mereka, tapi juga kita. Bagaimana panen kita bisa bagus, jatah benih kurang, pupuk kurang, untuk menyemprot hama tidak sempat. Pikir Bli, jangan hanya mikir mereka!”

“Ya baiklah, sekarang ayo pikirkan diri kita saja.” Sadra menarik tangan istrinya masuk kedalam kamar, karena hanya itu yang bisa menghentikan perdebatan di beranda malam itu.

* * *

Musim panen menjelang, bulir-bulir padi berwarna keemasan terhampar luas menghias seluruh desa. Para tengkulak berkeliaran menaksir tiap petak sawah. Dengan nada merayu dan kata-kata manis mencoba menawar padi-padi milik petani dengan harga miring nyaris jatuh. Tidak luput dengan padi milik Sadra.

Seorang tengkulak baru saja meninggalkan pekarangan rumah Sadra. Perdebatan segera mulai menghangat.

“Ini yang selalu aku takutkan Bli. Padi kita hanya ditawar 8 juta, coba kalau benih kita tidak kurang, pupuk cukup, hama di semprot, burung diusir, kita bisa dapat uang lebih dari 8 juta. Lihat Bli Jantuk, padinya ditawar 15 juta, Bli Kari sudah beli motor baru dari uang panjar saja. Kita dapat apa?” Suara Konten sangat memelas dengan wajah merengut.

“Wee, biar kata suamimu ini bodoh, kalau soal hitung-menghitung masih handal. Sawah kita hanya 50 are ditawar 10 juta, ya untung, sawah Bli Jantuk 1 hektar, hanya ditawar 18 juta, ya buntung. Kalau Bli Kari bisa beli motor baru, ya karena sawahnya 5 hektar, kalau sawah kita 5 hektar, bukan motor tapi mobil kita beli”

Konten masih diam membisu, tangannya memeluk tiang jineng.

“Kamu tahu kita sedang untung, hutang yang harus kita bayar di KUD berkurang karena jatah benih kita kurang, pupuk juga kurang, pestisida tidak beli. Dan para tengkulak memberi harga tinggi karena melihat jabatanku.”

Perdebatan siang di jineng10 berhenti sampai di situ, dengan kesimpulan dimenangkan oleh Sadra dengan kekalahan diderita oleh Konten yang terpukul telak hingga lidahnya kelu.

* * *

“Bli! gawat Bli!” Teriak Konten suatu petang di tahun ketiga jabatan Sadra sebagai pekaseh. Dia lari tergopoh-gopoh dari jalan menuju rumahnya. Sadra yang sedang sibuk memberi makan burung tekukur peliharaannya hanya menoleh sebentar tanpa komentar.

“Bli harus melawan karena ini sebuah konspirasi jahat!” Konten terengah-engah, berdiri memegang lutut di dekat Sadra.

“Kamu ini kenapa, apa yang harus dilawan, apa yang jahat?”

“Bli, beberapa orang akan berusaha menurunkan Bli dari jabatan Bli saat ini.”

“Bagus itu!”

“Bagus bagaimana? Ini konspirasi jahat, tidak sesuai aturan.”

“Ngomong apa kamu ini!” Sadra beranjak membereskan kaleng pakan tekukurnya.

“Begini Bli…”

“Nanti saja, aku mau mandi dulu…!” Sadra melangkah menuju kamar mandi meninggalkan Konten yang masih mematung di dekat kandang tekukur.

* * *

“Begini Bli…” Konten memulai ceritanya saat Sadra sudah selesai mandi dan mereka duduk di beranda rumah. “Beberapa orang yang tidak perlu aku sebutkan namanya, sedang mengincar jabatan yang Bli pegang sekarang. Bli tidak boleh membiarkan ini terjadi.”

“Bukankah itu bagus, selama ini kita ribut terus gara-gara jabatanku ini.”

“Bli, pikiran mereka yang jahat ini yang tidak bisa aku terima, cara-cara tidak konstitusional, tidak sesuai adeaerte!” Konten semakin sengit.

“Mulutmu itu suka melilit kalau ngomong.”

“Bli, mereka hanya memikirkan keuntungan, selama ini tidak ada yang bersedia memangku jabatan ini, tapi begitu terkabar akan ada dana puluhan juta, mereka mulai kasak- kusuk, di mana hati nurani mereka, di mana jiwa mereka untuk ngayah?”

“Kenapa harus dipusingkan, kalau mereka mau, biarlah mereka ambil.”

“Bli…! jangan bodoh lagi, ini ketidak adilan, ini yang aku bilang kita sedang dipolitiki, dimanfaatkan!”

“Kalau kita memang bisa bermanfaat bagi orang lain, bukannya itu bagus? Berarti tidak sia-sia hidup kita di dunia”

“Heeh…! bodoh, bodoh, bodoh…!” Tangan Konten mengepal, giginya gemeretek menahan darah yang mulai naik ke ubun-ubunnya dan membuat mukanya memerah seperti kepiting rebus.

“Siapa yang maksa, kamu sendiri yang mau kawin sama orang bodoh.”

“Jujur saja Bli, aku hawatir dengan nasib uang yang akan turun nantinya, orang-orang itu tidak kredibel sama sekali.”

“Bagaimana kita bisa menilai orang seperti itu?”

“Sudah jelas Bli, sama sekali tidak kredibel,ada uang mereka datang tidak ada uang mereka menghilang, apa uangnya tidak akan ikut menghilang?”

“Sebenarnya uang siapa yang kamu ributkan?”

“Uang kita, uang rakyat.”

“Saat jadi pejabat miskin saja kamu ribut, bagaimana saat aku jadi pejabatyang pegang uang banyak, apa kamu tidak tambah ribut kalau aku mau kawin lagi?” Wajah Konten makin sengit mendengar ucapan suaminya.

“Ini politik kotor Bli, politik busuk!”

“Sudah, kita pikir politik Kasur dan dengkur saja, sudah malam.” Sadra menarik tangan istrinya masuk ke dalam kamar. Lampu depan rumah dipadamkan. Malam mengalir tenang, hawa dingin menyelimuti desa itu. Bulan bopeng di belahan langit barat memendarkan cahaya temaram. Binatang malam menyanyikan lagu cinta.

Denpasar, Agustus 2008

Note:

  1. Ketua subak
  2. Organisasi yang mengatur sistem pengairan/irigasi di Bali
  3. Staff yang bertugas sebagai kurir informasi.
  4. Pekerjaan suka-rela/kerja bakti
  5. Abang
  6. Memancing kepiting.
  7. Burung tekukur.
  8. Rapat
  9. Sejenis parang
  10. Lumbung padi.
Tags: Cerpen
Made Birus Suarbawa

Made Birus Suarbawa

Nama lahir saya I Made Suarbawa dan mesin ketik adalah hadiah terindah dalam hidup saya. Bercerita dalam berbagai medium adalah cara berbagi paling menyenangkan. Tulisan, foto dan film adalah media yang sedang saya dalami dan nikmati.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
keterangan gambar:
potongan prasi Bagus Umbara koleksi British Library
Esai

Prasi Bagus Umbara dan Tiga Nama Mantra

Saya tidak begitu ngeh dengan prasi atau lontar dengan gambar yang mengilustrasikan cerita dari sebuah geguritan ataupun kakawin, sampai pada ...

September 25, 2020
Ulasan

“I Kutun Pundukan” dalam Novel ”Tresnane Lebur Ajur Satonden Kembang”

Bagi orang Bali tak susah mengartikan istilah kutun pundukan, yaitu orang yang identik dengan kehidupan sebagai petani. “Pundukan” adalah pematang ...

August 7, 2019
Gde Kurniawan  dkk
Kilas

Pergantian Tahun ala “New Hope From The Island of God”

Masih dalam rangka tahun baru 2021, Mcast Pregina Showbiz mengajak beberapa seniman muda di Bali untuk berkolaborasi bersama, meluncurkan single ...

January 1, 2021
Foto-foto koleksi penulis
Ulasan

Puisi di Balik Genting – Ulasan Pentas “Energi Bangun Pagi Bahagia” di Bali

PUISI-puisi bertebaran di balik tiga daun genting yang menutupi wajah Frank, Bass, dan Bob. Kata-kata puitis yang begitu menarik, namun ...

February 2, 2018
Opini

Zonasi, Halusinasi, dan Sekolah Inklusi

Kisruh penerimaan siswa baru seperti sinetron tanpa ujung. Seri kegaduhannya tak pernah habis dari tahun ke tahun baik di tingkat ...

June 28, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Gowes di jalur Desa Siakin, Kintamani dan -Desa Les, Tejakula
Khas

Dulu & Kini | Desa Les dan Siakin – Jalan Hutan Terasa Dekat, Jalan Aspal Terasa Jauh

by Nyoman Nadiana
January 19, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Bangli Abad XII | Dan Potensi Masa Kini

by IGA Darma Putra
January 20, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1352) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (3) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In