17 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini
Kegiatan relawan hingga malam hari di posko pengungsian Gunung Agung. /Foto: Kardian

Kegiatan relawan hingga malam hari di posko pengungsian Gunung Agung. /Foto: Kardian

Gunung Agung Terbangun, Solidaritas Orang Bali Mesti Terus Terbangun – Tanpa atau Sambil Selfie

Made Surya Hermawan by Made Surya Hermawan
February 2, 2018
in Opini
42
SHARES

 

GUNUNG AGUNG tidak hanya bangun dari tidurnya , tapi juga membangunkan solidaritas orang Bali. Kira-kira begitu bunyi status facebook yang aku tulis beberapa hari lalu. Bukan tanpa alasan, tapi memang itu yang aku rasakan. Kendati sedang tidak di Bali, getaran solidaritas itu cukup hangat hingga tiba di Malang.

Gunung Agung mungkin sedang mengingatkan orang Bali bukan hanya tentang alam. Bukan hanya tentang sebuah siklus mengerikan yang jauh setelahnya akan berbuah anugerah. Gunung Agung mungkin sedang mengingatkan orang Bali tentang semangat menyama braya yang dia rasa kian memudar. Gunung Agung mungkin sedang mengistirahatkan sejenak orang Bali dari berbagai konflik. Konflik rumah tangga, urusan pekerjaan, bahkan mungkin konflik pasangan yang sedang pacaran viagadget (LDR).

Sejak tanggal 22 September 2017 kira-kira pukul 20.30 WITA, status Gunung Agung resmi ditingkatkan ke level IV (awas). Sederhananya, menurut pandangan awam, Gunung Agung sudah pasti meletus, tinggal tunggu waktunya kapan. Sejak malam itu, arus pengungsi bergerak dari kawasan rawan bencana dengan radius 12 km dari puncak Gunung Agung ke seluruh kabupaten di Bali.

Apa yang terjadi setelahnya? Esok harinya, atau mungkin juga sudah dari malam itu, mulai bermunculan flyerdi mesia sosial tentang pembukaan donasi untuk para pengungsi. Bahkan, aku ingat, aku sempat membaca flyer pengumpulan donasi sebelum Gunung Agung ada di level awas, di instagram.

Lambat laun, penggalangan donasi itu semakin masif. Beraneka rupa bentuknya. Dari penyebaran flyeropen donation di media sosial, turun ke jalan, juga ada ngamen bareng. Mungkin masih banyak lagi. Itu dilakukan oleh banyak kalangan lintas profesi. Tidak memandang tua muda. Bahkan, aku lihat, di facebook anak SD pun turut menyumbang. Satu lagi, yang paling mengesankan, di instagram aku baca seorang nenek paruh baya mendatangi posko bantuan, juga untuk berdonasi.

Donasinya, beraneka rupa. Dari kebutuhan sandang dan pangan, hingga keperluan emosional. Semua itu mengalir dengan cepat dan hangat. Di media sosial dan banyak grup instant messagebahkan banyak tulisan tentang permohonan informasi posko pengungsian yang belum tersentuh bantuan, tentang posko yang kekurangan bantuan.

Apa artinya? Mereka bukan hanya ingin sekadar berdonasi, tapi memang ingin membantu, tepat sasaran.Selain uang dan barang, tidak kalah banyak juga teman-temanku di Bali langsung ngayah di posko pengungsian. Membantu memasak, mengajar, menghibur, dan masih banyak lagi. Bahkan, ada juga yang memberikan tempat untuk penitipan ternak warga yang ditinggal pergi mengungsi oleh pemiliknya. Banyak, sangat banyak.

Wali Kota Denpasar, Rai Mantra, datang dengan busung dan slepan. Unik, aku baca di instagram, katanya agar para pengungsi tidak bosan, diam, tidak produktif. Betul juga, ini salah satu penghilang kebosanan, dengan fakta di pengungsian pasti membosankan, terutama bagi Ibu-Ibu. Di Bali, orang tua tidak akan stress karena pekerjaan, mereka justru akan stress kalau sedang diam. Mungkin fenomena itu yang disadari oleh Pak Walikota.

Sekolah-sekolah di Denpasar pun, setahuku, dan mungkin juga ada di kabupaten lain, menerima anak usia sekolah untuk bersekolah sementara sesuai dengan satuan pendidikan mereka. Bijak, iya bijak, karena pendidikan tidak boleh dibatasi apapun, termasuk bencana. Dan yang paling penting, mereka tidak dipungut biaya, gratis. Sekolah-sekolah itu paham, nilai kemanusiaan jauh di atas materi, seberapapun banyaknya.

Lalu, aku berpikir, Bali sedang benar-benar menyatu. Semua seperti memiliki Karangasem sebagai bagian darinya. Media sosial akhirnya digunakan merekatkan, setelah selama ini sering memanaskan, bahkan cenderung memecah. Media sosial dimanfaatkan dengan bijak, untuk menggalang donasi, dan menyebarkan pesan solidaritas.

Namun, tadi siang aku membaca sebuah post instagram di akun infobadung, ada seorang anak kecil yang memegang kertas manila putih bertuliskan “Jangan Jadikan Bencana Ajang Cari Muka, Peduli Tak Harus Diumbar”. Benar, aku sepakat dengan tulisan itu. Tapi, penulis itu semestinya sadar bahwa yang dia/mereka tulis mungkin saja menjadi antiklimaks gerakan solidaritas ini.

Aku berpendapat begini, kalau mengunggah foto yang sedang menggalang atau memberi bantuan di media sosial dianggap mencari muka, lalu media apa yang bisa digunakan oleh para donatur untuk menyebarkan semangat optimisme dan solidaritasnya. Di era Kali Yuga, aku pikir semangat positif mutlak harus ditularkan.

Bagiku ini bukan perkara cari muka, tapi tentang penularan solidaritas. Bagiku memang peduli tak harus diumbar, tapi itu cara untuk melaporkan kepada para donatur kemana dan untuk apa saja uang dan barang yang mereka donasikan.

Kalaupun, kemungkinan terburuk, memang itu untuk cari muka, aku pikir sebaiknya itu menjadi urusan si pencari muka. Sebaiknya si penulis tidak menyebarkan psimisme di tengah situasi begini. Ya, bagiku itu pesan pesimisme.

Kenapa media sosial? Aku pikir itu solusi yang paling murah dan sederhana di era digital. Mohon maaf, aku justru berpikir si penulis itu belum siap menerima kemajuan era digital, pikirannya masih belum terbuka. Tidakkah dia/mereka malu dengan nenek dan anak SD yang ku sebutkan di atas? Tapi begini, mengutip post dari akun instagram@rarekual_topeng yang berbunyi “berbuat baik pun nu ade nak nyelekang, sing masalah tooo”, jadi diamkan saja. Bagiku, mari terus bergerak, bagi kita yang pintu keikhlasan dan kemanusiannya masih bisa diketuk.

Terakhir, aku berharap Gunung Agung sedang bersandiwara. Dia tidak sungguh ingin melontarkan isinya ke permukaan. Dia pun tidak sungguh ingin memberi bencana. Tetapi, aku harap, dia hanya sekadar ingin mengingatkan orang Bali tentang makna menyama braya. Agar Bali selalu damai dan dilingkupi kehangatan persaudaraan yang kuat di bawah lindungan Hyang Widhi.

Rahayu, salam dari Kota Malang. (T)

Tags: balierupsiGunung Agungmedia sosialsolidaritas
Made Surya Hermawan

Made Surya Hermawan

Lahir di Denpasar, 7 Oktober 1993, tinggal di Kuta, Bali. Lulusan Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja, 2015. Gemar mendengar cerita politik dan senang berorganisasi. Setleah menamatkan studi pascasarjana di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang, ia mengabdikan ilmunya dengan jadi guru.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Cerpen

Tiada

Cerpen: Ni Luh Puspa Pratiwi “Aku adalah perempuan terkutuk!” “Kita adalah kesalahan!” Perempuan itu masih termenung, memikirkan ke mana arah ...

March 17, 2020
Pementasan teater Petang di Taman oleh Teater Kampus Seribu Jendela di Kampus Undiksha Singaraja,
Ulasan

“Petang di Taman” pada Petang Basement Kampus Bawah Undiksha

Judul: Petang di Taman Naskah: Iwan Simatupang.Produksi:  UKM Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha Sutradara: Gek SantiPemain: Satria Aditya sebagai orang ...

March 9, 2019
Foto: Hanamura Yosuke
Opini

“Akun Cantik”, Promosi Wajah di Media Sosial?

MEDIA Sosial tentunya memberikan banyak manfaat. Mulai dari sarana untuk mengekspresikan diri, bertukar informasi, mencari lebih banyak teman, bahkan untuk ...

February 2, 2018
Sejumlah pemuda dari Desa Selanbawak melakukan aksi telanjang dada sambal menggelar poster mempertanyakan perbaikan jalan. /Foto diambil dari facebook
Esai

Aduh Malu, Di Sini Rusak, Di Situ Mulus! – Soal Jalan Desa di Batas Tabanan dan Badung

ADA lelucon yang bikin kuping saya sebagai “orang Tabanan” panas. “Jika kamu berada di jalan desa, dan ingin tahu batas ...

February 2, 2018
[Pameran Virtual Seni Rupa: Tidak Menyinggung Corona]
Ulasan

Bosan… Bosan… Bosan… Kami Mulai Bosan – [Pameran Virtual Seni Rupa: Tidak Menyinggung Corona]

Karya-karya dalam pameran ini tidak akan menyinggung persoalan wabah corona maupun isu-isu yang terbangun karenanya. Ini adalah pernyataan sekaligus sikap ...

June 8, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan di atas kardus. Karya ini diberi judul “Pariwisata Macet Jalan Raya Lancar”.
Esai

Pariwisata Macet, Jalan Raya Lancar

by Doni Sugiarto Wijaya
January 16, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1347) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In