15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini

Debat Pilkada Buleleng: Menunggu Konsep SURYA dan PASS Bangun Daya Kreatif Anak Muda

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
February 2, 2018
in Opini
71
SHARES

DEBAT tahap pertama pasangan Calon (Paslon) Bupati/Wakil Bupati Buleleng digelar Senin, 30 Januari 2017, di Hotel Melka, Lovina, Singaraja. Debat itu disiarkan langsung sejumlah radio di Buleleng.

Tema debat pada tahap pertama ini menarik: “Membangun Generasi Sehat, Cerdas, Kreatif, Bersih Narkoba untuk Menciptakan Lapangan Kerja buat Buleleng”. Ini tentu debat yang ditunggu masyarakat Buleleng, bagaimana paslon Dewa Sukrawan/Dharma Wijaya (SURYA) dan paslon Putu Agus Suradnyana/Nyoman Sutjidra (PASS) mendedahkan konsep mereka tentang pemberdayaan anak-anak muda di Buleleng.

Saya duga KPU Buleleng punya “misi khusus” kenapa tema itu diusung dalam debat. Selain dikenal memiliki cuaca panas (dalam pengertian sesungguhnya), sejak dulu Buleleng juga memiliki iklim kreatif, terutama dalam seni dan kebudayaan dalam arti seluas-luasnya.

Di Buleleng tercipta banyak karya seni unik yang tercipta dari daya kreatif anak-anak muda di masa lalu, semisal gong kebyar, tari kekebayaran, joged bumbung, ukiran postmodern (semisal ukiran orang naik sepeda di Pura Meduwe Karang), dan drama gong khas Buleleng.

Di bidang seni modern, anak-anak muda Buleleng di masa lalu banyak yang jadi pelopor. Misalnya, AA Panji Tisna menjadi sastrawan modern pertama di Bali yang menulis novel berbahasa Indonesia. Di Indonesia ia disejajarkan dengan sastrawan Pujangga Baru lain seperti Sutan Takdir Alisyahbana.
Karya-karya Sastra Bali Modern (sastra berbahasa Bali dengan gaya modern) juga pertama kali dibuat oleh orang Buleleng. Namanya Guru Made Pasek yang berkarya sejak1913.

Film pertama di Bali juga dipercaya dibuat di Buleleng. Selain Panji Tisna, ada AA Ngurah Sentanu yang membuat film secara komersial dan diputar keliling desa-desa di Bali Utara. Ada sejumlah film yang dibuat Sentanu, antara lain ”Karmapala” (1970), ”Mayadenawa” (1972), ”Jaya Umbara” (1973) dan ”Titah Dewata” (1974).

Di bidang pers, Buleleng juga bisa disebut pelopor. Anak-anak muda Buleleng yang intelek dan kreatif menerbitkan berbagai jurnal kebudayaan, seperti Shanti Adnyana (1923), Bali Adnyana (1924—1929), Surya Kanta (1925—1927), Bhawanagara (1931—1935), Djatajoe (1936—1941), dan Bhakti (1952—1954). Penerbitan itu adalah cikal-bakal pers di Bali.

Daya Kreatif dan Daya Usaha

Data-data yang ditulis di atas itu bisa ditambah lagi. Misalnya di bidang musik dan seni pertunjukan modern semacam teater. Satu lagi, Buleleng juga menciptakan kuliner unik yang tiada dua di Bali, semisal Siobak dan Sate Plecing.
Data itu sudah cukup membuktikan bahwa daya kreatif anak-anak muda Buleleng di masa lalu memang sangat besar.

Seharusnya daya kreatif yang besar dan kuat di masa lalu itu makin besar dan makin kuat di masa modern ini. Tentu saja, karena saat ini kesehatan anak-anak muda makin membaik dengan dibangunnya sejumlah rumah sakit, dan kecerdasan anak-anak muda juga makin tajir dengan dibangunnya sekolah-sekolah baru yang disertai sistem pendidikan yang cukup maju.

Namun, saya (secara pribadi) merasakan daya kreatif anak-anak muda Buleleng makin luntur. Setidaknya, tak sekuat daya kreatif di masa lalu. Kini, anak-anak muda lebih banyak terpengaruh (untuk tak bilang meniru) produk-produk kreatifitas yang sudah berkembang sebelumnya, di Bali atau di Indonesia.

Secara teknis mereka tetap pintar, misalnya dalam bidang seni, namun tak banyak dari mereka yang punya daya cipta yang menggebu, misalnya daya cipta yang kekuatannya setara dengan masa-masa ketika gong kebyar diciptakan di Buleleng, atau ketika drama gong bisa membuktikan diri sebagai drama yang berbeda dengan drama Bali selatan dan tetap laku ditonton.

Sungguh melegakan, daya bisnis anak-anak muda di Buleleng belakangan tampak besar. Banyak muncul wirausahawan muda dengan niat tulus sekaligus menggebu demi terciptanya usaha-usaha baru sekaligus terciptanya lapangan pekerjaan bagi teman-teman sesama anak muda yang lain. Namun karena daya kreatifitas yang lemah, banyak usaha terlihat pasang-surut, maju-bangkrut, buka-tutup.

Ada masa ketika banyak muncul kafetaria, semacam tempat minum dan makan sekaligus tempat nongkrong anak-anak muda. Namun yang bertahan hingga kini tidaklah banyak. Ada masa distro bertebaran, namun belakangan tak banyak juga yang bertahan.

Gejala itu bisa dilihat dalam dunia seni. Ada masa ketika grup musik menjamur, namun yang “bisa dijual” hanya beberapa dan beberapa lagi bubar jalan. Ketika bondres tampak laris, muncullah banyak grup bondres. Namun yang manggung di pasar-pasar hiburan hanya itu-itu saja.

Itu terjadi, salah satunya karena daya kreatif dan daya cipta yang melemah. Banyak anak-anak muda yang melakukan sesuatu karena orang lain sudah sukses melakukannya. Padahal, jika iklim kreativitas sungguh cerah, seseorang pasti punya ambisi sukses untuk menjadi pelopor, dengan menciptakan sesuatu yang baru, yang tak dilakukan orang lain.

Mencipta dan “Menjual”

Jangan tersinggung dulu. Saya tak seperti orang tua nyinyir yang dengan mudah menyalahkan anak-anak muda zaman sekarang sambil membandingkan dengan kesuksesan anak-anak muda zaman dulu.

Anak-anak yang punya daya kreatif yang besar di zaman dulu juga memiliki sejumlah kelemahan. Dulu, ketika banyak produk tercipta, anak-anak muda di zaman itu tak sekaligus punya kecerdasan untuk “menjual”. Artinya, daya bisnis mereka lemah. Kreativitas itu tak sekaligus menciptakan iklim usaha dan penciptaan lapangan usaha.

Atau, pada zaman itu, tak banyak pihak lain, seperti lembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah, yang membantu para kreator untuk mengembangkan produk kreatif mereka agar bisa “dijual” dan mendatangkan kesejahteraan bagi kreator dan masyarakat di sekitarnya. Terciptanya kreasi seni baru, misalnya, tak dibarengi dengan adanya pembangunan gedung kesenian yang representatif, sehingga mereka tak memiliki “tempat jualan” yang bagus.

Terciptanya desain-desain baru dalam dunia kerajinan perak, kerajinan kayu dan kerajinan bambu, misalnya, tak dibantu dengan pembangunan pasar seni kerajinan. Atau mereka tak dibantu untuk memperkenalkan produk mereka ke dunia luar.
Ada banyak anak muda yang jago bikin film, misalnya, namun tak ada yang punya keinginan membangun tempat putar film sekaligus menciptakan kecintaan pada film. Banyak seniman yang menciptakan lukisan-lukisan bagus, misalnya, namun hingga kini Buleleng tak punya galeri yang bagus untuk memamerkan karya-karya mereka agar para kolektor luar negeri mau datang ke Buleleng.

Kondisi-kondisi seperti itulah yang membuat daya cipta dan daya kreatif anak-anak muda Buleleng menjadi melemah. Tak ada lembaga, termasuk lembaga pemerintah, yang membantu anak-anak muda kreatif itu dengan cara yang benar. Lembaga pemerintah bikin lomba seni saja sudah merasa berjasa mengembangkan kesenian, padahal banyak hal lain seharusnya dikerjakan dengan serius.

Sehingga, jangan salah, muncul banyak ungkapan dengan nada menyindir: “Buleleng hanya bisa mencipta, kabupaten lain yang menjualnya!”

Debat Konsep

Saya berharap, dalam debat paslon Pilkada Buleleng, 30 Januari 2017, terungkap konsep-konsep yang bernas dari paslon tentang bagaimana menggairahkan kembali iklim penciptaan dan kreativitas anak-anak muda, sekaligus membuat konsep agar hasil kreasi anak-anak muda itu bisa “dijual” dan tercipta dunia usaha yang khas dan unik di Buleleng.

Anak-anak muda Buleleng sudah siap mendengarnya. (T)

Tags: bulelengKreativitasPilkadaproses kreatifSeniwirausaha
Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Rinduku dalam Angan / Ni Made Adelia Felita Anggreni – SMAN Bali Mandara
Esai

Rinduku dalam Angan

Oleh: Ni Made Adelia Felita Anggreni – SMAN Bali Mandara "Hidup bagaikan lukisan ya... Setiap kejadian adalah goresan kasih-Nya. Setiap ...

April 4, 2020
Gianluigi Buffon/ Lukisan: Ida Bagus Pandit Parastu
Esai

Selamat Ulang Tahun ke-40 Gianluigi Buffon, Kau Superman yang Loyal

BUFFON! Setiap mendengar nama ini, ada dua hal yang terbayang di benak; passion dan kesetiaan. Sebagai fans Juventus sejak awal ...

February 2, 2018
I Gusti Putu Rakadhanu (kiri) dengan moderator Made Sugianto dalam workshop Lagu Pop Bali di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Parade Lagu Daerah Bali selalu menjadi salah satu primadona di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) setiap tahunnya. Untuk memantapkan parade ...

March 13, 2020
Ilustrasi: Surya Pratama
Esai

Cerita Pekak Renes: Sial Tapi Tetap Untung

SAMBIL garuk-garuk kepala Pekak Renes bercerita dengan sahabatnya, Nang Ruket di Pos Kamling.  Pekak Renes menceritakan peristiwa yang dialami oleh ...

February 2, 2018
Ilustrasi diolah dari Google
Esai

“Gamefication” dalam Komunikasi dengan Anak

Penulis: Jaabir ________ Tahun 2020 merupakan tahun yang menantang bagi semua pihak. Semuanya, dan tidak ada yang terkecuali. Penyebabnya sudah ...

December 29, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In