— Catatan Harian Sugi Lanus 11 Maret 2025
Ketika pantai dan mangrove Pulau Serangan mulai diurug untuk perluasan reklamasi tahun 1996-1997, senior saya Ngurah Karyadi mengatakan: Sekarang singkatan Bali adalah “Bakal Amblas Lantaran Investor”.
Generasi muda sekarang umumnya tidak paham bagaimana investor titipan pemerintahan pusat masuk Bali dengan memperalat militer dan gubernur Bali di era Orde Baru. Ini berlanjut dengan perselingkuhan pengusaha dan penguasa lewat instruksi partai.
Karena persengkongkolan dan perselingkuhan ini demikian biasa terjadi, lambat laun masyarat Bali ternina-bobokan. Menjadi apatis, bahkan banyak mulai menerima kebusukan ini sebagai “hal lumrah”. Males berpikir kritis. Banyak warga beranggapan jika investor masuk desa mereka sebagai “tanda kemajuan”.
Pemimpin lokal banyak berpikir pendek menerima investasi tanpa berpikir jangka panjang, tanpa kajian komprehensif untuk masa depan Bali. Bahkan ada yang menjadikan ini sebagai peluang mencari uang, dengan memeras, dan tertangkap tangan. Yang tertangkap tangan satu kasus, tapi ini kemungkinan sebuah “gunung es”.
Di berbagai desa pakraman yang dulunya ketat sekarang jadi lelor dan lembek, dengan mudah vila-vila asing bertumbuh. Orang asing seakan diberi karpet merah, padahal inilah yang akan membuat Bali amblas.
Amblas daya tahan orang Bali semakin melemah. Baik secara penguasaan aset tanah, villa, dan akomodasi wisata, yang dikuasai pihak asing atau luar, sampai persaingan usaha yang makin mempersempit ruang gerak penguasa atau pencari kerja lokal.
Belakangan penguasa lokal selalu berkilah dan cuci tangan dengan mengatakan bahwa ijin dikeluarkan pemerintah pusat melalui sistem ijin OSS.
OSS menjadi pengalihan isu peselingkuhan penguasa dan penguasa. Mereka pikir semua masyarakat tidak membaca skema OSS. Mereka yang melek perijinan pasti paham jika AMDAL dan beberapa persyaratan masih ada di tingkat kabubupaten, kota dan provinsi. Bahkan krama banjar dan desa adat bisa melayangkan protes dan keberatan secara tertulis jika proses OSS sampai bisa mengeluarkan ijin secara ngawur.
Pengusaha dan pengusaha gelap senang jika masyarakat tidak membaca. Senang jika masyarakat tetap bodoh. Dari Orde Baru sampai sekarang sama saja. [T]