INI momen yang juga tak bisa dilupakan dalam turnamen voli Tajun Cup V di lapangan Giri Mukti, Desa Tajun, Kubutambahan, Buleleleng yang finalnya berlangsung Sabtu, 19 Oktober 2024.
Ketahuilah, di sepanjang tepi jalan menuju arena pertandingan stand kuliner rakyat berderet-deret sejak sore. Mulai dari lawar darah. Kemudian bakso, syiobak, jagung bakar, sosis bakar, hingga krebipeti alias burger dari Amerika juga terhidang di pinggir jalan.
Untuk itulah anak-anak mengantri untuk menonton voli sembari membawa berbagai jenis makanan-makanan trendi itu dengan senang hati. Satu lagi, ada krepes coklat juga.
Kesukaan bapak-bapak tentu berbeda. Sebelum menonton pertandingan para bapak lebih dulu bertengger di sebuah warung sate kambing. Ini warung favorit. Namanya, Warung Sate Kambing Men Tolet.
Beberapa sate dibakar, dan benar-benar menyeruak baunya. Sate terdiam di bara api panas, beberapa menit, lalu diangkat.
Mayoni dan suaminya di warung Men Tolet | Foto: tatkala.co/Son
Seorang lelaki tengah sibuk kipas-kipas sate. Sementara Kadek Mayoni (48), istri dari lelaki itu, terus sibuk menyiuk gule kambing menu favorit orang-orang Tajun itu ke dalam mangkuk. Sate itu dihidangkan bersama semangkuk gule dan sepiring nasi.
Aroma kambing muda dan empuk—dari sate dan gule, tidak bisa terhindar dari perut lapar sebelum menonton klub jagoan di turnamen itu. Tentu saja, sebuah persiapan yang bagus untuk mengganjal perut hingga tengah malam menonton final—samapai selesai.
“Kalau sate, itu di pagi hari buatnya, ditusuknya. Kami pakai kambing muda, sekitar 300 tusuk perhari, satu kambing perhari. Terkadang juga satu ekor kambing untuk dua hari kalau turnamen tak begitu ramai.” kata Kadek Mayoni, pemilik warung makan Men Tolet itu pada malam final, Sabtu, 19 Oktober.
Seporsi gule sate Men Totel | Foto: tatkala.co/Son
Rasa gule yang dibuat Mayoni, tentu beda dengan gule lain di warung sate yang lain. Gule yang ia buat dibumbui dengan bumbu genep khas Bali. Tajun, memiliki selera rasa yang kuat terhadap makanan, yaitu pedas. Sehingga gule yang dibuat oleh Kadek Mayoni itu cukup strong rasanya.
Daging, selain empuk juga bumbu dan rasa pedas menyecap ke setiap sela-sela daging begitu sempurna.
Di mangkok, tenggelam dalam kuah beberapa bagian tubuh daging kambing muda. Mulai dari daging bagian kaki, buntut, gaji, sedikit tulang, dan lainnya. Ketika menyiuk satu sendok masuk ke mulut itu, aroma bawang goreng menambahkan rasa enak tiada banding saat dikunyah. Apalagi ketika gaji, daging dan sedikit tulang muda bersamaan tersiuk ke sendok, kenikmatan semakin menjadi-jadi saat ditelan.
Semangkuk gule yang dibuat oleh Kadek Mayoni itu juga setidaknya memberi hangat kepada tubuh dari angin malam, apalagi rasa pedas dari jahe dan cabai menyatu dengan pas. Di sana, ia telah banyak memiliki pelanggan setia—terutama di setiap pertandingan Tajun Cup V.
“Saya tak punya cabang. Selain turnamen voli, saya sesekali jualan di turnamen ayam (tejen maksudnya),” kata Mayoni.
Di sini, di Tajun Cup, selama 25 hari ia berjualan, sekitar 20 kambing telah dihabiskannya.
“Selalu banyak orang yang datang kemari setiap harinya untuk gule, dan dengan orang yang sama lagi. Nih, kaya bapak ini (tunjuknya ke salah satu pengunjung) sering dia makan di sini, makanya perutnya gendut,” kata Kadek Mayoni melempar humor. Intimitas sosial memang terasa di Tajun Cup V.
Sebelum menonton klub voli jagoan, santap sate gule kambing dulu | Foto: tatkala.co/Son
Kadek Mayoni Foto: tatkala.co/Son
Sekitar jam dua siang Kadek Mayoni mempersiapkan gule, setelah pagi ia berjibaku berjualan daging lebih dulu di pasar dan menjual beberapa pakaian OB. Kadek Mayoni barulah kemudian berjibaku dengan kompornya di dapur untuk gule yang ia jual pada malam turnamen voli.
Tangannya sudah terbiasa memasak gule. Setelah daging kambing dipotong kecil-kecil, ia mencuci dan meniriskannya sebentar menunggu bumbu genep dan santan di kuali matang dan mendidih. Setelah panas dan aroma keluar, daging itu dimasukannya kemudian.
Sekitar satu jam ia menunggu daging menyecap bumbu. Sebab itulah dagingnya empuk, juga terasa melekat bumbunya. Untuk semangkuk gule, ia bandrol 40 ribu termasuk nasi, tentu—dengan porsinya sangat banyak, pula rasanya sangat lezat—memberi citra kuliner yang mewah di sebuah desa.
Di sela-sela Tajun Cup, orang-orang bisa makan enak sepuasnya dengan harga di bawah standar bule.
Sate tusuk (atas) dan sate lilit (bawah). Enaknya | Foto: tatkala.co/Son
“Tapi itu, kuahnya harus betul-betul mateng, biar enggak cepet basi,” kata Kadek Mayoni menjelaskan proses memasaknya, dan memastikan kualinya tetap segar tercium. “Baunya tetap enak kan? Karena masaknya harus benar-benar mateng. Biar meresap dan segar sampai tengah malam.”
Sementara pada sate lilit, daging kambing muda lebih dulu diblender bersamaan dengan bumbu genep dan sedikit minyak. Setelah menyatu itu, barulah ia eksekusi. Bara api membuka kelezatan yang baru pada pengalaman rasa bernama sate lilit.
Percayalah. Datanglah tahun depan, ya, Ton… [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole