HOROR dan jumpscare ibaratnya sudah menjadi saudara yang tidak dapat dipisahkan. Tetapi rasanya tidak selamanya film horor harus ditampilkan dengan berbagai kejadian jumpscare yang tak terduga, apalagi unsur jumpscare itu ditaruh tidak sesuai dengan porsi penempatannya. Sudah sedari saya kecil, film horor dijadikan sebagai bahan untuk menakut-nakuti anak-anak yang tergolong bandel dengan orang tua mereka.
Sejauh ini, film horor selalu menjadi langganan saya ketika berkunjung ke bioskop, karena cuman film horor yang disukai berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Apalagi dengan rating film yang bagus dan dari berbagai ulasan menarik di media sosial.
Terkadang, bagi saya, pulang-pergi Singaraja – Denpasar sudah menjadi hal yang biasa. Bayangkan saja, itu semua hanya untuk mengisi rasa penasaran saya akan sebuah film yang sedang trending. Harap maklum, Singaraja belum ada satu pun bioskop ketika saya membuat tulisan ini. Entahlah, bisa saja nanti ketika anak dan cucu saya membaca ulasan ini.
Film “KKN di Desa Penari” (KKNDDP), salah satu film fenomenal yang diadaptasi dari salah satu thread viral pada tahun 2019. Cerita itu ditulis langsung di laman twitter @simpleman, yang bahkan sampai saat ini, tidak diketahui pasti siapa nama asli sebenarnya. Sontak saja, thread ini begitu heboh karena kisahnya yang cukup mengerikan.
Kisahnya pun menjadi perbincangan yang hangat di kalangan netizen, karena kisah dengan pesan etika serta sopan santun yang ditampilkan, sudah menjadi hal wajar dan harus dilestarikan bagi masyarakat Indonesia.Setelah kemunculan audiovisualnya, apalagi ditambah dengan beberapa bintang ternama, semakin membuat rasa penasaran untuk menyaksikan kisahnya.
KKNDDP sukses mencatatkan rekor 10 juta penonton, menjadikannya sebagai salah satu film Indonesia terlaris sepanjang masa, menggeser film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016) yang telah bertengger enam tahun lamanya.
Film yang rilis pada tanggal 30 April 2022 itu diproduksi oleh MD Pictures Pichoues Films dan dibintangi langsung oleh Aghniny Haque (Ayu), Aulia Sarah (Badarawuhi), Adinda Thomas (Widya), Achmad Megantara (Bima), Tissa Biani Azzahra (Nur), Diding Boneng (Mbah Buyut), Fajar Nugra (Wahyu), Calvin Jeremy (Anton) serta beberapa bintang film lainnya, yang turut meramaikan film ini.
Aulia sukses mebawakan peran Badarawuhi yang begitu misterius, sehingga karakter inilah yang paling mencolok dibahas oleh netizen, serta Tissa Biani yang membawa dan mendalami karakter Nur sehingga penonton juga merasakan tingkat emosi yang dirasakan oleh Nur itu sendiri.
***
Berbicara tentang KKNDDP, film ini mengisahkan tentang enam mahasiswa, yang akan melaksanakan salah satu studi wajib dari kampus, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN). Menariknya, mereka melaksanakannya di desa terpencil yang berada di timur Pulau Jawa.
Seisi bioskop, termasuk saya, dibuat pesimis karena scene awal pada film ini, keresahan dimulai ketika ibu Widya sedikit ragu memberikan izin untuk melaksanakan program kerja (proker) di desa tersebut, namun dengan keteguhan hati Widya meyakinkan ibunya, hingga ibunya memberikan izin dengan syarat selalu menjaga perilaku, perbuatan, serta ucapan mereka ketika berada di tempat tesebut.
Penonton kembali disuguhkan dengan cinematography yang menawan ditambah backsound yang mendukung. Benar sekali, ini adalah karya apik khas sutradara Awi Suryadi. Pemilihan lokasi film yang tepat dengan suasana tengah hutan yang begitu lebat, benar-benar membawa kita juga ikut masuk dan merasakan apa yang terjadi dalam film tersebut.
Jembatan beton tua dengan besi berkarat menjorok masuk ke dalam hutan, ditambah dengan banyaknya daun-daun kering yang berserakan, menambah kesan desa ini benar-benar berada di daerah yang tidak tersentuh oleh masyarakat luar, apalagi perkembangan dunia. Di sinilah keenam mahasiswa itu dijemput oleh warga-warga desa, yang sudah siap dengan motor butut mereka masing-masing.
Penonton disuguhkan dengan keadaan desa yang sama sekali tidak ada aliran listrik, tidak adanya sanitasi yang memadai, pemandian yang lumayan jauh dari desa, serta perumahan warga yang masih memakai bedeg atau anyaman yang terbuat dari bambu sebagai dinding rumah.
Pak Prabu, kepala desa di sana, membantu agar proker mereka dapat berjalan dengan baik. Pelaksanaan KKN semula berjalan dengan lancar, hanya saja ada sedikit keanehan yang terjadi, tapi itu dianggap sebagai hal yang biasa bagi mereka.
Pak Prabu menunjukkan tempat permandian para penari dengan kondisi yang sudah tua dan terbengkalai. Tempat inilah yang nantinya akan mereka perbaiki dengan harapan dapat membantu pendistribusian air dan sebagai sumber mata air bagi masyarakat. Di sini, Wahyu melontarkan kata yang tidak pantas setelah melihat sesajen yang dihaturkan, hal inilah yang sempat membuat Pak Prabu sedikit kesal. Adegan itu, ikut membuat saya sedikit bergumam kesal, mungkin juga beberapa penonton yang melihat tingkah Wahyu.
Pak Prabu mengajak mereka untuk berkeliling di sekitar wilayah desa, hingga tiba di suatu tempat yang bernama Napak Tilas, ia kembali untuk memperingatkan agar tidak macam-macam mendekati ataupun mencoba masuk melewati tugu batas itu.
Keadaan mulai berubah ketika berbagai hal mistis menghantui mereka. Nur yang peka akan keadaan lingkungan di sana, Widya yang menari sendirian di tengah malam, Bima yang sikapnya mulai berubah dan sering kali mengabaikan ibadah salatnya, Wahyu yang membawa bangkai kepala monyet yang ia dapatkan dari hajatan malam di tengah hutan dan juga ketika Nur kesurupan roh seorang nenek yang memberitahukan Widya jika ada teman mereka yang melanggar norma serta aturan di desa itu.
Kondisi semakin kacau ketika di suatu malam Widya merasa penasaran dan membuntuti Bima yang keluar dari tempat mereka menginap. Benar saja, Bima melanggar aturan atau larangan yang telah mereka sepakati bersama, untuk tidak melewati batas desa.
Penonton dibuat terdiam karena adegan Bima yang sedang berkencan dengan seekor ular. Keadaan semakin mencekam, ketika Widya dilihat oleh Badarawuhi, sosok penguasa di desa itu. Memiliki Getih Anget menjadi sebuah alasan, Widya sangat spesial bagi Badarawuhi. Getih Anget digambarkan orang yang bau darahnya wangi, dan sangat disukai oleh makhluk gaib.
Widya tiba di sebuah tempat seperti sanggar pementasan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Ayu sedang menari tanpa henti, diiringi suara gamelan dan sosok-sosok hantu menyeramkan yang ikut menari mengelilingi Ayu dan Widya. Badarawuhi membujuk dengan keras agar Widya tinggal bersamanya di sana.
Nur terbangun dari tidurnya, dan sudah mendapati Ayu dengan wajah yang begitu pucat. Sontak kejadian ini membuat warga desa heboh. Nur pada saat itu menceritakan kepada Pak Prabu jika Bima dan Ayu melakukan hubungan seksual di tempat terlarang Napak Tilas. Inilah yang membuat penonton geram karena perilaku mereka yang tidak taat akan aturan.
Widya berhasil diselamatkan dari gengaman Badarawuhi, namun sayangnya, hingga film berakhir, Bima dan Ayu dikatakan tidak dapat terselamatkan, ini dikarenakan sukma mereka telah ditahan di angkara murka, alam dimana Badarawuhi tinggal di sana. Mereka dihukumakibat perbuatan yang mereka lakukan selama ini,begitu yang dijelaskan oleh Mbah Buyut selaku tetua dan juga tokoh masyarakat di desa itu.
Kepulangan mereka menutup kisah perjalanan mereka di desa itu. Bima meninggal empat hari setelah kepulangan mereka dan Ayu meninggal tiga bulan kemudian sesuai dengan apa yang dijelaskan kalimat akhir dengan latar belakang hitam.
KKNDDP, bagi saya adalah salah satu film horor yang berbeda dengan film-film horor pada umumnya. Beberapa scene jumpscare-nya pun masih bisa diterima oleh penonton, tidak begitu tegang ketika menyaksikannya. Penambahan efek-efek suara juga tidak begitu berlebihan, begitu juga dengan penampilan sebagian hantunya, masih tergolong biasa dan terkesan tidak lebay.
Film ini lebih banyak menekankan untuk senantiasa bersikap sopan santun, baik dari segi etika dan perbuatan selama berada di suatu tempat yang tidak pernah kita kunjungi sebelumnya. Percaya tidak percaya, bersikap dengan baik akan membawa kita kepada nasib yang baik pula, seperti yang dialami oleh karakter Anton.
Anton memiliki sikap yang tenang dan penuh rasa positif, penggambarannya pun dibuat sebagai pendukung karakter yang lainnya agar lebih berhati-hati dan tetap menjaga etika serta perbuatan mereka masing-masing. Sesekali Anton menegur Wahyu yang memang tidak mengenal etika apalagi pada hari pertama mereka sampai di desa itu. Sikap dan perbuatan Anton inilah yang membuat ia ditampilkan tidak diganggu, seperti karakter-karakter yang lainnya.
Film ini mencoba memberikan kesan dan pesan kepada setiap penonton, seperti memberikan pengetahuan yang baru, bahwa tidak selamanya film horor memberikan audiovisual yang menegangkan secara terus-menerus, hingga pesan yang ingin disampaikan pada akhirnya terlupakan dan diabaikan, semua itu akibat ketegangan yang ditampilkan dari awal hingga akhir film.
Memberikan porsi penyampaian pesan tentang pentingnya menjaga sopan santun baik dalam etika serta perbuatan, ditampilkan lebih banyak diimbangi dengan efek ketegangan yang tidak terlalu berlebihan. Ini menjadikan KKNDDP keluar dan berani tampil beda dari film-film horor sebelumnya.
Terlebih kisahnya akan terus melekat di benak saya sebagai seorang mahasiswa saat menjalankan studi kampus (KKN) nantinya. Tentu, film ini akan selalu ingat agar selalu menjaga etika, moral perbuatan serta selalu menaati segala apapun yang sudah menjadi aturan di tempat di mana kita berada.[T]
Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) ditatkala.co.