BALI merupakan daerah destinasi wisata andalan Indonesia yang terkenal di manca negara. Bali memiliki banyak objek wisata alam yang indah. Selain keindahan alamnya, Bali juga didukung dengan seni budaya yang sangat erat dengan tradisi umat Hindu Bali. Pulau ini menduduki peringkat ketiga dari 25 Pulau Terbaik Dunia 2023 versi Travel and Leisure.
Salah satu objek wisata yang menarik untuk dikunjungi adalah Desa Wisata Pinge. Desa Pinge merupakan salah satu desa adat yang terletak di Desa Baru, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Menurut warga setempat, nama “Pinge” berasal dari sebuah pohon cempaka putih yang tumbuh sangat besar di salah satu pura peninggalan sejarah Bali kuno di desa ini, yaitu Pura Natar Jemeng. Nama “Pinge” sendiri berarti “Putih”.
Desa Adat Pinge mulai dikembangkan menjadi desa wisata pada tahun 2003 dan ditetapkan secara resmi pada tahun 2004 menjadi Desa Wisata Pinge. Ketika memasuki desa ini, wisatawan akan disuguhkan dengan lingkungan desa yang bersih, asri, hijau, tertata, dan tenang dari kebisingan. Karena jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, tempat ini sangat sesuai untuk refreshing dan melepas penat dari carut-marutnya kota, kalau istilah kekiniannya, healing.
Desa Wisata Pinge mengedepankan pariwisata berbasis Tri Hita Karana, semua yang diperlihatkan adalah keasrian alam dan realita kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Penerapan konsep Tri Hita Karana di desa ini dapat dilihat dari keseharian warga, mulai dari Palemahan dilakukan dengan menjaga kebersihan dan keasrian desa serta lingkungan hijaunya, Pawongan dilihat dari gotong royong warga dalam membantu sesama, dan Parahyangan dilakukan dengan berbagai kegiatan-kegiatan adat seperti piodalan (upacara suci di Pura).
Keseharian masyarakat Desa Pinge adalah bertani, berkebun, beternak, mengukir, mejejaitan (membuat sarana upacara), dan membuat jajanan Bali. Selain itu banyak pula warga yang mencoba mengadu nasib dengan merantau ke kota, mereka hanya pulang saat kegiatan-kegiatan tertentu saja, karena itulah desa ini tidak terlihat padat penduduk.
Desa Wisata Pinge menawarkan program live in, melalui program ini wisatawan bisa merasakan sensasi menjadi orang kampung dan bagaimana asyiknya hidup di desa. Untuk merasakan sensasi live in wisatawan bisa menginap di rumah-rumah warga, minum kopi di bale jineng (lumbung padi), trekking mengelilingi desa, dan mengikuti aktivitas keseharian warga.
Berfoto bersama di jalan Desa Adat Pinge, Marga, Tabanan
Anak Agung Ngurah Putra Arimbawa selaku Ketua pengelola Desa Wisata Pinge menyebutkan, rumah-rumah warga difungsikan sebagai tempat menginap (homestay) untuk para wisatawan, dengan total 93 kamar inap. Beliau juga mengungkapkan bahwa promosi desa tidak terlalu di-expose layaknya desa-desa wisata yang lain, promosi dilakukan hanya dari mulut ke mulut.
Objek wisata ini tidak terlalu digaungkan oleh pengelola dan masyarakat sekitar karena pada dasarnya semua berasal dari adat dan tidak harus digembar-gemborkan. Selain itu, keberadaan Desa Pinge sebagai objek wisata tidak hanya untuk mengejar profit, masyarakat tidak ingin pengembangan pariwisata justru menurunkan kealamian dan keajegan Desa Adat Pinge.
Desa Wisata Pinge mengutamakan pengalaman wisatawan. Setiap rumah nampak seragam dengan arsitektur khas Bali, setiap rumah berisi nomor yang berurutan dari ujung ke ujung, dan di depan setiap rumah terdapat kul-kul (kentongan) dari bambu. Bambu merupakan sarana yang selalu digunakan oleh masyarakat Desa Pinge saat mengadakan upacara.
Selain itu kul-kul juga menjadi alat komunikasi sebagai penanda-penanda tertentu, seperti kematian, kumpul warga, upacara-upacara tertentu, dan lain sebagainya.
I Made Jadrayasa selaku Bendesa (Kepala Desa Adat) mengungkapkan para pengelola Desa Wisata Pinge tidak ada yang memiliki basic pariwisata, hanya bermodalkan semangat ngayah (kerja tulus ikhlas), sambil jalan sambil belajar mengelola pariwisata yang berprinsip kerakyatan.
Yang terpenting mau dan memiliki semangat untuk membangun desa. Dengan adanya Desa Wisata Pinge membuat perekonomian desa berjalan dengan stabil, karena hasil dari Desa Wisata sepenuhnya dikelola dan digunakan untuk pengembangan desa dan masyarakat Desa Pinge. Kebersihan desa juga selalu dijaga oleh masyarakat, sehingga menciptakan lingkungan desa yang bersih, asri, dan sehat.
Menurut I Wayan Dibya selaku Sekretaris pengelola Desa Wisata Pinge, tempat ini sangat sesuai untuk wisatawan yang ingin merasakan sensasi pulang ke kampung halaman sendiri.
Desa ini juga sangat cocok untuk wisatawan yang ingin jauh dari kebisingan kota, karena di desa ini suasananya begitu sunyi sangat minim ada kendaraan yang lalu-lalang. Keasrian alam di Desa Pinge dapat dilihat dari hamparan sawah yang membentang luas, sungai-sungai mengalir dengan jernih, dan rumah-rumah warga juga ditata dengan tumbuh-tumbuhan yang menyejukkan.
Selain itu bangunan-bangunan di sini tidak boleh melewati batas yang telah ditentukan, dan warung-warung juga dibatasi bahkan bisa dihitung dengan jari. Ia juga mengungkapkan bahwa semua peraturan sudah diatur dan disetujui oleh masyarakat dalam peraturan desa (awig-awig), peraturan ini tidak boleh dilanggar demi kenyamanan dan kesejahteraan bersama. [T]