KEPANDAIANNYA meniru suara-suara orang membawanya bekerja di Istana Negara. Ia orang yang akhirnya lolos setelah tim kepresidenan menguji ribuan orang secara rahasia. Tak ada yang tahu persis berapa jumlah orang yang menjalani uji kesamaan suara itu. Tapi, memang dilakukan massif dan cepat dan diam-diam. Sangat rahasia. Persoalan ini memang penting dan genting.
“Tugas Anda mengisi suara presiden dalam pidato-pidato resmi,” kata kepala rumah tangga kepresidenan.
Baginya mengisi suara orang adalah pekerjaan mudah. Ia seorang penyulih suara alias dubber yang laris. Pernah satu film kartun, semua suara tokoh dia isi sendiri. Tapi pekerjaannya kali ini tentu saja lebih menarik dan menantang.
Menjelang pemilihan presiden, presiden petahana justru kehilangan suaranya. Ini tentu saja situasi yang berbahaya tak menguntungkan petahana. Risiko politiknya besar sekali. Pengobatan sudah dilakukan. Dokter terbaik dari berbagai negara sudah dimintai bantuan. Ada harapan suara sang presiden bisa kembali menjelang kampanye memasuki babak debat. Pengobatan terus diusahakan.
Ia teken kontrak. Ia menerima pekerjaan itu. Ia mempersiapkan diri dengan baik. Ia dengarkan semua rekaman video presiden saat berpidato. Sementara itu, dalam pidato-pidato atau jumpa pers, dialah yang diminta menggantikan suara presiden. Semua sudah diatur. Presiden tinggal berbicara seperti biasa, meski tak mengeluarkan suara apapun, dari suatu tempat dengan mikropon khusus dia membaca gerak bibir dan bicara dengan suara persis suara presiden.
Sementara menjadi pengganti eh pengisi suara presiden, dia tak ambil job pengisi suara di rumah produksi di mana selama ini ia bekerja. Istirahat katanya. Nyatanya dia memang sibuk. Sekretariat presiden dan presiden suka dan puas dengan pekerjaannya. Bahkan di rapat-rapat kabinet pun dia bekerja. Ini berbahaya! Dia jadi tahu banyak keputusan penting yang jadi rahasia negara. Termasuk bagaimana memenangkan pemilihan presiden dengan cara-cara yang lancung. Presiden mengancam para kepala daerah yang dicurigai terlibat korupsi. Apabila tak mau membantu memenangkannya maka kasusnya diangkat.
Rahasia itulah yang bocor. Ia orang pertama yang dicurigai. Mula-mula Komandan Paspampres yang menaruh curiga padanya. Ia pun diinterogasi. Ponselnya diperiksa. Ia berkomunikasi dengan siapa saja, menerima pesan dari siapa dan kepada siapa saja.
Tapi dia bekerja bersih. Tak ada bukti-bukti yang bisa menguatkan kecurigaan bahwa dia membocorkan rahasia negara untuk keuntungan pribadinya atau menjual rencana pemenangan pemilu ke kubu sebelah misalnya. Dia bersih.
Tapi risiko kebocoran rahasia dari istana terlalu mahal harganya. Diam-diam, penggantinya dipersiapkan. Tapi itu bukan pekerjaan mudah. Ada yang suaranya mirip benar, tapi ternyata anak-anak yang asal omong saja. Ada yang suaranya mirip, tapi ketawanya cempreng. Beda. Bagaimana pun diperlukan sedikit kecerdasan juga supaya tak terdengar asal bunyi.
Untunglah, pada saat hari debat capres terbuka tiba, suara presiden pulih. Presiden petahana bahkan terlihat punya suara yang lebih merdu. Bicaranya meyakinkan. Debat-debat dimenangkan dengan telak. Elektabilitas yang sempat turun terkerek kembali.
Debat itu disiarkan langsung oleh stasiun televisi. Yaumil, nama tokoh kita si pengisi suara tadi terbaring di ranjang pasien ruang perawatan khusus untuk presiden. Ia mencoba menirukan cara bicara presiden tapi tak terdengar apa-apa. Pada meja di sebelahnya sebuah dokumen persetujuan operasi penukaran pita suara. Angka yang tertera di dokumen itu tak pernah ia bayangkan bisa ia dapatkan sepanjang hidupnya.
Ia mencoba bicara.
Lagi-lagi tak terdengar suara apapun. [T]
Jakarta, 2019-2024
- Baca CERPEN-CERPEN lain tatkala.co