PEMILIHAN UMUM (Pemilu) tahun 2024 tinggal menghitung bulan. Seperti Pemilu sebelumnya, selalu muncul dinamika dalam pesta demokrasi itu. Selain tahapan kampanye, pemilihan, penghitungan, dan penetapan suara; dinamika Pemilu juga diwarnai adanya golongan putih (Golput).
Golput adalah seseorang yang tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilu karena berbagai sebab. Beberapa kali Pemilu di Indonesia angka Golput terbilang cukup banyak.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan angka Golput di tahun 2009 sebesar 29,01%. Sedangkan di tahun 2014 angka Golput sebanyak 24,89%. Sedangkan data dari Lingkaran Survei Indonesia menyebutkan, Pemilu tahun 2019 angka Golput untuk Pemilu Presiden (Pilpres) adalah 18,24%; dan untuk Pemilu Legislatif (Pileg) sejumlah 29,68%.
Sejatinya fenomena Golput ini tidak menjadi masalah dalam Pemilu yang demokratis. Hasil Pemilu tetap sah dan konstitusional, meski diwarnai adanya Golput. Walau demikian, Golput tetap mengundang perhatian publik; mengapa masih saja ada warga negara yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Idealnya, angka Golput dalam Pemilu memang sedikit. Menekan angka Golput bukan semata kerja KPU, namun juga andil seluruh peserta Pemilu, mulai dari partai politik (Parpol), calon anggota legislatif (Caleg), dan calon presiden (Capres). Apalagi setiap hajatan Pemilu selalu disertai dengan perubahan dan perkembangan karakteristik pemilih dan kompleksitas masalah yang dihadapi rakyat Indonesia.
Karakteristik Pemilih
Pemilu sering dianggap berhasil jika partisipasi pemilih tinggi. Oleh karenanya berbagai upaya dilakukan agar orang menggunakan hak pilihnya saat Pemilu. Mencermati karakteristik pemilih menjelang Pemilu menjadi penting bagi Parpol, Caleg, dan Capres.
Berdasarkan hasil Sensus Nasional tahun 2020, Pemilu tahun 2024 nanti akan didominasi oleh pemilih dari generasi Z dan generasi milenial. Generasi Z yang berusia 8-23 tahun berjumlah 27,94% atau 75,49 juta jiwa. Sedangkan generasi milenial yang berusia 24-39 tahun berjumlah 25,87% atau 69,38 jiwa.
Generasi Z pada Pemilu tahun 2024 nanti akan menjadi pemilih pemula atau kedua kalinya. Sedangkan generasi milenial adalah pemilih yang sudah dua kali atau lebih mengikuti Pemilu.
Mencermati data tersebut, diperlukan komunikasi politik untuk memahami need, problem, and goal mereka dalam menggunakan hak pilih. Kesalahan mengidentifikasi karakteristik pemilih dapat berakibat apatisme politik yang berujung pada Golput.
Secara umum generasi milenial dan Z hampir memiliki kebutuhan dan masalah yang sama, yaitu aksesibilitas teknologi komunikasi dan informasi. Mereka juga membutuhkan aksesibilitas pendidikan yang menunjang karir.
Berdasarkan hasil survei internasional Deloitte, 2023 Gen Z and Millennial Survey, baik generasi milenial maupun generasi Z membutuhkan work life balance; yaitu keseimbangan antara pekerjaan, kebutuhan pribadi, kehidupan keluarga serta rekreasi. Survei dilakukan terhadap lebih dari 22.000 generasi milenial dan Z di 44 negara di dunia terkait pergeseran hubungan kerja.
Persoalan besaran gaji dalam bekerja tidak menjadi prioritas utama, namun lebih mengutamakan kondisi dan budaya kerja yang fleksibel. Mereka sangat mengedepankan kemajuan dalam berbagai hal. Tak kalah penting adalah kemudahan mendapatkan perumahan dan transportasi yang murah dan nyaman, sebagai dampak biaya tinggi dalam hidup.
Parpol, Caleg, dan Capres harus mampu menawarkan isu dan solusi tersebut. Jika tidak, peserta Pemilu dianggap gagal melakukan komunikasi politik, dan Golput akan berpotensi menjadi pilihan mereka.
Faktor Golput
Keberadaan Golput bukan semata persoalan hitam putih dalam pelaksanaan Pemilu. Banyak faktor yang mendorong lahirnya Golput. Paling tidak ada tiga faktor penyebab Golput, yaitu faktor teknis, faktor individual, dan faktor komunikasi.
Faktor teknis acapkali menjadi penyebab orang tidak dapat hadir di tempat pemungutan suara (TPS). Persoalan teknis administrasi Pemilu dapat menyebabkan seseorang tidak tercatat dalam daftar pemilih tetap Pemilu. Ada pula klasifikasi pekerjaan yang menyebabkan orang tidak menggunakan hak pilihnya lantaran tidak dapat meninggalkan pekerjaan. Mereka yang tiba-tiba sakit pada saat pemilihan juga menjadi salah satu faktor Golput.
Sikap rasional dan emosional merupakan faktor individual penyebab Golput. Orang dapat secara sengaja menjadi Golput karena pertimbangan rasional, bahwa siapa pun yang dia pilih tidak akan membawa perubahan. Sedangkan pertimbangan emosional berkaitan dengan suka atau tidak suka terhadap peserta pemilu. Suka dan tidak suka terhadap kandidat bisa dikarenakan pertimbangan usia, suku, agama, penampilan, dan faktor emosional lain.
Faktor komunikasi menyangkut sosialisasi Pemilu oleh KPU dan kampanye kandidat. Semestinya sosialisasi Pemilu dilakukan jauh hari dan secara masif dengan menggunakan berbagai saluran komunikasi. Selain menggunakan media massa dan digital, media komunikasi tradisional masih dipandang penting untuk pemilih di pedesaan.
Kampanye kandidat peserta Pemilu sangat penting memperhatikan karakteristik pemilih dan kebiasaan penggunaan media. Mengingat generasi milenial dan Z merupakan pemilih mayoritas dalam Pemilu, maka media habit mereka perlu diperhatikan.
Beberapa hasil riset terkait sumber informasi yang paling sering dirujuk generasi Z, termasuk juga milenial; diperoleh data bahwa YouTube, Tiktok, Instagram, dan Twitter menjadi media andalan mereka. Sayangnya, kedua generasi itu kurang dalam hal informasi politik. Diperlukan strategi menggaet generasi Z dan milenial agar berpartisipasi dalam Pemilu. Kesalahan dalam memilih media kampanye akan menyebabkan kegagalan komunikasi politik.
Memang diperlukan kesadaran kognitif dan kecerdasan intelektual dalam memilih. Namun kadangkala dibutuhkan juga kesadaran afektif dan kecerdasan emosional untuk menentukan pilihan. Artinya, akal dan hati nurani sama-sama penting dalam memutuskan pilihan.
Memilih dalam Pemilu di negara demokrasi adalah hak. Patut diapresiasi bagi yang menggunakannya. Begitu pun bagi yang tidak memilih adalah satu pilihan. Tak perlu dikutuk. Karena ia bukan barang kutukan. [T]
- BACA opini dan esai lain tentang komunikasi dari penulis CHUSMERU