DJAJA TJANDRA KIRANA yang akrab dipanggil Ko Atjeng, adalah sosok petualang seni. Sejak 1960-an ia menggeluti secara serius dua entitas kesenian yang membuatnya hidup nyaman dalam kesederhanaan.
Di dunia fotografi Tjandra Kirana melewati berbagai fase penting.
Transformasi teknologi mulai dari sistem analog yang kuna, kemudian pindah ke semi digital sampai pada era digital penuh yag juga kita rasakan hari ini.
Pengalaman demi pengalaman ia rasakan, semuanya menantang kecerdasan berfikir berujung pada persoalan estetika. Alhasil, dari kerja keras, tekun dan teliti yang dilakukan telah mengantarkannya pada berbagai pencapaian.
Penghargaan Nasional dan Internasional ia raih, bahkan pada 1990, Pemerintah Thailand menganugrahkan Gelar Honouris Causa bidang fotografi kepadanya.
Di kancah seni rupa, siapa kalangan seni yang tak mengenalnya? Ketekunan dan totalitas berkarya seakan menjadi medium interaksi bagi Tjadra Kirana dalam menjalin kekerabatan antar seniman.
Penjelajahan sebagai ‘penaklukan’ media baru ke media yang lain adalah bukti keteladanan iman keseniamanan seorang Djaja Tjandra Kirana. Proses kreatifnya seakan tak memilih waktu. Kapan pun baginya, asal memungkinkan, adalah waktu ia untuk menggambar—apapun objeknya.
Sepuluh tahun belakangan ini, di samping tekun menggeluti cat air, Tjandra serius menekuni media kertas China – rice paper. Ini sebagai penghormatan atas bakat seni yang menurun dari leluhurnya di sebuah kawasan sejuk di Tiongkok.
Ia mengumpulkan sejumlah seniman di Bali untuk diberi wawasan tentang penggunaan rice paper. Tidak hanya itu, keseriusannya dengan kertas padi pun dia paparkan ke berbagai institusi seni. Acap kali Tjandra mengajar, memberikan workshop penggunaan media rice paper di Perguruan tinggi.
.
Karya-karya Djaja Tjandra Kirana | Foto: Wayan Redika
Sejumlah pameran ia lakukan khusus untuk memperkenalkan kertas asli produksi bangsa Tirai Bambu yang biasa digunakan melukis kaligrafi di Tiongkok. Walhasil ia pun terpilih sebagai Ketua Perkumpulan Rice Paper Chapter Bali.
Usianya, pada tahun 2023 ini, genap 79 tahun. Ia senior dalam peradaban seni rupa Bali. Tak banyak seniman seusianya yang bisa guyub menjalin relasi bersama seniman muda, berdiskusi tentang teknik dan perkembangan seni rupa kontemporer dunia.
Tjandra tetap melakukan itu, bahkan kerap mengundang sejumlah seniman untuk berkunjung ke studionya di kawasan Jalan Teuku Umar Denpasar. Inilah yang membuat sosok Tjandra terkenang di kalangan seniman tua muda.
Dalam peringatan hari jadinya yang ke 79, akhir Juni nanti Djaja Tjandra Kirana menggelar tak kurang dari 60 karya fotografi dan lukisan di Maya Sanur, Resort & Spa.
Pameran ini diberi judul Direct Message, dimaksudkan untuk memberikan pesan langsung kepada kalangan seni atas kiprah kreatif dan pencapaian seorang seniman dalam rentang waktu 60 tahun berkarya.
Tjandra beruntung segala aktifitas seninya mendapat dukungan penuh dari istrinya, Lili.
.
Karya-karya Djaja Tjandra Kirana | Foto: Wayan Redika
Sungguh menarik, para seniman muda akan diberikan pesan langsung tentang hal-hal yang belum pernah mereka diketahui. Termasuk misalnya masalah seni rupa dan politik.
Sebagaimana kita pahami era 1960-an dinamika seni rupa dan penciptaan amat lekat dari beban politik, jika salah langkah bisa berujung kesengsaraan. Kecurigaan terhadap kreasi selalu terjadi.
Peristiwa semacam itu berhasil dilewati dengan baik oleh Tjandra Kirana. Ini tentu bisa dimaknai sebagai keteladanan mental yang semangatnya bisa kita rujuk dalam kehidupan berkesenian hari ini.
Lukisan yang dihadirkan dalam pameran Direct Message bertarikh antara tahun 1990 hingga 2022. Lompatan ide dan gagasan tampak dari dokumen tantang kecermatan Tjandra Kirana mendeformasi sosok penari Bali, wayang kamasan dan alam benda yang sakral kemudian beralih untuk bermain pada objek buah-buahan sejak 2020.
Sementara karya fotografi merupakan hasil bidikan di masa sulit. Sebagian karya foto yang dipajang telah meraih penghargaan Nasional dan internasional.
.
Karya-karya Djaja Tjandra Kirana | Foto: Wayan Redika
Direct Message, di samping sebagai perayaan diri, juga menjadi wahana untuk menyampaikan secara langsung sebagian buah pemikiran Ko Atjeng setelah ia melintasi 60 tahun perjalanan dua sisi serat kesenian yang tak bisa ia pisahkan.
Karena itu mari bersama kita pahami semuanya pada Rabu, 28 Juni 2023, pukul 18.30 wita di Hotel Maya Sanur, Jl Danau Tamblingan, Sanur, Denpasar. Pameran akan dibuka sampai 28 Agustus 2023. [T]